-->

Ngeri, Dunia Anak Darurat Pornografi

Oleh: Beta Arin Setyo Utami, S.Pd. (Tutor Rumah Belajar Anugrah Ilmu)

Dunia anak dipenuhi hal-hal yang lucu dan menyenangkan, penuh gelak tawa, gambar atau film yang warna-warni dan tontonan kartun yang wara-wiri. Demikianlah seharusnya yang menghiasi dunia anak. Tapi ini hari, tidaklah demikian, sungguh ngeri, jauh panggang dari api. Fakta berikut akan membuat kita terbelalak dan tercengang bahwa sudah sejauh itu dunia anak telah ternodai. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menyebutkan bahwa konten pornografi anak di Indonesia yang melambung tinggi perlu ditindak serius, korbannya dari disabilitas, anak-anak SD, SMP, dan SMA, bahkan PAUD. Laporan National center for missing exploited children (NCMEC) bahwa temuan konten kasus pornografi anak di Indonesia selama 4 tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Indonesia masuk peringkat keempat secara internasional dan peringkat kedua dalam regional ASEAN, (SINDONEWS.COM, 18/04/2024). Bahkan menurut mantan Panglima TNI itu, catatan kasus itu tidak semata-mata menjadi kasus riil yang terjadi. Artinya, kasus sebenarnya yang terjadi bisa dimungkinkan lebih banyak lantaran banyak  korban yang masih belum berani untuk melapor. 

Sudah cukup fakta di atas membuat kita tersadar bahwa dunia anak tidak lagi polos, tengah diporak-porandakan oleh pornografi. Lantas, apakah orang tuanya abai pada hal ini? Membiarkan begitu saja anak-anaknya terjerat pornografi? Atau justru yang terjadi adalah bisa jadi orang tua tidak tahu sudah sejauh ini. Kemajuan teknologi dan digitalisasi media yang berkembang pesat seakan-akan melebihi kecepatan cahaya turut andil dalam hal ini. Tak pelak masih banyak orang tua yang awam dan tertinggal jauh dari kemampuan anaknya yang sudah mampu mahir mengakses dan berselancar di dunia maya bahkan dunia hitam ada pada genggaman tangannya melalui gadget pemberian orang tua. Parahnya lagi betapa banyak kasus pemerkosaan maupun pelecehan seksual pada anak justru pelakunya adalah orang terdekat korban, keluarga atau sanak saudara. Ada ayah kandung, kakak kandung, kakek, paman, maupun teman dekat. Orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung, justru menjadi singa yang kapan saja siap menerkam mangsanya, bahkan tak pandang anaknya sendiri, cucunya sendiri adiknya sendiri, ponakannya sendiri atau teman sebayanya sendiri. 

Jika keluarga tak lagi aman, lantas bagaimana lingkungan, amankah? Fakta di lapangan yang sangat mencengangkan bahwa pernah bahkan sering terjadi hingga hari ini yakni kasus pelecehan antara anak SD yang dilakukan secara bergiliran (pesta seks) disinyalir akibat terpengaruh setelah mengakses pornografi di media sosial. Jika masih setingkat SD, sudah sedemikian jauh, betapa ngerinya yang sudah terjadi juga pada jenjang yang lebih tinggi. Bukankah dunia sekolah atau dunia pendidikan selayaknya dipenuhi dengan adu bakat dan kecerdasan, bukannnya malah adu seksualitas? Akibat maraknya konten seksual, pergaulan bebas dan efek minuman keras, anakpun tak luput menjadi korban dari buasnya orang-orang yang melampiaskan birahinya sekalipun pelaku tidak mengenal korban. Termasuk tuntutan atau kesempitan hidup atau sekedar memenuhi gaya hidup, anakpun bisa menjadi pihak yang secara sadar menjajahkan dirinya alias jual diri demi cuan, naudzubillah.   

Mudahnya konten seksualitas muncul pada laman pembelajaran, yang awalnya anak tidak dalam rangka mencari konten seksualitas. Sehingga justru dari sanalah berawal ketidaktahuan, kemudian berkembang menjadi penasaran hingga kecanduan dan berakhir dengan tindakan seksual hingga pergaulan bebas. Jika yang tidak sengaja saja masih berpeluang terakses konten pornografi, bagaimana yang sengaja mengakses konten pornografi, jelas akan sangat banyak disuguhkan hal-hal mengerikan disana. Mudahnya pengaksesan konten seksual di media sosial dan tersebar luas, tidak terlepas dari peran negara sebagai institusi yang mempunyai kuasa untuk memproteksinya atau justru sebaliknya. Tetapi seakan negara tidak berdaya akan maraknya pornografi. Bahkan mirisnya konten pornografi masih dinilai cukup menjanjikan sebagai ajang bisnis dan menambah pundi-pundi penghasil cuan bagi pihak-pihak yang bermain, termasuk menambah penghasilan pajak negara.  

