-->

Mengapa Kejahatan Meningkat di Bulan Ramadhan?

Oleh: Binti Masruroh

Sungguh sangat miris, tindakan kejahatan marak pada bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan yang semestinya digunakan untuk melakukan berbagai amal kebaikan justru ternoda dengan meningkatnya tindakan kejahatan di tengah masyarakat. Padahal pada bulan Ramadhan pintu-pintu surga di buka dan pintu-pintu neraka di tutup dan setan dibelenggu. 

Dikutip news.batampoas.co.id  22/03/24 Kepolisian Republik Indonesia mengungkapkan bahwa kasus kriminal atau gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) mengalami kenaikan signifikan. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi Adriwulan Chaniago mengemukakan pada tanggal 18 Maret 2024 terjadi kenaikan kasus kejahatan  sebanyak 1.145 kasus atau 112,12 persen dibanding hari sebelumnya tanggal 17 Maret 2024 sebanyak  1.021. Lima jenis kejahatan yang menjadi catatan tertinggi kepolisian adalah pencurian dengan pemberatan(197 kasus), narkotika (158 kasus), curanmor (63 kasus), pencurian dengan kekerasan (22 kasus) dan perjudian (16 kasus).

Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai meningkatnya kejahatan masyarakat pada bulan Ramadhan hingga jelang lebaran disebabkan karena peningkatan kebutuhan masyarakat yang tingga sehingga pengeluaran juga semakin tinggi, tetapi tidak diikuti dengan adanya peningkatan penghasilan, sehingga ada masyarakat yang melakukan jalan pintas untuk mendapatkan peningkatan pendapatan (mediaindonesia.com 27/03/24).

Maraknya kejahatan atau tindakan kriminal sebenarnya disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah lemahnya keimanan Individu, karenanya seseorang ketika melakukan suatu perbuatan hanya memperturutkan hawa nafsu, tidak memandang apakah perbuatan itu baik atau buruk, halal atau haram atau sesuai ajaran agama apa tidak, yang penting senang atau mendatangkan manfaat. Sebenarnya factor internal ini disebabkan oleh faktor eksternal yaitu penerapan sistem kapitalis sekuler.

Sekularisme (menjauhkan agama dalam urusan publik) menjadi landasan dalam penerapan berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, pergaulan dan sebagainya. Pendidikan sekularisme berhasil mencetak generasi yang liberal, generasi yang memiliki keimanan yang lemah, karena minimnya materi agama dalam struktur pendidikan, bahkan materi agama sering disesuaikan dengan nilai-nilai libera yang dikenal dengan moderasi beragama. Wal hasil lahirlah generasi Islam yang liberal sehingga  mudah melakukan tindakan kriminalitas.

Sekularisme juga menjadi landasan ekonomi, sehingga melahirkan ekonomi kapitalistik. Sistem ekonomi kapitalistik memberi keleluasaan kepada pihak swasta untuk mengelola sumber daya alam dan menguasai hajat hidup orang banyak seperti migas,air, jalan, listrik, pendidikan kesehatan dan sebagainya. Wal hasil hasil pengelolaan SDA yang semestinya  menjadi sumber utama pendapatan negara yang bisa digunakan untuk  membiayai kebutuhan publik masyarakat justru mengalir ke kantong segelintir kapitalis asing maupun aseng. Akhirnya rakyat harus membayar mahal berbagai kebutuhan hidup yang sebenarnya menjadi haknya untuk dipenuhi oleh negara.

Sudah menjadi tradisi dalam sistem kapitalis, terjadi lonjakan harga berbagai kebutuhan menjelang hari-hari besar. Negara gagal mengendalikan berbagai harga kebutuhan masyarakat.

Maraknya kejahatan juga karena sistem sanksi dalam sistem kapitalis sekuler tidak menjerakan. Selepas dari rutan tidak jarang pelaku kejahatan melakukan perbuatan serupa, bahkan lebih profesional lagi.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadikan negara berperan sebagai pengurus urusan rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Imam atau Khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab pengurusan rakyatnya" (HR.Bukhari)

Sebagai pengurus urusan rakyat negara akan menjamin kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan kebutuhan pokok rakyat oleh negara. Negara juga menjamin keamanan dan ketentraman kehidupan masyarakat.

Kehidupan yang aman dan tentram diwujudkan oleh negara dengan kekuatan tiga pilar yaitu ketakwaan individu, masyarakat yang peduli, dan negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.  

Dalam tataran individu negara membina ketakwaan individu menjadi sosok yang bertakwa. Negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan Aqidah Islam. Dari sana akan lahir generasi bertakwa yang berkepribadian Islam. Generasi yang menjadikan Syariat Islam sebagai standar dalam setiap perbuatannya. Ketakwaan inilah yang mencegah seseorang berbuat kejahatan.

Dalam kehidupan masyarakat, negara menumbuh suburkan budaya amar makruf nahi mungkar, sehingga tumbuh suasana berlomba-lomba dalam kebaikan di tengah masyarakat. Masyarakat saling peduli, saling menasehati, saling membantu apabila ada yang kekurangan secara materi.

Negara mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan memenuhi kebutuhan asasi setiap individu rakyat berupa, pangan, sandang dan papan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Negara juga menyediakan berbagai kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Kondisi ini secara preventif akan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan kriminal.

Namun demikian apabila di tengah masyarakat masih didapati pelaku tindakan kriminal, negara akan memberi sanksi yang sangat tegas sesuai ketentuan hukum Islam. Seperti apabila seseorang mencuri dan mencapai nisab maka akan diberi sanksi dengan memotong tangan. Sebagaimana firman Allah yang artinya “Pencuri lai-laki dan pencuri perempuan maka potonglah tangan keduanya sebagai balasan  atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."(Terjemah QS. Maidah: 38).

Prinsip sanksi dalam Islam adalah untuk menimbulkan efek jera (zawajir) baik bagi pelaku maupun masyarakat secara umum dan sebagai penebus dosa pelaku (jawabir).

Hanya dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah maka seluruh kejahatan akan bisa diberantas dengan tuntas, dan akan terwujud kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman tentram lahir batin. Wallahu a’lam bi ash- shawab.