-->

Self Harm Demi Tren? Bahaya!

Oleh: Eli Ermawati (Pembelajar)

Beberapa waktu lalu ramai dibicarakan bahwa ada sebelas siswa Sekolah Dasar di Situbondo, Jawa Timur yang melakukan penyayatan pada tangan mereka sendiri. Setelah menyelisik lebih dalam ternyata perbuatan tersebut dilakukan karena mengikuti tren yang bernama Barcode Korea, disebuah media sosial yakni Tik Tok.

Melansir dari Kompas.com, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo Supiono mengatakan bahwa para siswa tersebut menyayat tangannya karena terpengaruh trending di Tik Tok, dengan menggunakan GDA Stik yang dijual oleh pedagang keliling di sekitar area sekolah. Mereka menyayat tangannya dengan membentuk barcode atau kode batang. Pelaku merasa itu akan mempercantik tangannya, setelah itu mereka mengunggahnya di akun TikTok-nya dengan hashtag #BarcodeKorea. (3/10/2023)

Sebenarnya hal serupa pernah terjadi di Bengkulu Utara pada Maret 2023 lalu, sejumlah siswi menyayat tangannya dengan alasan ikut tren. Aneh tapi nyata. Bisa-bisanya tertarik ikut tren padahal menyakiti diri sendiri. Mirisnya lagi tren unfaedah dan membahayakan ini begitu banyak diminati oleh kalangan remaja.

Membahas tentang tren, tidak akan terlepas dari persepsi atau cara pandang kita tentang makna hidup. Begitupun banyaknya remaja yang ikut tren berbahaya ini tidak lepas dari persepsi mereka bahwa hidup itu tujuannya hanya untuk kesenangan juga bisa menikmati hidup dengan bebas. Dan sebaliknya hidup terikat dengan aturan dianggap menyulitkan dan terkekang. Apalagi mengikuti aturan agama yang serba mengatur segala urusan kehidupan, mereka merasa tidak bebas, mau ini itupun ribet.

Dalam sistem kehidupan sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan, manusia bukanlah tidak mengakui keberadaan agama, hanya saja agama dicukupkan saat melakukan ibadah ritual saja, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari agama tidak layak menjadi rujukan. Semua dilakukan atas dasar perasaan saja, tidak lagi melihat halal haramnya. Maka wajar jika banyak kekacauan dalam hidup. Seperti fenomena remaja yang menyayat tangannya karena mengikuti tren, dalam pandangan mereka hal itu merupakan sesuatu yang keren dan gaul.

Demikian yang dilakukan siswa-siswi di Situbondo adalah sejenis self harm meski atas nama tren.

Self-harm adalah perilaku melukai atau menyakiti diri sendiri dengan sengaja sebagai pengalihan dari rasa sakit psikisnya ke fisik mereka. Padahal, dalam pandangan Islam ini tidak boleh, sebagaimana firman Allah Swt. "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah maha penyayang kepadamu."(TQS. An-nisa: 29). Bahkan Rasulullah Saw. juga menegaskan dalam sabdanya: “Tidak boleh menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain.” (HR Ibnu Majah). 

Fenomena self-harm karena tren ini menunjukkan betapa mudahnya budaya populer memengaruhi generasi remaja. Bermodalkan ingin disebut gaul keren, tanpa menyaring informasi lebih dulu, self harm pun dilakukan. Jika terus dibiarkan tentu saja kondisi ini membuat mental remaja semakin lemah dan sakit hingga tidak memahami makna tujuan hidup. 

Menata Kembali Tujuan Hidup

Memahami dan menata kembali tujuan hidup adalah solusi untuk kehidupan sekuler yang serba bebas seperti sekarang. Maka penting bagi kita memiliki prinsip dan tujuan dalam hidup, sehingga tidak salah arah tidak mudah terbawa arus gelombang kehidupan. Sebagai seorang Muslim tentunya syariat Islam yang menjadi rujukannya dan menjadikan tujuan hidup semata karena ridho Allah Swt. Menata kembali tujuan hidup yang sebelumnya hanya bersandar pada kebahagiaan materi. Kita wajib memahami bahwa tujuan penciptaan manusia adalah semata untuk meraih ridho Allah Swt. Konsekuensi dari tujuan hidup ini adalah terikat dengan hukum syarak. Serta menjadikannya sebagai landasan berpikir dan beramal.

Hal ini akan mengubah standar kebahagiaan ala manusia pada umumnya menjadi tidak bernilai. Pujian serta sorak-sorai manusia dan sejenisnya tidak ada nilainya saat Allah Swt. dan Rasul-Nya tidak ridho dengan suatu perbuatan.

Memang dunia ini fana dan penuh fatamorgana. Apa yang menurut kita membahagiakan, faktanya bukanlah penentu kebahagiaan. Tak ada rasa lain selain sakit dan halusinasi ketika melukai diri. Ya, halusinasi saat berpikir bahwa kita adalah sosok yang keren dan gaul. Setelah itu, semuanya akan kembali seperti semula. Sementara, tubuh sudah merasakan sakit akibat luka yang disengaja.

Sangatlah rugi jika masa muda hanya dihabiskan untuk mengikuti tren yang unfaedah dan berbahaya. Masa muda tak menjamin bertahan hidup hingga kemasa tua, sebab ajal tidak melihat usia. Maka supaya tidak terus-menerus terjebak dalam halusinasi, mari kembali memahami tujuan hidup, dengan cara mempelajari Islam secara kaffah, mencari circle pertemanan yang tepat untuk mengukuhkan diri dengan hidup sesuai aturan Allah Swt. agar lebih mudah menggenggam Istiqomah dalam ketaatan.

Adapun solusi lain yang lebih praktis yakni dengan menerapkan sistem Islam secara keseluruhan dalam bentuk Daulah Islam. Sistem pendidikan dalam Daulah Islam akan mengedukasi rakyatnya dengan berlandaskan akidah Islam. Sehingga menghasilkan pribadi yang berkepribadian Islam yang nantinya akan berpikir dan bertindak sesuai sudut pandang Islam, dan pendidikan ini diberikan secara cuma-cuma alias gratis. Selain itu medianya juga dikontrol. Dalam Islam media dipakai untuk syiar Islam, tayangan yang ada dan berkualitas hanya untuk menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. sehingga tidak ada lagi tayangan yang tak bermutu.

Semoga dengan langkah awal mengkaji Islam dan turut mendakwahkannya, menjadi semakin banyak orang-orang yang menyadari dan memahami tujuan hidup yang hakiki, hingga Daulah Islam tegak kembali sebagaimana kabar gembira dari Rasulullah Saw. dalam haditsnya bahwa Daulah Islam akan tegak kembali. Wallahu a'lam.