-->

Krisis Adab Remaja Dan Pelajar

Oleh: Khantynetta (aktivitas dakwah).

Bullying pelajar kembali terjadi. Seorang siswa di SMP Baiturrahman, Kota Bandung, menjadi korban. Aksi perundungan tersebut terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial yang diunggah akun Twitter @DoniLaksono, tampak seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku menendang kepalanya hingga terjatuh. Rekan korban hanya melihat aksi bully tersebut. Korban yang terjatuh dibiarkan dan ditertawakan. Dari narasi yang beredar, korban sempat dilarikan ke rumah sakit. (m.kumparan.com, 20/11/2022).

Mirisnya bukan sesama pelajar saja, kali ini bullying terjadi pada orangtua. Pelaku adalah para pelajar di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, tega menganiaya seorang nenek viral di media sosial. Total ada 6 pelajar diamankan polisi. Mereka mengaku iseng menendang korban. Saat itu ada salah satu pelajar yang turun dari motor dan langsung menendang korban. Nenek itu terjatuh dan mereka menertawakannya. Diduga nenek itu seorang ODGJ. (m.kumparan.com, 20/11/2022).

Bullying memang kerapkali terjadi di negeri ini. Mirisnya lagi sudah sampai pada tataran level bullying pada orangtua. Aksi pelajar tersebut memang tidak patut dicontoh sekalipun hanya iseng. Karenanya siapapun yang melakukan aksi bullying adalah perbuatan terkutuk apalagi dilakukan pada orangtua. Lantas, apa penyebab munculnya bullying dan mengapa kerapkali terjadi?

Kasus perundungan (bullying) terhadap anak terus saja bermunculan. Pada 2020, KPAI mencatat ada 119 kasus perundungan terhadap anak. Jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni sekitar 30—60 kasus per tahun.

Berdasarkan data KPAI, pada 2022, terdapat 226 kasus kekerasan fisik, psikis, termasuk perundungan terhadap anak. Melansir laman Chatnewsid (22/11/2022), menurut data Programme for International Students Assessment (PISA), anak dan remaja di Indonesia mengalami intimidasi (15%), dikucilkan (19%), dihina (22%), diancam (14%), didorong sampai dipukul teman (18%), dan digosipkan kabar buruk (20%). Hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat kelima kasus perundungan di Asia.

Mengurai  Akarnya.

Ibarat alarm yang terus berdering, ini peringatan bagi kita. Kasus perundungan makin nyaring, nasib generasi pun terombang-ambing.

Perundungan (bullying) bisa berupa fisik, verbal, dan tidak langsung. Perundungan fisik misalnya menonjok, mendorong, memukul, menendang, dan menggigit. Perundungan verbal antara lain menyoraki, menyindir, mengolok-olok, menghina, dan mengancam. Sedangkan perundungan tidak langsung antara lain berbentuk mengabaikan, tidak mengikutsertakan, menyebarkan rumor, dan meminta orang lain untuk menyakiti.

Jika kita mencermati, ada tiga faktor besar yang menjadi simpul masalah mengapa perundungan menjadi penyakit yang mengakar di dunia pendidikan.

Pertama, keluarga. Kita pasti sepakat jika pembentukan kepribadian anak bermula dari pola asuh keluarga. Sistem sekularisme berpengaruh besar terhadap pola asuh orang tua kepada anak-anak mereka. Penanaman akidah Islam, adab, dan ketaatan kepada Allah banyak terabaikan. Akibatnya, banyak orang tua yang lalai bahwa mengajarkan anak tentang kecintaannya terhadap agama jauh lebih penting ketimbang kecintaannya kepada segala hal yang bersifat duniawi atau materi.

Pada akhirnya, anak tumbuh dengan visi misi hidup yang jauh dari nilai Islam. Mereka berkembang menjadi generasi yang minim adab, sekalipun pintar; generasi yang jauh dari visi misi penciptaan sebagai hamba Allah Taala; dan generasi yang mati rasa iman dan nuraninya karena akidah sekuler yang tertanam.

Kedua, lingkungan sekolah dan masyarakat. Kasus perundungan bisa terjadi di mana saja, tidak terkecuali di sekolah berbasis agama (Islam). Tantangan pendidikan hari ini adalah kita sedang berhadapan dengan lingkungan yang rusak.

 Media dan tontonan mengajarkan budaya hedonis dan permisif, visi misi sekolah yang bercampur dengan kepentingan bisnis, serta sikap masyarakat yang individualistis dan cenderung cuek terhadap kemaksiatan, menjadikan sulit menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak.