Pornografi sungguh mengerikan tapi seakan dibiarkan, karena di sisi lain menghasilkan cuan bahkan negara seakan tidak berdaya. Paham apa yang membunuh rasa kemanusiaan, berpikir hanya untuk keuntungan hingga mampu melumpuhkan kekuasaan negara? Ialah paham sekuler kapitalis demokrasi. Mengagungkan kebebasan, kepentingan, hawa nafsu dan materi sehingga mempertuankan pemisahan agama dari kehidupan, bagaimanapun caranya. Tapi apakah negara benar-benar tidak melakukan apa-apa untuk mensolusi hal ini? Kebijakan negara dalam hal ini adalah dengan edukasi seksual, edukasi kespro (kesehatan reproduksi), bahkan sudah membentuk satgas penanganan lintas menteri untuk kasus pornografi anak di Indonesia. Satgas ini dibentuk dengan merangkul sebanyak enam Kementerian/Lembaga yakni, Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tapi belum juga membuahkan hasil yang signifikan. 

Sistem kehidupan tak lagi ramah anak, orang tua awam bahkan abai, negara bertindak tapi seakan setengah hati menangani kasus pornografi juga pornoaksi, lantas pada siapa kita bisa berlabuh untuk menemukan solusi hakiki atas peliknya masalah ini? Islam, yakni Islam sebagai ideologi yang mempunyai seperangkat aturan yang lengkap paripurna, sudah terbukti benar dan solutif mengatasi segala permasalahan kehidupan, yang dijamin keabsahannya oleh Pemiliknya yakni Allah SWT. Setidaknya ada dua hal penting untuk mengurai pornografi. Pertama, menerapkan syariat yang melindungi sistem tata sosial. Kedua, menerapkan politik media yang melindungi masyarakat dari konten pornografi.

Dalam Islam, sistem tata sosial (ijtima’iy) diatur dengan seperangkat syariat mengenai interaksi manusia. Islam mengatur tentang batasan aurat perempuan maupun laki-laki lengkap beserta cara perempuan dan laki-laki menjaga aurat. Secara umum, juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga interaksi, tidak berdua-duaan, tidak bercampur baur dan berinteraksi (kecuali dalam perkara muamalat, pendidikan dan kesehatan). Islam pun mengatur agar laki-laki dan perempuan sama-sama menjaga kemuliaan dan kehormatan demi terwujudnya tata sosial yang sehat. Negara yang menerapkan Islam juga berperan melindungi masyarakat dari informasi dan visualisasi media yang mengacaukan sistem sosial masyarakat. Negara tidak boleh berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan apapun, baik karena melindungi prinsip kebebasan maupun karena mendatangkan keuntungan atau cuan semata. Negaralah yang justru akan menjadi perisai dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi. Negara akan begitu sangat selektif dalam pemilihan tontonan atau konten yang disajikan pada masyarakat yakni tontonan dan konten yang ada hanyalah dalam rangka mengedukasi masyarakat dan muaranya untuk semakin meningkatkan iman dan takwa masyarakat. 

Jika masih luput dari adanya pelanggaran, negara akan memberlakukan sanksi yang harus memberi efek jera agar kasus serupa tidak terulang lagi. Kasus pornografi terkategori kasus takzir dalam syariat Islam. Khalifah berwenang menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Jenis hukuman bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Pada kasus pornografi yang berkaitan dengan perzinaan, maka akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Bagi ghayru muhsan 100 kali cambuk, sedangkan muhsan berupa hukuman rajam. Demikianlah mekanisme Islam agar sistem sosial masyarakat sehat dan minim dari pornografi dan pornoaksi. Kondisi ini sekaligus menjadi langkah strategis negara untuk melindungi seluruh warga, entah sebagai korban maupun mencegah mereka yang berpotensi menjadi pelaku. Hanya sistem Islam satu-satunya yang mampu melindungi anak dan memutus mata rantai pornografi pada anak. Wallahu alam bisshawab.