Negara Gagal Menjamin Makanan Halal Dan Thayyib Bagi Rakyatnya
Oleh : Ummu Utsman
Dalam beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan meningkatnya jumlah anak yang harus menjalani cuci darah. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sebagai salah satu rumah sakit rujukan terbesar di Indonesia, melaporkan adanya peningkatan jumlah pasien anak yang menjalani dialisis.
Fenomena ini memicu kekhawatiran masyarakat akan meningkatnya kasus penyakit ginjal pada anak. Peningkatan jumlah anak yang menjalani cuci darah di RSCM bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan multifaktor. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso mengatakan kasus soal obat sirup anak yang menyebabkan gagal ginjal memang ada, namun itu sudah terjadi lama. Hal ini karena adanya kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Saat ini, IDAI justru menyoroti gaya hidup anak-anak yang semakin tidak baik, sehingga kasus-kasus diabetes, obesitas, dan gagal ginjal naik. Seperti mereka yang malas berolahraga, jarang minum air putih, dan lebih suka minum minuman manis dalam kemasan. dr Piprim menambahkan, IDAI telah melakukan survei kepada remaja dan ditemukan bahwa 1 dari 5 anak berada dalam kondisi hematuria dan proteinuria.
Salah satu pakar ginjal IDAI melakukan survei di anak-anak remaja usia 12-18 tahun. Ternyata 1 dari 5 anak remaja itu dicek urinenya terdapat hematuria dan proteinuria. Jadi, ada darah dan protein dalam urine,” kata dr Piprim. “Ini salah satu indikator awal kerusakan ginjal. Ini menunjukkan gaya hidup anak-anak kita usia 12-18 tahun ini sangat memprihatinkan. Pola makannya, pola geraknya, pola tidurnya sering begadang, dan malas gerak olahraga,” tutupnya. (health.detik.com, 31/07/2024)
Lonjakan kasus gagal ginjal akut pada anak merupakan masalah kesehatan yang serius dan kompleks. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena ginjal merupakan organ vital yang berfungsi menyaring limbah dari darah. Ketika ginjal tidak berfungsi dengan baik, maka limbah akan menumpuk dalam tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ lainnya.
Sistem Kapitalisme dan Prioritas Profit
Dalam era modern, industri makanan dan minuman di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Salah satu tren yang menonjol adalah melimpahnya produk-produk berpemanis. Mulai dari minuman ringan, makanan ringan, hingga produk olahan lainnya, hampir semua jenis makanan dan minuman mengandung pemanis dalam jumlah yang cukup tinggi. Kondisi ini tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme yang mendominasi. Dalam sistem ini, profit atau keuntungan menjadi tujuan utama bagi perusahaan. Untuk mencapai keuntungan yang maksimal, perusahaan seringkali mengabaikan aspek kesehatan dan keamanan pangan, termasuk kandungan gula yang berlebihan dalam produk mereka. Konsumsi produk berpemanis secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, terutama pada anak-anak seperti : obesitas, diabetes, penyakit jantung, kerusakan gigi, gangguan pertumbuhan.
Saat ini, kita hidup di era di mana produk makanan dan minuman manis bertebaran di mana-mana. Dari minuman ringan hingga makanan kemasan, rasanya sulit menghindari godaan manis. Namun, di balik kelezatannya, terdapat masalah serius. Banyak produk ini mengandung gula jauh lebih banyak dari yang seharusnya kita konsumsi. Ini akibat dari sistem ekonomi yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan dampak kesehatan. Perusahaan lebih mementingkan rasa dan daya tarik produk daripada kesejahteraan konsumen. Akibatnya, anak-anak menjadi sasaran empuk produk-produk ini. Tubuh kecil mereka belum siap menghadapi beban gula yang berlebihan. Ini sangat memprihatinkan karena tidak hanya mengancam kesehatan fisik, tetapi juga bertentangan dengan prinsip makanan yang baik dan suci.