Bahkan, demi menjaga citra dan nama baik sebagai sekolah ramah anak, tidak jarang sekolah menutupi kasus perundungan dan melakukan pembelaan diri karena tidak ingin menjadi pihak yang dipersalahkan atas kasus yang terjadi. Pada akhirnya, orang tua dan korban tidak memperpanjang masalah dan kasus ditutup dengan permintaan maaf saja.

Ketiga, negara bertanggung jawab besar dalam membangun SDM unggul. Semua itu mestinya dimulai dari pembentukan kepribadian pada generasi. Pemerintah sebenarnya telah membuat program Sekolah Ramah Anak. Sayangnya, program tersebut terkesan seperti jargon yang tidak bermakna tersebab diterapkan di atas landasan sistem sekularisme. Padahal, kerusakan generasi hari ini tidak lain karena penerapan ideologi sekuler kapitalisme. Bagaimana mungkin lingkungan ramah anak tercipta jika anak-anak terus dijejali dengan pemikiran, norma, dan nilai sekuler dalam kehidupan mereka?

Kembali Pada Sistem Islam

Generasi emas atau generasi cemerlang merupakan cermin dari suatu peradaban. Jika generasinya baik maka baik pula peradaban itu dan sebaliknya. Karenanya bukan salah generasi bila yang didapatkan dalam pendidikannya adalah pendidikan yang jauh dari nilai-nilai agama. Sebab agama tidak dijadikan sebagai standar menilai baik dan buruk. Islam menilai Bullying merupakan perbuatan keji dan buruk. Sebab itu Islam sangat memperhatikan akhlak apalagi akhlak pada orangtua.

Islam tidak memberi toleransi alias kompromi bagi pelaku apapun yang berbuat keji sekalipun dilakukan oleh anak-anak. Sebab Islam melindungi anak-anak baik akal maupun jiwanya. Tidak seperti sistem yang diterapkan saat ini, anak-anak dibiarkan tanpa ada yang benar-benar melindungi. Masih banyak trafficking, free sex, narkoba, LG8T yang lebih banyak korbannya adalah anak-anak. Karenanya untuk mengatasi permasalahan ini Islam memiliki hukum yang tegas dan manusiawi. Semua itu untuk menjaga akal dan jiwa manusia dari segala perbuatan yang merusaknya.Maka dalam Islam, mendidik generasi sangat diperhatikan utamanya pendidikan dalam keluarga khususnya ibu sebagai pendidik generasi. Karena dari keluargalah pendidikan itu dimulai. Peran orangtua sangat penting dalam mencetak pribadi anak yang berakhlak mulia. Tidak cukup hanya orangtua namun peran masyarakat / sekolah juga penting sebab sekolah merupakan tempat dimana anak menimba ilmu dan mencetaknya menjadi pribadi yang berkepribadian Islam. 

Karenanya Islam memiliki solusi menghadapi masalah anak. Islam mampu menghentikan kasus bullying ini dengan aturan syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT. Karena ini bukan dilihat dari permasalahan diri anak saja namun ini masalah sistemik. Jika pribadi anak menjadi rusak, maka hal itu berasal dari sistem yang rusak pula. Islam memiliki sistem aturan yang sempurna sedangkan sistem sekuler adalah sistem aturan yang batil dan penuh cacat tak mampu atasi masalah anak.

Aturan Islam mencegahnya dengan cara mengembalikan peran keluarga, masyarakat, dan negara. Karena ketiga fungsi tersebut berhubungan satu sama lain. Dalam arti tidak hanya peran keluarga saja yang dituntut karena keluarga hanya lingkup kecil. Maka harus ada peran masyarakat dan negara sebab lingkup yang besar. Dari sinilah akan tercipta suasana saling mengotrol / mengawasi maka niscaya tercipta suasana masyarakat yang kondusif berdasarkan aturan yang benar yaitu syariat Islam. Karena syariat Islam telah terbukti ampuh atasi permasalahan hidup manusia baik anak-anak maupun dewasa sejak dari zaman ketika Nabi Muhammad saw sebagai Khalifah saat itu.

Islam pun mampu mengobati anak - anak yang memiliki kecenderungan melakukan bullying. Dengan melakukan pendekatan yaitu memberi kesadaran yang benar tentang kehidupan sehingga dapat mengubah pola pikirnya menjadi anak yang berkepribadian Islam dan bertanggungjawab. Semua itu tak akan terwujud kecuali melibatkan negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Suasana akan diliputi ketaqwaan dan hasilkan generasi yang beradab sebagaimana Keberhasilan Sistem Islam mencetak generasi emas dalam era kepemimpinan Khilafah Islamiyah.

Wallahua'lam bisshowab.