Bullying: Gimana Ga Marak, Wong Sistemnya Rusak
Oleh: Anita Humayroh
Belakangan ini, masyarakat kembali dibikin heboh dengan maraknya kasus bullying yang terjadi pada kalangan siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Baru-baru ini, korban perundungan atau bullying yang dilakukan siswa SMA Binus Internasional, BSD Kota Tangsel, mengaku mendapat ancaman-ancaman via media sosial dan telepon. Hal itu diungkap oleh tim hukum P2TP2A Kota Tangsel, M Rizki Firdaus. Ia mengatakan, korban beberapa kali sempat menerima telepon via aplikasi line terkait pemberitaan yang beredar.
“Jadi ada beberapa kali telepon lewat line. Terus lebih ke pemberitaan-pemberitaan yang beredar di twitter (X)," ungkap tim hukum P2TP2A Kota Tangsel, M Rizki Firdaus. (Liputan6.com, 26022024)
Dalam kehidupan sehari-hari, candaan para anak kecil yang masih sekolah adalah hal yang lumrah. Bullying bisa dimulai dengan candaan. Namun perlu digarisbawahi, candaan yang terjadi terus menerus, berulang, hingga akhirnya menyakiti seseorang, itu namanya jadi bullying. Candaan yang mengandung unsur negatif, apalagi dilakukan secara sadar, maka itu sudah masuk ke ranah bahaya. Pelaku telah mengintimidasi, yang itu artinya bisa mempengaruhi psikis objek yang dibully.
Setidaknya ada 4 macam jenis bullying yang kita ketahui :
Pertama, bullying emosional ialah bullying yang tujuannya untuk menolak dan memutuskan hubungan korban dengan orang lain, meliputi pelemahan harga diri korban. Contoh : menyebarkan rumor, mempermalukan seseorang di depan umum, menghasut untuk menjauhi seseorang, menertawakan, menghancurkan reputasi seseorang, dll.
Kedua, bullying fisik, yaitu jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. Contoh nya memukul, menendang, meludahi, mendorong, mencekik, dll.
Ketiga, bullying verbal, yaitu bully yang menggunakan bahasa verbal yang tujuanya yaitu menyakiti hati seseorang. Seperti mengejek, memberi nama julukan yang jelek, memfitnah, meneror dan lain-lain. Bully ini dapat menimbulkan trauma pada si korban dan psikologis korban dapat terganggu.
Keempat, bullying cyber adalah merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan melalui media elektronik atau online seperti handphone, komputer, internet, website, e-mail, SMS, dan lain-lain. Contohnya yaitu dengan mengirimkan tulisan, gambar atau video yang bertujuan untuk mengintimidasi, menakuti, dan menyakiti korban.
Kasus bullying semacam ini tidak boleh disepelekan.
Dalam wawancara dengan UNAIR NEWS, kasus bullying telah terjadi sejak lama, sayangnya permasalahan tersebut masih belum tertangani dengan baik hingga kini. Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan angka 87 kasus bullying yang terjadi pada trisemester tahun 2023.
Naasnya angka tersebut merupakan angka kasus yang terlapor di KPAI belum mencakup kasus yang tak terlapor. Hal ini disebabkan karena masih kerap terjadi pada korban untuk enggan melaporkan kasus tersebut karena beberapa hal. Yakni, ancaman dari sang pelaku dan intimidasi serta judging dari masyarakat.
Psikolog UNAIR tersebut mengatakan bahwa hal ini sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Melihat, dampak yang ditimbulkan oleh kasus bullying berdampak besar dari sisi korban, pelaku dan sanksi. Jika tidak segera ditangani dengan segera, hal tersebut menjadi bad memories dan akan melekat hingga dewasa serta berdampak pada keberlangsungan hidup.
“Permasalahan yang menahun ini sudah saatnya segera diberantas hal ini akan berdampak pada generasi muda sebagai penerus bangsa kita. Perlu adanya kolaborasi berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah tersebut, kita tidak dapat tinggal diam saja,” papar Psikologi UNAIR itu.
Tiara Diah menjelaskan bahwa merujuk pada perspektif psikologi sosial salah satu penyebab kasus bullying adalah karena adanya kesalahan pada norma sosial yang menormalisasi kasus bullying. Hal itu merupakan kesalahan yang fatal pada lingkungan sekolah. Menurutnya, tidak ada ketegasan kebijakan sekolah kepada pelaku kasus bullying. Hal itu dapat mengakibatkan tersedianya ruang bagi pelaku untuk bebas dan tidak memberikan efek jera. Sebaiknya, setiap sekolah dan instansi manapun harus menegakan kebijakan yang tegas dalam memberantas tindakan bullying.
Hal ini diperparah dengan posisi negara yang lepas tangan dalam kasus ini. Tidak adanya alur yang jelas bagi korban untuk melaporkan kasus bullying dan juga sanksi tegas bagi para pelaku perundungan tersebut. Kondisi inilah yang menimbulkan rasa keraguan pada korban untuk berani speak up dan memberikan ruang nyaman untuk membagikan kejadian traumatisnya.
