-->

Liberalisasi Pernikahan

Oleh: Marya Wahyudi (Aktifis Dakwah)

Pernikahan pasangan beda agama yang kian marak terjadi kini bak mendapatkan angin segar dan keleluasaan perijinan dari beberapa pengadilan Negeri di Indonesia, pengabulan permohonan pernikahan tersebut tidak terlepas dari sebuah kebijakan dari para Hakim, yang menggunakan dalih atau alasan sosiologi yakni adanya  Keberagaman ditengah-tengah Masyarakat, CNN, Jakarta

Beberapa Pengadilan Negeri Agama di Indonesia yang  memberikan ijin bagi perkawinan beda agama diantaranya, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Tangerang, Pengadilan Negeri Yogyakarta, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Menurut Keterangan dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Jakarta Selatan menyebutkan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.

Dalam penjelasannya, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama.

Pasal 7 ayat 2 huruf l UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa pejabat pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama.

Kemudian pasal 7 ayat 2 huruf l UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa pejabat pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Detik News, Minggu 25 Juni 2023.

Begitu pun baru-baru ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga membuat keputusan yang berseberangan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta memberikan pengabulan atas izin Perkawinan beda agama yang tertuang dalam nomor 155/Pdt.Pdt.P/2023/PN.Jkt.Pst, pernikahan dilakukan antara perempuan muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim bahkan sebaliknya laki-laki muslim menikah dengan perempuan non muslim juga.

Fatwa yang dikeluarkan MUI pada Juli 2005 di Munas VII pada 26-29 Juli 2005 ditandatangani oleh Ketua MUI KH Ma'ruf Amin, menyebutkan bahwa hukum pernikahan beda agama di Indonesia adalah haram dan tidak sah, serta perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah. Republika.co.id, Jakarta 

Melihat fakta-fakta dilapangan sangatlah problematis, baik di Indonesia maupun diberbagai negara lain, praktek-praktek pernikahan berbeda agama telah banyak dilakukan dikalangan masyarakat.

Apalagi jika praktek pernikahan beda agama (laki-laki non Muslim dengan muslimah) tersebut  didukung bahkan dilegalkan dari pemerintah melalui peradilan-peradilan negeri agama setempat.

Dan suatu keniscayaan jika hal tersebut banyak terjadi sebab negara saat ini masih saja mengusung atau mengadopsi ide-ide sekulerisasi, karena ide sekulerisasi merupakan aturan yang dibuat oleh manusia yang terbukti gagal, tidak mampu mewujudkan masyarakat dalam ketaatanya kepada Allah. 

Bab Pernikahan Beda Agama dalam Islam

Didalam Islam terdapat larangan bagi wanita Muslimah menikah dengan pria non Muslim, musyrikin maupun ahli kitab, (dalam istilah fikih, orang musyrik adalah mereka yang menyembah Tuhan selain  Allah sedangkan ahli kitab adalah sebutan bagi umat Yahudi dan Nasrani). 

Sedangkan di dalam (Q.S Al - Baqarah ayat 221) untuk pria Muslim masih diizinkan menikahi wanita non Muslim asalkan wanita non Muslim tersebut dari kalangan ahli kitab.

Arti/Terjemahan Q.S Al - Baqarah ayat 221 “Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman  sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Sedangkan dalam Hadits Rasul SAW dijelaskan bahwa: "Wanita itu (boleh) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena (asal-usul) keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang memeluk agama Islam (Jika tidak), akan binasalah kedua tangan-mu." (hadits) riwayat muttafaq alaih dari Abi Hurairah Ra. 

Jika kita mengacu kepada Ayat Allah di dalam Al Quranul Karim dan Hadits Nabi diatas maka jelas dapat ditarik kesimpulan bahwa pernikahan beda agama  ditengah masyarakat saat ini tetaplah tidak sah menurut Syariat Islam dan dikategorikan sebagai bentuk dari perzinahan. 

Islam bukan hanya sebuah agama (Dien) saja yang hanya mengatur ibadah kaum muslim kepada Allah  semata namun Islam juga merupakan sebuah aturan hidup yang ideologis yang mengatur tentang bab  pergaulan dan pernikahan baik dalam tataran hubungan Individu bermasyarakat maupun bernegara.

Maka dari itu  untuk menyelesaikan permasalahan pernikahan beda agama yang marak terjadi ditengah masyarakat selain adanya faktor individu yang taat terhadap Syariat Nya, juga diperlukan seperangkat aturan yakni Syariat Islam  yang harus diadopsi oleh Negara dan diterapkan dan diedukasikan ditengah masyarakat. (Karena Masyarakat menjadi taat secara totalitas dibutuhkan adanya kontrol, pendamping serta junnah (pelindung) dari sebuah Negara). 

Wallahu a'lam bishawab