-->

Kasus Rempang, Kedzaliman Berkedok Investasi Asing

Oleh: Puspita Ningtiyas

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kasus Rempang Eco City sudah ditangani secara baik. Maka dari itu, ia meminta tidak perlu lagi dibesar-besarkan apabila ada kesalahan dalam penanganan di daerah Rempang, Kepulauan Riau (viva.co.id)

Yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa kepemilikan adalah hal yang penting, mengambil secara paksa kepemilikan rakyat, apalagi kepemilikan dalam bentuk tanah adalah bentuk kedzaliman. Setiap kedzaliman harus dilawan dengan cara diungkap dan disampaikan seluas luasnya agar khalayak turut membela dan berupaya menghentikan perbuatan dzalim ini. Tidak ada kata dibesar-besarkan jika ini demi membela hak rakyat.

Kalau ditelisik, kedzaliman yang terjadi di Rempang ternyata dilatar belakangi oleh PSN (Proyek Strategi Nasional) yang menggandeng beberapa elit penguasa dan pengusaha,termasuk Pak Luhut, intinya sebenarnya dalam rangka mengeksplor pasir kuarsa yang ada di rempang sebagai bahan baku Pabrik kaca untuk pembangkit listrik tenaga surya. MOU dengan investor sudah dilakukan. Maka tidak ada kata untuk mundur bagi mereka. Jika ada yang terpaksa mengalah, itu adalah rakyat.

Sudah jelas Pak Luhut ada dipihak PSN dan investor. Sayangnya keterpihakan ini selain mendzalimi rakyat, juga membahayakan kedaulatan negara. Jika kedaulatan negara terancam, tidak ada lagi harapan jaminan sejahtera untuk rakyat Rempang. Seperti yang sudah-sudah, salah satunya janji Jokowi yang akan memberikan sertifikat tanah untuk penduduk adat Rempang, kali ini janji itupun agaknya akan kembali tanpa bukti.

Dari sini jelas juga, karena karpet merah untuk investor sudah digelar, menunda waktu penggeseran (penggusuran) penduduk Rempang hanyalah strategi tarik ulur rayuan demokrasi demi kepentingan segelintir elit saja. Slogan dari rakyat, untuk rakyat, hanyalah ungkapan kosong tanpa realita.

Dibutuhkan pemimpin yang ramah dan berpihak pada rakyat. Pemimpin yang menolak intervensi dan investasi asing demi kepentingan rakyat. Hal itu bisa terwujud jika negara memiliki visi politik mandiri, yang berbeda dan tidak  inferior di depan politik internasional.

 Sebagai negara yang mayoritas penduduknya mayoritas muslim, sudah sepatutnya Indonesia mencoba Islam sebagai sistem politik alternatif yang ternyata sudah terbukti 1400 tahun berhasil menuntun Umat Islam  menjadi peradaban superior memimpin dunia yang ramah pada seluruh alam dan berdiri di depan rakyat membela kepentingannya tanpa melihat ras suku dan agama.

Nabi bersabda, 

Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan merasa kuat dengannya... (HR. Bukhari)