-->

Pemberantasan Kekerasan Terhadap Perempuan Mustahil Tanpa Syariat Islam

Oleh: Ummu Alvin

Dalam momentum 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Yayasan Plan Internasional Indonesia (Plan Indonesia) menyerukan urgensi payung hukum yang tegas untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap anak, khususnya remaja perempuan.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti dalam rangka pelaksanaan HAKTP pada tanggal 10-25 Desember setiap tahunnya, dan mengingat kondisi kekerasan yang kerap menghantui anak dan perempuan di Indonesia.

"Dalam momentum 16 HAKTP ini, kami bersama 17 kelompok kaum muda dari berbagai provinsi menggencarkan kampanye publik untuk penghapusan segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual, kekerasan berbasis gender online (KBGO), perkawinan anak, dan kekerasan di dunia kerja," kata Dini dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (10/12/2021).

Komnas Perempuan menyebutkan, kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence), misalnya, merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Setiap tahunnya, kegiatan tersebut berlangsung dari 25 November  (Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan) hingga 10 Desember (Hari Hak Asasi Manusia).

Menurut Komnas Perempuan, kekerasan  terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya dan berlapis, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistis adalah penyebab utama dari semua ini.

Secara faktual, tak bisa dimungkiri kasus kekerasan seksual tidak bisa berdiri sendiri. Masalah tersebut berkaitan erat dengan sistem hidup yang menaunginya. Jika sistem tersebut dibangun adalah mendorong munculnya nafsu seksual, seperti maraknya peredaran pornoaksi dan pornografi di berbagai media, wajar jika masyarakat terbentuk dengan suasana itu.Jadi jika dikatakan ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan perempuan sebagai masalah utama dari kekerasan seksual, maka itu menunjukkan kekacauan dan kegagalan mereka dalam mencari akar permasalahan yang sesungguhnya.

Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan ini menjadi biang kerok maraknya kemaksiatan, termasuk kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Peradaban liberal inilah yang menyuburkan perbuatan amoral.

Sistem sekuler-liberal juga telah menciptakan lingkaran setan berupa kerusakan sosial yang parah, yang mengubah dan merusak standar nilai moral individu umat. Yaitu, yang seharusnya meyakini perzinaan sebagai bentuk kejahatan, menjadi permisif alias serba boleh. Regulasi bukannya sebagai pencegah terjadinya tindak kekerasan seksual, justru berpotensi menjadi pintu legalisasi zina dan penyimpangan seksual di tengah umat.

Ditambah lagi, masifnya program moderasi beragama makin menjauhkan umat dari pemahaman ajaran Islam yang shahih. Karena itu, tampak jelas bertentangan dengan ajaran Islam dan membahayakan umat.

Dalam paradigma Islam, seluruh perbuatan manusia wajib terikat dengan hukum syariat. Ada yang dibolehkan, ada yang diwajibkan dan ada yang dilarang. Sekalipun manusia menganggap perbuatan itu baik, jika Islam melarang, maka perbuatan tersebut tetap terlarang. Itu prinsip dasar dalam Islam.

Karena itu, Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan mampu jadi solusi. Ajaran Islam yang menyeluruh mencakup seluruh aspek kehidupan, sedari awal telah mengharamkan bentuk kekerasan dan penindasan pada umat manusia, termasuk tindak kejahatan seksual.

Islam mempunyai perangkat/sistem sosial yang ampuh untuk mencegah timbulnya nafsu seksual, menutup dan mencegah terjadinya kejahatan seksual di tengah masyarakat. Kaum laki dan perempuan diperintahkan menutup aurat, menjaga pandangan, larangan berkhalwat serta melarang ikhtilat/campur baur laki perempuan tanpa ada kaidah syara' yang membolehkan.

Dengan demikian, syariat Islam adalah satu-satunya cara untuk menangkal lahirnya kasus seks bebas dan terhindar dari kejahatan dan kekerasan seksual.

Sistem ini hanya bisa ditegakkan pada level negara. Negara wajib menerapkan syariat Islam secara total. Negara tidak membolehkan melakukan eksploitasi tubuh dari sisi maskulinitas/kelelakian dan feminitas/kewanitaan di industri hiburan, iklan, dan sejenisnya.

Negara wajib mengedukasi individu untuk meningkatkan ketakwaan. Negara mesti mengedukasi masyarakat untuk melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar, negara juga menjamin agar masyarakat hidup bersih tanpa tontonan amoral, pergaulan bebas, khalwat dan ikhtilat.

Wallahu a'lam bish shawwab.