Pinjol Semakin Meningkat Di Bulan Ramadhan
Oleh: Euis Daniawati
Maraknya aktivitas utang ke pinjol saat Ramadhan merupakan hal yang kontradiktif dengan kesucian bulan puasa. Alih-alih menambah ketaatan dan ketakwaan, malah justru makin memupuk perbuatan maksiat akibat aktivitas ribawi yang Allah SWT haramkan. Padahal Ramadhan mendapat gelar syahrul mubarak (bulan yang diberkahi) karena banyaknya berkah yang Allah turunkan, sedangkan berkah dimaknai sebagai ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan). Lantas, bagaimana keberkahan tersebut bisa terwujud jika riba merajalela?
Utang melalui pinjol diprediksi mengalami kenaikan pada bulan Ramadhan. Pasalnya UMKM butuh modal untuk meningkatkan produksi akibat permintaan meningkat. Data OJK menunjukkan bahwa 38,39% dari transaksi pinjol merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM. Adapun penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun (ojk.go.id, 8/7/2023).
Pinjaman UMKM pada pinjol digunakan untuk keperluan menambah modal demi memenuhi permintaan pasar. Pinjol lebih disukai oleh konsumen karena prosedurnya lebih mudah daripada bank atau lembaga pembiayaan lainnya. Namun, sebenarnya pinjol menetapkan bunga yang sangat tinggi melebihi bank. Belum lagi perilaku para penagih pinjol yang kerap mengintimidasi nasabah jika terjadi keterlambatan pembayaran. Akibatnya, nasabah merasa tertekan hingga tidak sedikit yang stres dan bunuh diri.
Terlepas dari jenis lembaga keuangannya, baik bank, fintech, maupun lainnya, semuanya berbasis riba yang diharamkan dalam Islam. Saat ini, riba merajalela karena sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia menjadikan riba sebagai pilarnya. Mayoritas transaksi di dalam kapitalisme mengandung riba. Akibatnya, terjadi kerusakan yang luar biasa, baik yang menimpa individu maupun masyarakat. Oleh karenanya, pelaku UMKM hendaknya menjauhi praktik riba tersebut. Harta yang diperoleh dari jalan riba tidak akan berkah karena riba digambarkan sebagai perang terhadap Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kalian beriman. Apabila kalian tidak melakukannya maka yakinlah dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Apabila kalian bertaubat, kalian berhak mendapatkan pokok harta kalian. Kalian tidak menzalimi dan juga tidak dizalimi” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 279).
Bagaimana harta kita bisa berkah jika masih terlibat riba? Oleh karenanya, kita butuh solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Ketika Islam melarang riba, Islam juga memberi solusi bagi masyarakat yang membutuhkan. Haramnya riba telah Allah SWT firmankan di dalam Q.S. Al-Baqarah: 275, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Islam menjadikan negara sebagai raa’in, termasuk dalam menyediakan dana untuk UMKM. Negara berperan dalam mengembangkan usaha rakyat, sebagai salah satu sumber mata pencaharian rakyat. Islam memiliki sistem ekonomi yang menjamin kemudahan berusaha termasuk dalam penyediaan dana dan tentu saja tanpa riba karena Islam mengharamkannya.
Sistem Islam memberikan solusi bagi masyarakat yang perlu membeli kebutuhan sehari-hari dengan mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan, terpenuhinya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi tiap-tiap orang, serta terwujudnya kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka momen Ramadhan pun akan disambut dengan memperbanyak amal shaleh, bukan malah meningkatkan utang ribawi, karena kebutuhan modal usaha untuk UMKM akan dipenuhi dengan sistem pinjaman nonribawi atau bahkan hibah dari baitulmal. Keberkahan akan Allah SWT curahkan bagi umat Islam. Kebutuhan masyarakat akan terpenuhi, dan para pengusaha bisa berbisnis dengan tenang, tidak menodai bulan suci ini, serta tidak melanggar apa yang Allah larang.
Posting Komentar