-->

Sikap Muslim Mulai Semu di Malam Pergantian Tahun Baru

Oleh: Julia Sara, S.I.Kom (Aktivis Muslimah Aceh)

Meningkatnya jumlah wisatawan pada libur natal dan tahun baru di beberapa titik Indonesia seolah tak menunjukkan empati bagi warga muslim Gaza, muslim Rohingya, dan beberapa wilayah muslim yang masih tertindas juga terjajah.

Padahal Rasulullah Saw. bersabda, "kaum muslimin ibarat satu tubuh, apabila ada satu bagian anggota tubuhnya yang sakit, maka bagian lainnya akan terasa sakit pula." Seperti inilah, harusnya sikap kaum muslimin terhadap saudara muslimnya yang ada di belahan dunia lain atau di sekitar kita.

Namun, sangat jauh panggang dari api sikap semu kaum muslimin di pergantian tahun baru seolah menghapuskan perasaan sakit tersebut. Banyaknya pesta kembang api yang digelar begitu meriah, sementara di belahan dunia sana, Gaza sedang berjuang melawan zionis laknatullah yang selama 12 pekan ini menyerang dengan begitu brutal dan membabi-buta. Hampir 2,3 juta penduduk Gaza dipaksa keluar dari rumah mereka dan korban jiwa sebanyak 22.185 orang yang tertera di laman berita Detik online (03/01/2024).

Tak hanya itu saja, muslim Rohingya yang terdampar di Aceh juga ikut merasakan pilu akibat penolakan yang terus-terusan diterima. Belum usai penderitaan mereka setelah melarikan diri dari neraka tempat tinggalnya, kini mereka pun harus merasakan hal yang sama di tanah saudara muslim mereka.

"Kami kira akan mati di sini. Jika ada kehidupan yang lebih baik di sana (Bangladesh) untuk apa kami pergi. Kalau dikembalikan ke sana (Bangladesh) bunuh saja kami di sini”, ungkap salah satu pengungsi saat terjadi insiden pengusiran oleh oknum mahasiswa di Aceh beberapa saat lalu dalam wawancara dengan kanal berita BBC Online (29/12/2023).

Sungguh, begitu banyak permasalahan kaum muslimin yang terjadi, akan tetapi rasa empati justru semakin minim kepada saudara sesama muslim. Dan ini menunjukkan salah satu bentuk abainya kaum muslim terhadap urusan umat.

Di sisi lain pula, seiring waktu, sikap kaum muslim juga mulai kendor dalam menyuarakan pembelaan terhadap Palestina. Mulai terbiasa mendengar berita pengeboman dan penyerangan yang terjadi di Gaza, bahkan pemboikotan produk-produk yang dulu gencar disuarakan dan dilaksanakan juga mulai melonggar. Tempat-tempat makan yang sudah jelas-jelas berafiliasi terhadap zionis, mulai ramai pengunjung dan pembeli. Tidak ada lagi kepedulian terhadap hal itu.

Tak sampai di situ saja, kaum muslim juga terpecah-belah dan terprovokasi dalam menyikapi  muslim Rohingya. Sangat berbalik sikap kaum muslim dengan kasus Palestina yang menarik simpati begitu besar. Bahkan, fitnah-fitnah tak berdasar juga ikut mewarnai ketidaksukaan umat terhadap muslim rohingya yang terjadi di berbagai platform media.

Sementara, Meta membungkam akun-akun yang menyuarakan tentang Palestina, umat semakin bersuara di media untuk menunjukkan kepedulian terhadap muslim nun jauh di sana. Akan tetapi, umat justru membungkam akun-akun yang menyuarakan tentang Palestina dan menyerang balik kaum muslim yang terus bersuara untuk Rohingya.

Inilah dampak dari buah nasionalisme yang memupus ukhuwah antar sesama muslim yang memisahkan muslim yang satu dengan yang lainnya. Hanya melindungi dan turut membela kaum muslim yang ada dalam jangkauan saja. Sementara, muslim yang asing dan tak dikenali akan dibiarkan begitu saja, walaupun sudah banyak fakta-fakta yang ditampakkan.

Nasionalisme ini hadir akibat penerapan sistem batil, kapitalis-sekuler yang tidak berlandaskan pada agama sebagai dasar untuk membuat aturan dan mengatur kehidupan umat. Sehingga, budaya kufur yang ikut melanda umat tidak ada teguran maupun sanksi yang diberikan oleh negara. Negara justru diam dan ikut memfasilitasi budaya kufur yang merajalela dan merusak umat karena dibalik itu semua ada keuntungan fantastis yang diperoleh. Bukan hal yang lumrah jika dalam sistem kapitalisme, apapun yang mendatangkan manfaat dan uang, maka akan disokong dan difasilitasi.

Sementara dalam Islam, umat Islam adalah satu tubuh, sehingga wajib menunjukkan pembelaan, pertolongan dan sikap yang nyata kepada saudara muslim yang jelas-jelas ditindas dan dizalimi. Aturan Islam pun hadir dari sumber hukum Al-Qur'an yang menjadi pendoman bagi umat manusia, sehingga tidak ada budaya kufur yang melenggang bebas untuk meracuni umat, malah negara akan turun tangan untuk mengantisipasi hal tersebut.

Umat butuh Khilafah untuk menjaga agar setiap muslim tepat dalam bersikap mengamalkan hadis Nabi tersebut karena hanya Khilafah yang mampu menyelamatkan kaum muslim yang tertindas di bumi manapun.

Di bawah kepemimpinan seorang khalifah, umat akan terjaga dari kezaliman, penindasan, penjajahan, dan keterpurukan. Dengan Khilafah, syariat Islam dapat diterapkan secara sempurna. Dengan penerapan syariat Islam secara paripurna, kehidupan Islam akan terwujud dan keamanan bisa didapatkan. Bukan hanya bagi muslim, warga nonmuslim pun pasti akan merasa aman hidup di bawah naungan Khilafah.

Fakta ini sudah teruji secara empiris maupun historis. Bahkan, Khilafah memperlakukan masyarakat nonmuslim dengan sebaik-baik perlakuan terhadap sesama manusia. Lebih dari 13 abad Khilafah memimpin dunia, tidak ada penjajahan, penindasan, pemaksaan, apalagi genosida. Sudah saatnya umat bangkit dengan ikut memperjuangkan tegaknya Khilafah sebagai perisai hakiki. 

Wallahhu'alam bishawab.