-->

Masalah Banjir Terulang Kembali, Islam Jadi Solusi

Oleh: Ummu Farras

Banjir kembali melanda. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatra Barat, menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir bandang selama 14 hari. Melansir Antara, tanggap darurat banjir Pesisir Selatan ini ditetapkan mulai 8 Maret 2024. Sekretaris Daerah (Sekda) Pesisir Selatan Mawardi Roska mengatakan masa tanggap darurat selama 14 hari ditetapkan karena banjir bandang yang melanda Pessel terdampak terhadap puluhan ribu warga di 11 kecamatan.

Berdasarkan data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban tewas imbas bencana ini mencapai 19 orang, dan 7 lainnya masih dalam pencarian. Mawardi melanjutkan Pemkab Pessel saat ini sedang berjuang untuk menyalurkan bantuan berupa makanan kebutuhan pokok kepada korban banjir bandang. Apalagi, sebagian infrastruktur jalan yang rusak itu merupakan jalan lintas sumatera penghubung Sumbar dengan Provinsi Bengkulu yang menjadi salah satu urat nadi perekonomian. (CNN Indonesia, 10/03/2024) 

Masalah bencana banjir ini bukanlah perkara baru. Nyaris setiap musim penghujan bencana banjir pasti jadi langganan. Risiko ekonomi dan sosial yang ditimbulkan pun sudah tidak terhitung lagi. Sementara masyarakat dipaksa menerima keadaan, dengan dalih semua terjadi lantaran faktor alam.

Padahal, penyebab banjir tidak semata faktor alam. Ada banyak hal yang harus dievaluasi dari perilaku manusia, utamanya terkait budaya dan kebijakan struktural dalam pembangunan. Begitupun dengan dampak yang ditimbulkan. Seringkali negara gagap melakukan mitigasi bencana sehingga berbagai dampak tidak terantisipasi sebaik-baiknya.

Para penguasa sejauh ini malah sibuk berpolemik saat bencana sudah terjadi. Alih-alih mencari solusi, masing-masing sibuk mencari kambing hitam, bahkan menjadikannya sebagai bahan untuk saling serang. Wajar jika PR soal banjir tidak pernah kelar. Bahkan eksesnya makin besar dan sulit diselesaikan.

Sebetulnya, mudah untuk memahami bahwa bencana banjir, bahkan bencana lainnya bersifat sistemis dan harus diberi solusi sistemis. Faktor cuaca ekstrem misalnya, ternyata terkait dengan isu perubahan iklim yang dipicu perilaku manusia yang kian niradab terhadap alam, termasuk akibat kebijakan pembangunan kapitalistik yang eksploitatif dan tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan.

Curah hujan yang tinggi tidak akan jadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi, tanah resapan tidak dibetoni, daerah aliran sungai tidak mengalami abrasi, dan sistem drainase dibuat terintegrasi. Bukankah Allah SWT telah menciptakan sistem hidup yang penuh keseimbangan dan harmoni? Kehadiran hujan pun sejatinya mendatangkan rahmat, bukan menjadi laknat.

Meluasnya bencana banjir justru menunjukkan gurita kapitalisme makin mencengkeram. Eksploitasi lahan tambang, alih fungsi lahan, dan deforestasi faktanya memang kian tidak terkendali. Permukaan tanah pun makin turun akibat konsumsi air tanah untuk penunjang fasilitas hunian-hunian elit dan industrialisasi. Begitu pun dengan sungai. Volumenya makin menyempit akibat melimpahnya produksi sampah dan sedimentasi dampak hunian di bantaran kali.

Sejatinya, dunia ini butuh sistem Islam karena paradigma sistem Islam bertentangan secara diametral dengan sistem kapitalisme yang diterapkan sekarang. Dalam sistem kapitalisme, kebijakan penguasa yang merepresentasi kepentingan para pemilik modal justru jadi sumber kerusakan, sementara sistem Islam lahir dari keimanan dan ketundukan pada Zat Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam.

Ajaran Islam benar-benar mengajarkan harmoni dan keseimbangan. Adab terhadap alam bahkan dinilai sebagai bagian dari iman. Fungsi kekhalifahan adalah refleksi dari fungsi penghambaan, maka siapa pun yang melakukan kerusakan terhadap keseimbangan alam dianggap sebagai pelaku kejahatan dan dinilai sebagai bentuk kemaksiatan.

Penguasa dalam Islam betul-betul berperan sebagai pengurus dan penjaga umat. Semuanya bisa berjalan saat syariat Islam diterapkan secara keseluruhan. Syariat inilah yang mengatur halal haram, alias yang boleh dan terlarang hingga kerahmatan bisa dirasakan oleh seluruh alam.

Islam misalnya, menetapkan sumber daya alam termasuk hutan, sungai, dan tambang sebagai milik rakyat. Islam mengatur soal penggunaan tanah dan pentingnya memperhatikan tata ruang. Lalu memberikan kewenangan pengelolaannya kepada negara sebagai pemelihara urusan rakyat, seraya dengan tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi secara serampangan sebagaimana biasa dilakukan dalam sistem sekarang.

Itulah kenapa saat sistem Islam ditegakkan, tidak pernah terjadi bencana yang penyebabnya di luar faktor alam. Oleh karena itu, seluruh bencana yang terjadi pada masa itu statusnya benar-benar sebagai musibah dan ujian, bukan dampak dari kerakusan dan niradab manusia terhadap lingkungan.

Wajar jika musibah seperti ini justru memberi hikmah yang banyak, terutama membuat umat manusia makin dekat kepada Allah Taala. Bukan malah menambah jauh umat manusia dari syariat Rabbnya. Juga membuat penguasa lebih bersungguh-sungguh mengurus rakyatnya. Dengan mengerahkan segenap kemampuan untuk mencegah terjadinya bencana, dan melakukan mitigasi sebaik-baiknya saat bencana tidak terhindarkan. Sebagaimana tampak ketika Sayyidina Umar ra. begitu khawatir akan Allah tanya ketika ada kambing yang terperosok akibat jalan berlubang sedikit saja.

Sungguh umat Islam hari ini harus segera bertobat kepada Allah SWT. Kedurhakaan mereka sudah sedemikian parah hingga Allah SWT tidak henti menurunkan bencana sebagai peringatan dalam berbagai bentuknya.

Adapun caranya adalah dengan serius berjuang mengembalikan sistem kepemimpinan Islam. Yakni dengan jalan dakwah membangun kesadaran di tengah umat tentang rusaknya sistem kapitalisme sekuler neoliberal sekaligus tentang urgensi hidup di bawah naungan syariat Islam.

Keterlibatan kita dalam dakwah insyaallah akan menjadi penggugur dosa akibat hidup di bawah naungan sistem kapitalisme sekuler neoliberal. Juga insyaallah akan menyelamatkan kita dari besarnya azab yang akan Allah timpakan kepada mereka yang durhaka.

Allah SWT berfirman,

وَاتَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَاۤصَّةً ۚوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS Al-Anfal : 25)

Wallahu'alam bisshawab