-->

Refleksi May Day: Benarkah Buruh Sudah Sejahtera?

Oleh: Ummu Farras

Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau sering kali disebut sebagai May Day. Walau setiap tahunnya Hari Buruh diperingati, hal itu tidak menggambarkan bahwa buruh sudah ada pada kondisi sejahtera. Sebaliknya, justru masih banyak masyarakat terutama buruh di Indonesia bahkan di seluruh dunia terbelit problem kesejahteraan.

Hal ini dapat terlihat dari tingkat pengangguran global yang tinggi, yaitu diperkirakan 200 juta orang lebih masih menganggur pada tahun 2024. Ada juga kesenjangan sosial yang kian melebar, ketimpangan antara kaya dan miskin, dan kenyataan mengejutkan bahwa 1% populasi terkaya dunia menguasai lebih dari setengah kekayaan global. (Tirto, 26-04-2024).

Menyoal hal di atas, Hari Buruh Internasional tahun ini akan mengarah pada dua topik. Pertama, memperjuangkan keadilan sosial dan pekerjaan yang layak untuk semua. Kedua, mengatasi kesenjangan gender di tempat kerja. Mengutip dari laman Geeks for Geeks, kemungkinan tema Hari Buruh Internasional adalah ‘Social Justice and Decent Work for All’.

Jika diulas lebih dalam, sungguh problem yang menimpa buruh sangatlah nyata. Sebagaimana survei yang menunjukkan bahwa sebanyak 69% perusahaan di Indonesia memberhentikan proses perekrutan karyawan baru pada tahun lalu karena dikhawatirkan ada pemutusan hubungan kerja (PHK). (Cnn Indonesia, 26-04-2024).

Di sisi lain pun diperparah dengan fakta bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita lima smelter atau pemurnian bijih timah di Bangka Belitung. Semua ini berkaitan dengan aksi korupsi tata niaga timah di wilayah milik PT Timah Tbk periode 2015-2022. Atas hal ini, Ketua Departemen Hukum Acara Universitas Indonesia, Junaedi Saibih memaparkan bahwa langkah ini dapat mendatangkan gelombang PHK karena tidak adanya produksi yang bisa dilakukan smelter. (INews, 28-04-2024).

Permasalahan ini terus berakar dan terjadi bukan tanpa sebab, hal ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme yang menganggap buruh hanya sebatas faktor produksi. Di sisi lain nasib buruh tergantung pada perusahaan dan tidak ada jaminan negara karena negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan. 

Di dalam sistem kapitalisme biaya akan diminimalkan dan kesejahteraan hanya dipikirkan secara minim oleh perusahaan. Maka, banyak ditemukan perusahaan yang tidak memberikan hak kepada buruh, tidak memberikan upah sesuai UMR, tidak memenuhi THR, memecat secara sepihak, dan ketidakadilan lainnya.

Dengan demikian, selama sistem kapitalisme masih menjadi sandaran, yaitu asas terpenting hanya pada menuai manfaat dan kepentingan bagi segelintir orang, maka tidak akan dapat diraih kesejahteraan bagi buruh, karena yang akan sejahtera hanyalah sosok yang memiliki modal dan kuasa semata. Padahal masyarakat adalah komponen terpenting dan amanah bagi negara untuk terus menerus diurusi dan disejahterakan. 

Berbeda halnya dengan sistem kapitalisme, Islam hadir dengan seperangkat aturan yang memandang bahwa masyarakat harus diriayah oleh negara dan dipastikan kesejahteraannya. Di dalam Islam, pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang ia pimpin. Dengan demikian, memastikan rakyat ada dalam kondisi baik-baik saja adalah kewajiban. Di dalam sistem Islam, negara menjamin terfasilitasinya seluruh kebutuhan primer dan membantu masyarakat pula untuk dapat memenuhi kebutuhan sekunder serta tersiernya.

Sistem Islam pun mempunyai mekanisme nyata dengan menyediakan layanan baik itu pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan cuma-cuma bagi masyarakat. Negara berlandaskan Islam pun menopang masyarakat dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas. Hal itu beriringan dengan kesadaran masyarakat akan kewajiban laki-laki yang sudah baligh untuk bekerja bagi keluarganya. Semua diurus secara terstruktur dengan penguatan akidah individu, masyarakat yang terfasilitasi, dan negara yang memprioritaskan rakyat.

Sungguh gambaran ini sangat asing di mata masyarakat hari ini, Hari Buruh terus menerus diperingati setiap tahun namun tak kunjung menciptakan perbaikan di tengah masyarakat. Solusinya hanya ada dua, yaitu mencampakkan sistem yang pilih kasih, sistem yang hanya memprioritaskan segelintir orang, dan membelit masyarakat dengan penderitaan. Selanjutnya beralih pada sistem yang memang Allah SWT ciptakan untuk solusi bagi semua masalah kehidupan.

Hanya dengan Islamlah kita akan temukan masyarakat yang diprioritaskan, masyarakat yang difasilitasi, dan masyarakat yang diselamatkan dari belenggu kerakusan dunia. 

Wallahu A’lam bisshawab.