-->

Islam Memuliakan Profesi Buruh


Oleh: Henise

Penamabda.com Undang-undang Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan UU Cipta Kerja adalah undang-undang yang ditujukan untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Namun, terdapat beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja yang menuai kontroversi dan dianggap memiliki dampak negatif terhadap pekerja, khususnya pekerja informal. Yang perlu kita ketahui bahwa berikut ini adalah beberapa data negatif yang terkait dengan UU Cipta Kerja:

Kemudahan Pemutusan Hubungan Kerja

Pasal 59 UU Cipta Kerja memberikan kemudahan kepada pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan. Pasal ini menghilangkan persyaratan bagi pengusaha untuk mendapatkan izin dari pemerintah sebelum melakukan PHK dan memberikan pengusaha kebebasan untuk melakukan PHK tanpa adanya upaya untuk melakukan perundingan terlebih dahulu. Hal ini dapat menimbulkan risiko kehilangan pekerjaan yang tinggi bagi pekerja, terutama pekerja informal yang tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai.

Upah Minimum

Pasal 88 UU Cipta Kerja memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk menentukan upah minimum yang lebih rendah dari yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasal ini memungkinkan pengusaha untuk menentukan upah minimum yang berbeda-beda untuk setiap sektor dan daerah, yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakadilan upah bagi pekerja.

Outsourcing

Pasal 66 UU Cipta Kerja memungkinkan pengguna jasa untuk melakukan outsourcing pada semua jenis pekerjaan, kecuali pekerjaan yang bersifat inti atau strategis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pekerjaan dan penghasilan yang rendah bagi pekerja outsourcing.

Hak Cuti

Pasal 81 UU Cipta Kerja memberikan kemudahan kepada pengusaha untuk menentukan waktu cuti bagi karyawan. Pasal ini menghilangkan persyaratan untuk memberikan cuti tahunan dan memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menentukan waktu cuti yang lebih fleksibel. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan hak cuti bagi pekerja.

Ketenagakerjaan Asing

Pasal 59 UU Cipta Kerja memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk menggunakan tenaga kerja asing dengan syarat pengusaha telah mencoba merekrut tenaga kerja dalam negeri terlebih dahulu dan telah memenuhi persyaratan administratif lainnya. Hal ini dapat menyebabkan pengangguran bagi pekerja dalam negeri dan mengurangi kesempatan kerja bagi mereka.

Selain dampak negatif yang telah disebutkan sebelumnya, UU Cipta Kerja juga menuai kontroversi terkait dengan proses pembuatannya. Proses pembuatan UU Cipta Kerja dinilai tidak melibatkan para pekerja dan buruh dalam diskusi dan konsultasi. Sehingga, UU Cipta Kerja dianggap sebagai undang-undang yang tidak memperhatikan kepentingan pekerja dan buruh.

UU Cipta Kerja juga dianggap mengancam kebebasan berpendapat dan berorganisasi. Pasal 170 UU Cipta Kerja mengatur tentang sanksi pidana bagi siapa saja yang menghalang-halangi pelaksanaan UU Cipta Kerja atau melakukan protes terhadap UU Cipta Kerja. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa pasal tersebut dapat digunakan untuk membungkam kritik terhadap UU Cipta Kerja.

UU Cipta Kerja juga menuai kritik terkait dengan perlindungan hak-hak pekerja dan buruh yang masih belum memadai. Meskipun UU Cipta Kerja mengatur tentang perlindungan hak-hak pekerja dan buruh, namun masih terdapat celah yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha untuk melakukan tindakan yang merugikan pekerja.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga memunculkan kekhawatiran terkait dengan perlindungan lingkungan. Beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja dinilai dapat membuka pintu bagi pengusaha untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan dengan lebih mudah, tanpa mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Pasal 109 UU Cipta Kerja, misalnya, memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk mengakses sumber daya alam dan lingkungan, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih besar, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat sekitar.

Selain itu, pasal-pasal terkait dengan investasi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Misalnya, pasal 25 UU Cipta Kerja mengatur tentang kemudahan investasi bagi pengusaha, namun tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Islam sebagai agama yang sempurna dan rahmatan lil 'alamin memuliakan setiap profesi, termasuk profesi buruh kerja. Dalam pandangan Islam, buruh kerja merupakan bagian yang penting dalam sistem ekonomi dan harus diperlakukan dengan adil dan baik.

