-->

Ramadan dan Lebaran Menumbuhkan Perekonomian, Bukti Syariat Islam Membawa Keberkahan

Oleh: Bunda Hanif (Pendidik)

Dikutip dari laman Antara News (16-4-2024), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi  kreatif (Kemenparekraf) mengungkapkan bahwa potensi perputaran ekonomi yang terjadi selama libur Lebaran 2024 berdasarkan survey (14-4-2024) kepada 1.758 responden, mencapai Rp 369,8 triliun. Jadi rata-rata pengeluaran masyarakat saat berwisata selama libur Lebaran mencapai Rp 2,3 juta per orang. 

Pengeluaran masyarakat ini turut ditopang oleh pengeluaran untuk akomodasi, transportasi, konsumsi, hingga oleh-oleh. Dari sisi akomodasi, sebanyak 34,5% wisatawan memanfaatkan hotel berbintang untuk menginap dan 26,9% dengan memanfaatkan akomodasi milik keluarga. 

Adapun destinasi wisata yang menjadi favorit masyarakat masih tersebar di Pulau Jawa yang meliputi Malioboro-Yogyakarta, Lembang-Bandung, Pangandaran-Jawa Barat, Puncak-Bogor, Ragunan-Jakarta, Borobudur-Jawa Tengah, Bromo-Jawa Timur. Mengapa secara dominan terjadi di Pulau Jawa? Karena penduduk Pulau Jawa sangat banyak jumlahnya.

Dikutip dari laman resmi Kemenhub (5-4-2024), Menhub Budi Karya Sumadi menegaskan, akan berdampak signifikan terhadap peningkatan pergerakan ekonomi masyarakat, khususnya bagi daerah asal pemudik.

Berdasarkan hasil survey Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kemenhub, masyarakat yang melakukan mudik adalah sebesar 193 juta orang. Angka tersebut sangat besar, bahkan mengalami kenaikan hingga 56% dibandingkan 2023.

Islam Membawa Kebaikan dan Keberkahan

Selama Ramadan konsumsi rumah tangga tentu meningkat, sehingga wajar saja jika roda ekonomi berputar lebih kencang. Pergerakan ekonomi selama Ramadan dan Lebaran bergulir ke berbagai sektor, mulai dari barang-barang kebutuhan pokok, jasa, transportasi, pariwisata, makanan, minuman sampai manufaktur. 

Fakta tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan syariat Islam membawa kebaikan, meskipun baru sebagian, yakni pada momentum Ramadan dan Idul Fitri. Pada saat Ramadan dan Lebaran, umat muslim lebih terdorong untuk berbagi dan membahagiakan saudara sesama muslim, khususnya kepada yang kurang mampu. 

Itulah kelebihan Islam. Dari sini saja kita bisa memperhitungkan, seandainya syariat Islam diterapkan secara keseluruhan tentu kebaikan dan keberkahan bagi umat ini akan jauh lebih banyak lagi. 

Saat Ramadan, semua amal ibadah dilipatgandakan. Oleh karenanya umat muslim berlomba-lomba dalam meningkatkan amal ibadahnya. Salah satu amal saleh yang pahalanya amat besar adalah memberi makan orang yang berpuasa (berbuka puasa). Begitu pun saat Idul Fitri, kaum muslim berbagi dalam bentuk zakat fitrah maupun zakat harta (mal). 

Tradisi memberikan uang kepada anak-anak saat berkunjung ke sanak saudara juga berpengaruh terhadap peningkatan pergerakan uang. Meski dalam kacamata kapitalisme fenomena ini hanya dipandang berdasarkan capaian profit, tetapi sebagai umat muslim kita harus menyadari bahwa ketaatan pada syariat Allah sudah pasti membawa kebaikan dan keberkahan. 

Allah Taala berfirman, “Adapun orang yang memeberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (TQS Al-Lail : 5-7)

Juga dalam ayat, “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (TQS An-Nur : 52)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Qatadah mengatakan, makna dari ayat tersebut adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh keduanya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh keduanya, dan takut kepada Allah atas dosa-dosa yang telah lalu serta bertakwa kepada Allah dalam menghadapi masa depannya. Orang-orang yang berhasil meraih semua kebaikan dan selamat dari semua keburukan di dunia dan akhirat adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. 

Wallahu a’lam bisshowab