Permasalahan bullying di sekolah merupakan hal yang sangat kompleks. Perlu adanya kesadaran dan perhatian dari seluruh aspek untuk memangkas permasalahan bullying ini.
Dalam perspektif Islam, tindakan perundungan (bullying) dianggap sebagai perbuatan yang sangat tercela. Islam adalah agama yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan, termasuk prinsip untuk menghormati dan peduli terhadap sesama manusia. Oleh karena itu, Islam melarang segala bentuk perilaku yang dapat menyakiti atau merendahkan orang lain, termasuk perundungan. Hal itu sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Surah Al-Hujurat ayat 11:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah satu kelompok mengolok-olok kelompok lain, karena mungkin kelompok yang diejek itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan-perempuan lain, karena mungkin perempuan-perempuan yang diejek itu lebih baik dari perempuan-perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencaci diri sendiri."
Bullying pernah terjadi di zaman Rasulullah. Diceritakan bahwa pernah ada seseorang yang menghina Abu Bakar Ash-Shiddiq di hadapan Rasulullah. Bully tersebut dilakukan berulang kali, namun Rasulullah hanya diam. Abu Bakr yang menjadi objek bullying tak tahan hingga membalas hinaan orang tersebut.
Melihat sikap Abu Bakr, Rasulullah meninggalkannya. Karena tak enak hati, akhirnya Abu Bakr menemuinya dan mempertanyakan mengapa beliau pergi. Rasulullah pun menjawab, “Ketika kamu diam saat dihina, maka malaikat akan duduk di sampingmu. Malaikat itulah yang akan membalas hinaan orang tersebut. Namun, ketika kau membalas hinaannya, malaikat itu pergi dan setanlah yang duduk di sampingmu untuk menggodamu. Aku tidak ingin duduk di samping setan, oleh karena itu aku pergi.”
Kisah lainnya adalah bullying yang menimpa Ibnu Mas’ud. Mungkin kisah ini lebih familier kita dengar. Ibnu Mas’ud, ketika itu hendak mengambil ranting yang akan dijadikan siwak oleh Rasulullah. Ketika Ibnu Mas’ud berada diatas pohon, Tiba-tiba angin bertiup kencang. Angin itu membuat jubah yang menutupi kakinya tersingkap.
Saat Ibnu Mas’ud menutup kembali jubahnya, tiba-tiba orang-orang mengejek dan menertawakanmya. “Lihat! Betis Abdullah, kecil seperti ranting! Hahaaaa”. Mendengar perkataan orang itu, ia merasa sangat sedih dan malu.
Di saat itulah, Ibnu Mas’ud melihat Rasulullah datang menghampiri. "Apa yang kalian tertawakan? Ketahuilah timbangan pahala salah satu betis Abdullah Ibnu Mas’ud lebih berat dibandingkan gunung Uhud,” Sabda Rasulullah. Ibnu Mas’ud yang tadinya sedih, segera tersenyum bahagia mendengar perkataan Rasulullah. Sejak hari itu, ia bertekad untuk percaya diri dan tidak akan pernah malu lagi dengan keadaannya.
Jangankan para sahabatnya, Rasulullah saja sering menjadi korban bullying di masa awal perjuangan dakwah. Beliau difitnah, dihina, disiksa, dilempar batu, dilempar kotoran, dan ujian lainnya yang beliau bisa melewatinya dengan keistimewaan akhlak yang beliau miliki.
Kisah-kisah di atas menginspirasi kita agar mampu menanamkannya pada anak-anak. Mengajarkan anak untuk tidak menjadi pembully dengan mendidik mereka sesuai dengan karakter yang dicontohkan oleh Rasulullah pun harus selalu dilakukan. Hal ini adalah bentuk penjagaan dari rumah untuk mengikat anak anak kita menjadi pribadi yang senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT. Begitupun lingkungan masyarakat, yang harus selalu peka terhadap kasus-kasus perundungan semacam ini dan tidak tinggal diam jika melihat kejadian yang serupa.
Hal terpenting dalam seluruh komponen penjagaan ini adalah adanya peran negara dalam menciptakan suasana yang islami, baik di lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Membuat kebijakan yang mewajibkan pembentukan karakter islami di sekolah dan juga menghadirkan sanksi tegas sebagai upaya konkret yang menjadi efek jera bagi para pelaku kejahatan ini. Itu semua hanya bisa kita temui dalam sebuah sistem yang sudah pasti dapat menjamin kondisi keamanan bagi masyarakatnya. Yaitu sistem Islam. Karena, hanya Islam lah yang memiliki seperangkat hukum yang sempurna, yang dapat menyelesaikan satu permasalah tanpa menimbulkan permasalahan baru.
Wallahu alam bishhowab.
Posting Komentar