-->

Meningkatnya Kejahatan saat Ramadhan, Kemanakah Iman?

Oleh: Ida Fitria (Staf TU di salah satu Sekolah Menengah Atas)

Sebuah rumah di kawasan Perum Bukit Agung, Kelurahan Sumurboto, Kecamatan Banyumanik, Semarang, dibobol maling. Pencurian ini terjadi saat pemilik rumah pergi shalat Tarawih, (KumparanNews.com, 25/03/2024). Sungguh miris kesucian bulan Ramadhan ternodai dengan maraknya kejahatan di tengah masyarakat.  Kejahatan ini akibat kemiskinan yang mendera masyarakat dan lemahnya iman di dada. Para pencuri dan perampok ini mempunyai slogan, jangankan cari rizki yang halal, yang haram saja susah. Mereka mencari cara instan di antara himpitan dan kesulitan hidup. Kondisi ekonomi saat ini sungguh membuat kelabakan semua orang, jangankan yang tidak berpenghasilan, yang berpenghasilan pun tidak cukup memenuhi kebutuhan, apalagi menjelang Ramadhan dan lebaran semua kebutuhan melonjak tajam.

Semua akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menciptakan kemiskinan dan lemahnya iman, jika iman seseorang kuat bagaimanapun kondisinya dia tidak akan menyalahi syariat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun sistem saat ini justru menggerus keimanan seseorang dan yang menjadikan standar dalam hidupnya bukan lagi halal haram, melainkan yang menjadi standar adalah materi atau harta, sehingga orang dipandang, disegani, dihormati bahkan standar bahagianya pun karena harta, sehingga orang-orang berlomba – lomba mengumpulkan harta dengan menghalalkan segala cara, dengan cara merampok dan mencuri misalnya, bisa mencuri milik sesama atau mencuri uang rakyat atau korupsi. Jika mereka yang sudah berpunya bahkan sudah berlebih saja masih menumpuk harta, bagaimana dengan yang memang benar – benar tidak punya, mereka mencuri untuk memenuhi kebutuhan primer sehari – hari. Mencuri memang tidak benarkan dalam Islam tetapi jika mencuri itu dalam rangka memnuhi kebutuhan tentu ada pertimbangan dalam persidangan Islam. 

Islam menjadikan negara sebagai ra’in, yang menjamin kesejahteraan rakyat melalui  pemenuhan kebutuhan pokok rakyat oleh negara, jadi jika ada kasus pencurian karena kelaparan, yang akan mendapat sanksi adalah pejabat yang berwenang, karena lalai atas warganya yang kelaparan. Juga adanya jaminan keamananan bagi warganya sehingga tidak khawatir akan adanya pencurian. Jauh dari kondisi sekarang, orang tidak tenang saat punya harta khawatir ada pencurian, bahkan tidak tenang ibadah karena khawatir ada yang menyatroni rumahnya. Gambaran keamanan terjaga, seperti di Mekkah saat adzan berkumandang, semua toko tanpa di tutup, ditinggal sholat aman semuanya. 

Islam membangun kehidupan yang aman dan tentram dengan kekuatan tiga pilar  yaitu ketakwaan individu, masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan aturan Islam termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Hukuman pencuri dalam Islam adalah dipotong tangannya, siapapun akan berpikir ulang untuk mencuri, sesuai terjemahan surat Al Maidah ayat 38 yaitu “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Wallahu ‘alam bishowab