-->

Bansos Dipolitisasi, Buah Kerakusan Sistem Demokrasi

Oleh Siti Rusmiati, S.Pd.

Pendidik Generasi

Beredar kabar Presiden Jokowi memanfaatkan kekuasaannya untuk mengkampanyekan putera mahkota dalam pemilu 2024. Kabar tersebut mencuat dikarenakan Presiden Jokowi menggelontorkan beberapa jenis bansos akhir-akhir ini. Hal tersebut memicu kontroversi dari masyarakat, Presiden Jokowi dianggap melancarkan aksi Dinasti Politik dan Aji Mumpung. Meski kabar miring terus bergulir, Presiden Jokowi menampik hal tersebut dan buka-bukaan mengenai alasannya membagikan bansos menjelang pemilu. Seperti yang dimuat dalam detik Finance

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan sederet bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun kemarin. Mulai dari bantuan pangan beras 10 kilogram (kg), BLT El Nino Rp200 ribu per bulan, hingga yang terbaru BLT mitigasi risiko pangan Rp200 ribu per bulan.

Alasan utama pemberian sederet bansos untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Penguatan daya beli ini perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan, meroketnya harga pangan juga diakui Jokowi terjadi di berbagai negara bukan cuma Indonesia.

"Pertama ya kita tahu ada kenaikan harga beras di seluruh negara bukan hanya Indonesia saja. Kedua kita ingin perkuat daya beli rakyat, yang di bawah," papar Jokowi usai menghadiri kongres XVI Gerakan Pemuda (GP) Ansor, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024).

Sudah semestinya pemerintah berkewajiban menjamin kesejahteraan rakyat dalam segala keadaan, tidak terbatas oleh kepentingan penguasa yang bersifat musiman.

Kebutuhan hidup yang makin meningkat membuat masyarakat mudah terjerat dalam permainan yang dilakukan para pejabat. Masyarakat tidak memikirkan dari mana dan adakah tujuan lain bansos tersebut diberikan.

Begitupun dengan para pejabat, demi mendongkrak suara rakyat mereka lancarkan aksi heroik ditengah himpitan ekonomi rakyat yang kian menjepit.

Mirisnya aksi tersebut berujung pada pemenuhan kepentingan yang bersifat pribadi bukan karena pemenuhan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan rakyat.

Demikianlah gambaran dari sistem yang berasal dari manusia. Sistem demokrasi yang katanya dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Faktanya rakyat yang mana yang diuntungkan?

Hal tersebut berbanding terbalik dengan sistem Islam. Islam mengatur kewajiban pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ekonomi rakyat. Seperti dalam hadis yang Rasulullah sampaikan,

"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya." (H.R. Bukhori)

Islam mewajibkan khilafah untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan umum bagi rakyat. Kedua kebutuhan ini akan dijamin oleh khilafah.

Untuk memenuhi kebutuhan pokok, secara tidak langsung khilafah akan menjaminnya yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk laki-laki, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Selain itu, khilafah akan mengontrol harga bahan pokok agar terjangkau oleh masyarakat.

Sedangkan untuk kebutuhan umum khilafah akan menjamin secara langsung seperti dalam hal biaya pendidikan, pengobatan, infrastruktur semua fasilitas itu bisa dinikmati oleh masyarakat secara gratis.

Islam menetapkan kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Amanah yang digunakan untuk menerapkan hukum Allah bukan hukum buatan manusia seperti dalam sistem demokrasi.

Maka dari itu, khilafah akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum syarak yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang bertanggung jawab jujur dan amanah.

Seorang pemimpin yang memiliki kepribadian Islam, memimpin masyarakat Islam dan khilafah akan menerapkan sistem Islam dengan mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih kriteria calon pemimpin.

Dengan demikian seorang pemimpin yang dipilih rakyat merupakan seorang yang tepat dan berkualitas karena keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Sehingga tidak perlu pencitraan agar disukai oleh rakyat.

Wallahualam bissawab