-->

Permasalahan Stunting yang Semakin Genting

Oleh: Bunda Hanif

Permasalahan stunting kembali muncul ke permukaan dan menjadi perbincangan hangat  setelah Gibran Rakabuming salah sebut “asam sulfat” untuk ibu hamil, alih-alih asam folat. Salah satu fokus kerja pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Pada tahun ini, Sri Mulyani mengalokasikan dana untuk program penurunan stunting sebesar Rp 30 triliun. (Muslimahnews.com, 10/12/2023)

Para kandidat Pilpres 2024 tidak melewatkan isu tersebut dalam kampanye mereka. Seperti Prabowo yang berjanji akan menekan angka stunting hingga di bawah 10% jika dirinya menjadi Presiden dan akan menganggarkan Rp 400 triliun untuk mencegah stunting.

Gelontoran dana yang tidak sedikit untuk menangani stunting ternyata masih belum signifikan dalam menurunkan angka stunting. Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany, salah satu faktornya adalah adanya penyelewengan dana mulai di tingkat daerah. Dana tersebut bukannya digunakan untuk menangani stunting, justru digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas. 

Lambatnya penurunan angka stunting tidak terlepas dari perilaku korup para pejabat Indonesia. Mereka telah kehilangan nurani, merenggut hak anak untuk bisa hidup sehat penuh gizi. Ditambah lagi, Ketua KPK Firli Bahuri (kini mantan) malah menjadi tersangka korupsi. Hal ini membuat rakyat semakin pesimis akan pengawasan setiap program pemerintah. 

UNICEF mengatakan bahwa persoalan stunting adalah akibat anak kekurangan gizi selama dua tahun awal usianya., ibu kekurangan nutrisi saat hamil, serta sanitasi yang buruk. Kurangnya gizi pada anak dan ibu hamil disebabkan faktor kemiskinan. Alhasil, apapun programnya, selama kemiskinan belum terentaskan, sulit untuk menurunkan angka stunting.

Sebenarnya sudah ada tiga program Kemenkes dalam mencegah stunting. Pertama dengan pemberian tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri. Kedua, pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan yang mengandung zat besi pada ibu hamil. Ketiga, pemberian makanan tambahan berupa protein hewani pada bayi usia 6-24 bulan. 

Namun, program tersebut tidak bisa menyelesaikan permasalahan. Pemberian makanan tersebut tidak diberikan setiap hari, itu pun banyak yang hanya berupa biskuit, padahal ibu hamil dan balita harus makan tiga kali setiap harinya. Lalu bagaimana persoalan gizi ibu dan bayi bisa diselesaikan jika persoalan kemiskinan tidak bisa dientaskan.

Jika persoalan stunting terletak pada kemiskinan, sudah seharusnya upaya yang dilakukan adalah menyelesaikan kemiskinan itu. Namun selama sistem yang dipakai adalah sistem ekonomi kapitalisme, persoalan kemiskinan tidak dapat diselesaikan. Karena sistem tersebut yang telah menciptakan kemiskinan ektrem yang permanen. 

Sistem kapitalisme telah membatasi peran penguasa. Penguasa hanya sebatas regulator atau pembuat kebijakan, sedangkan seluruh persoalan rakyat malah diserahkan kepada swasta. Sistem ini pula yang menyebabkan kesenjangan. Yang miskin semakin miskin, sedangkan yang kaya semakin kaya. Tujuan dari sistem ini adalah mendapatkan profit sebanyak-banyaknya dan mengabaikan kesejahteraan rakyat. 

Jika sudah seperti ini, hanya orang kaya saja yang mampu memenuhi kebutuhan gizi bagi balita-balita mereka. Sedangkan rakyat miskin, jangankan untuk memenuhi gizi, untuk makan tiga kali sehari saja butuh perjuangan luar biasa. 

Bagaimana Islam menyelesaikan stunting?

Selama tata kelola negeri ini masih berlandaskan sistem kapitalisme, persoalan stunting akan sulit dientaskan. Berbeda dengan sistem Islam yang telah terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya, terlebih lagi dalam menangani stunting. 

Sistem Islam akan melahirkan penguasa yang amanah dan kapabel, sehingga benar-benar mengurus rakyatnya dengan sepenuh hati. Fungsi pemimpin dalam Islam adalah sebagai pengurus sekaligus pelindung rakyat, semua urusan rakyat menjadi tanggung jawab negara. 

Negara bertanggung jawab terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan dasar rakyatnya. Negara akan memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak. Jika ada kepala keluarga yang sakit atau cacat sehingga tidak bisa bekerja, maka kerabat mereka yang mampu harus menanggungnya. Namun jika tidak ada kerabat yang mampu, negara akan memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. 

Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab ra, beliau begitu khawatir jika ada rakyatnya yang kelaparan. Bahkan beliau rela memanggul gandum sendirian dan memasaknya langsung untuk seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan. Beliau juga menangis manakala ada seekor keledai yang terperosok di jalan yang rusak. Sungguh sosok pemimpin yang sulit ditemukan di dalam sistem saat ini. 

Demikianlah Islam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Persoalan stunting disebabkan karena kemiskinan ekstrem, sehingga solusinya adalah mengentaskan kemiskinan. Hanya Islam lah yang telah terbukti selama tiga belas abad mampu menciptakan kesejahteraan. Lalu mengapa kita mengambil sistem lain yang tidak mampu menyelesaikan semua persoalan?

Wallahu a’lam bisshowab