-->

Ironis Kelaparan Papua Di Tengah Melimpahnya SDA

Oleh: Endang Patmiasih, S. Pd. (Praktisi Pendidikan)

Sebanyak enam warga meninggal dunia akibat bencana kekeringan dan kelaparan yang melanda distrik kabupaten Puncak Papua Tengah. Dari enam orang tersebut, satu diantaranya adalah anak-anak. Para korban meninggal usai mengalami gejala lemas, diare, panas dalam dan sakit kepala. Sementara itu, menurut data Kementerian Sosial, ada sekitar 7.500 jiwa yang terdampak kekeringan dan mengalami kelaparan akibat gagal panen. 

Badan Meteorologi dan Geofisika(BMG) menjelaskan bahwa kekeringan akan terjadi sampai dua bulan ke depan. BMG telah memeberitahu pemerintah adanya musim kemarau sejak Maret 2023. Tujuannya, agar pemerintah daerah bisa mengantisipasi dampak dari terjadinya kekeringan. Pihak pemberi bantuan atas nama Papua sempat mengalami kendala dalam penyaluran bantuan. Penyebabnya karena faktor keamanan dan akses. Wilayah bencana yakni Distrik Lambewi dan Distrik Agandume hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki dari Distrik Sinak. Cara lain adalah dengan pesawat terbang, namun penyalur bantuan kesulitan mendapatkan layanan penerbangan karena faktor ancaman Kelompok Kriminal Bersenjata(KKB). Wilayah itu masuk dalam lintasan KKB. Pada tanggal 29 Juli 2023, Polda Papua mengungkapkan, bantuan untuk korban bencana kekeringan di Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah sudah mulai tersalurkan. Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo menjelaskan, bantuan tersebut diantar langsung oleh Bupati Puncak, Willem Wandik dengan menggunakan pesawat sewaan ke Distrik Agandugume. 

Sungguh miris, kelaparan di Papua yang berujung pada hilangnya beberapa nyawa rakyat, lebih miris lagi kelaparan yang berujung kematian ini terjadi di Provinsi Papua yang dikenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah. Bahkan PT Freeport yang mengelola dan beroperasi sejak lama, yakni tahun 1967, artinya PT Freeport sudah beroperasi kurang lebih 56 tahun. Perlu diketahui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, jumlah cadangan emas di Indonesia terbesar ada di Papua, yakni sebesar 52% cadangan emas di Indonesia. Papua juga memiliki sebanyak 1.76 juta ton biji emas 1875 juta ton biji perak, serta beberapa cadangan lainnya seperti ; batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, minyak bumi, dan gas alam. Namun kasus kematian rakyat Papua menggambarkan ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yang sejatinya memiliki kekayaan alam yang melimpah, apalagi Indonesia sudah merdeka selama lebih dari 75 tahun. 

Sistem Ekonomi Kapitalis, Tiak Berpihak Kepada Rakyat

Pemilihan sistem ekonomi yang tidak tepat sungguh akan membahayakan kehidupan rakyat, dalam hal ini adalah sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini menghendaki negara tidak ikut campur dalam hak kepemilikan apapun, termasuk kekayaan alam. Tugas negara hanya sebagai pembuat kebijakan (regulator) yang memuluskan para pemilik modal untuk menguasai sumber daya alam yang sebenarnya milik rakyat. Privatisasi sumber daya alam menyebabkan kemiskinan sistemik, buktinya kondisi rakyat negeri ini, khususnya rakyat Papua yang semakin terpuruk. 

Sistem Ekonomi Islam Yang Mensejahterakan 

Persoalan Papua sejatinya akan bisa terselesaikan jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang berpihak pada kepentingan rakyat. Sistem Islam menjamin rakyat hidup sejahtera dan aman. Islam memandang, bahwa kesejahteraan dan keamanan warga negara adalah tanggung jawab negara, sebsgsimsns sabda Nabi Muhammad SAW, “ Imam adalah pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyat”(Hadist Al Bukhari). Dalam sistem Islam, negara akan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat dan kesejahteraan mereka secara merata ke semua wilayah. Hasil kekayaan alam tersebut didistribusikan dalam bentuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, yaitu : sandang, pangan, sandang,pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Sehingga persoalan kekeringan yang akhirnya meneyebabkan kematian rakyat akan bisa terminimalisir. Wallahu’alam Bishowab.