Dalam Islam, setiap pekerja berhak mendapatkan upah yang layak dan setimpal dengan pekerjaannya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 282, "Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil dan janganlah kamu menyerahkan harta itu kepada hakim (atau penguasa) supaya kamu dapat memakan sebahagian dari harta benda manusia dengan cara yang tidak benar, padahal kamu mengetahui."

Islam juga mengajarkan untuk membangun hubungan yang baik antara pekerja dan pengusaha, dengan saling menghormati dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam Islam, kebersamaan dan kekeluargaan merupakan nilai yang sangat dihargai dan harus dipertahankan dalam hubungan kerja.

Dengan memuliakan buruh kerja, Islam mengajarkan untuk menempatkan hakikat manusia di atas kepentingan material dan menghargai setiap profesi dalam masyarakat. Dalam hal ini, Islam mengajarkan untuk memperlakukan buruh kerja dengan adil, menghargai hak-hak mereka, dan memberikan perlindungan terhadap pelecehan dan penindasan yang mungkin terjadi dalam lingkungan kerja.

Sejarah Islam memiliki perhatian yang besar terhadap kaum buruh. Dalam Islam, buruh dihormati dan dianggap sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat. Dalam beberapa hadis, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan kepada umatnya untuk memperlakukan pekerja dengan baik, memberikan upah yang adil, dan memperhatikan kondisi kesehatan mereka.

Di masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, terdapat peraturan yang mengatur upah buruh dan menyediakan bantuan bagi mereka yang mengalami kesulitan ekonomi. Bahkan pada masa itu, buruh dianggap sebagai bagian penting dari masyarakat yang harus diperhatikan dan dilindungi hak-haknya.

Sejarah Islam menempatkan nilai kemanusiaan yang tinggi terhadap semua profesi, termasuk profesi buruh dan pekerja. Islam mengajarkan agar setiap individu diperlakukan dengan adil dan hormat, termasuk dalam hal pekerjaan dan profesi yang dijalankan.

Sejarah Islam juga menunjukkan bahwa hak-hak buruh dan pekerja telah diatur dengan ketat dan diperjuangkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi kaum buruh dan pekerja agar mereka dapat menjalankan pekerjaannya dengan tenang dan produktif.

Dalam Islam, kesejahteraan buruh dianggap sangat penting dan ditekankan untuk dipenuhi. Berikut beberapa solusi kesejahteraan buruh dalam Islam:

1. Upah yang adil: Dalam Islam, memberikan upah yang adil dan wajar merupakan kewajiban bagi majikan. Upah yang adil harus memperhatikan standar hidup layak yang harus dipenuhi oleh pekerja.

2. Perlindungan hak-hak buruh: Islam mendorong untuk memberikan perlindungan hak-hak buruh, seperti hak atas pekerjaan yang aman, jam kerja yang wajar, dan hak untuk bergabung dalam serikat buruh.

3. Kondisi kerja yang layak: Pekerjaan yang dilakukan oleh buruh harus dalam kondisi yang layak dan aman. Majikan harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja serta memberikan akses ke fasilitas kesehatan dan keselamatan yang memadai.

4. Menghindari eksploitasi buruh: Dalam Islam, mengambil keuntungan dari pekerjaan buruh dengan cara yang tidak adil dianggap sebagai tindakan keji dan dilarang.

Dalam konteks modern, pemahaman Islam tentang hak-hak buruh dan pekerja tentu selalu relevan dan dapat diaplikasikan dalam dunia kerja saat ini. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus menghargai dan memperjuangkan hak-hak buruh dan pekerja serta memastikan bahwa mereka diperlakukan dengan adil dan layak sesuai dengan ajaran Islam.

Dan tentu dengan menggunakan syariah islam sebagai solusi utama, dapat membantu menyelesaikan berbagai persoalan yang dialami buruh dan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka serta mampu menciptakan hubungan kerja yang sehat sehingga akan tercipta roda perekonomian yang tidak hanya maju tapi juga berlimpah keberkahan.

Wa’allahu a’lam bishowab