Peran Negara yang Krusial
Pemerintah Indonesia memiliki peran yang sangat krusial dalam memastikan bahwa seluruh produk pangan yang beredar di pasaran memenuhi standar halal. Negara memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan ketersediaan makanan yang aman, bergizi, dan halal bagi masyarakatnya. Memilih makanan bukan hanya dilihat dari trend, enak dan murah saja tetapi juga diperhatikan dari halal dan thayyib nya. Jika diabaikan aspek kesehatan dan keamanan pangan maka akan berdampak pada hal sangat serius, tidak hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada perekonomian negara.
Meningkatnya konsumsi makanan olahan yang tidak sehat telah memicu lonjakan kasus penyakit kronis. Penyakit-penyakit ini tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu, tetapi juga menjadi beban bagi sistem kesehatan nasional. Rumah sakit semakin penuh, biaya pengobatan membengkak, dan kualitas hidup masyarakat menurun. Penggunaan bahan aditif makanan yang berlebihan juga memicu peningkatan kasus alergi, terutama pada anak-anak. Hal ini tentu saja sangat mengkhawatirkan, mengingat anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Biaya pengobatan yang terus meningkat menjadi beban bagi anggaran negara. Selain itu, produktivitas tenaga kerja juga menurun akibat penyakit kronis yang diderita. Pekerja yang sakit akan absen dari pekerjaan, mengurangi produktivitas perusahaan, dan pada akhirnya merugikan perekonomian negara.
Tak hanya itu, produksi makanan olahan yang berlebihan juga berdampak buruk pada lingkungan. Penggunaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan dan produksi limbah yang berlebihan semakin memperparah kerusakan lingkungan. Hal ini akan berdampak pada generasi mendatang dan menimbulkan biaya lingkungan yang sangat besar.
Islam dalam Menjamin Pangan Halal dan Thayyib
Islam tidak hanya sebatas agama, tetapi juga menjadi sistem kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal konsumsi makanan. Konsep halal dan thayyib dalam Islam menjadi pedoman utama dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Negara, sebagai pemimpin dan pelindung rakyat, memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap pangan yang memenuhi standar ini.
Negara berperan krusial dalam menetapkan standar kualitas pangan, selain itu menindak sanksi atas kecurangan yang marak dilakukan oleh penjual dengan cara melakukan pengawasan terhadap produk halal dilakukan secara berlapis dan melibatkan berbagai pihak. Mulai dari pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, hingga distribusi produk.
Dengan pengawasan yang ketat, diharapkan dapat mencegah peredaran produk yang tidak memenuhi syarat halal, tidak segan-segan memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan terkait produk halal. Sanksi yang diberikan dapat berupa denda, pencabutan izin usaha, hingga pidana. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan melindungi konsumen dan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengonsumsi produk halal.
Kampanye-kampanye yang masif dilakukan melalui berbagai media, baik konvensional maupun digital. Selain itu, pemerintah juga mendorong lembaga pendidikan untuk memasukkan materi tentang pangan halal ke dalam kurikulum.
Dengan menetapkan standar kualitas pangan yang ketat, melakukan pengawasan yang efektif, dan memberikan edukasi kepada masyarakat, negara berperan sebagai penjaga bagi konsumsi pangan umat. Selain itu, dukungan terhadap industri pangan halal serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran terkait produk halal juga menjadi bagian penting dari upaya negara dalam mewujudkan kesejahteraan umat melalui konsumsi pangan yang halal dan thayyib. Allah SWT berfirman :
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu musuh yang nyata.” (QS. Al-Baqarah: 168).
Islam telah memberikan garis panduan yang jelas tentang makanan yang halal dan thayyib. Namun, untuk mewujudkan hal ini dalam kehidupan sehari-hari, peran negara menjadi sangat krusial. Maka, inilah urgensi adanya sebuah negara yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi masyarakat untuk mengakses pangan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Wallahu a'lam bisshawab
Posting Komentar