-->

Kereta Cepat Datang, Kereta Api Argo Parahyangan Hilang

Oleh: Khadijah An Najm

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan bahwa kereta api KA Argo Parahyangan akan ditutup. Hal ini menyusul proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang akan beroperasi Juni 2023.(kumparan,01-12-2022)

Pembangunan proyek KCJB (kereta cepat Jakarta - Bandung), kata Luhut, sudah mencapai 80,41 persen. Penyelesaian kereta modern itu akan dikebut agar bisa jalan sesuai rencana. 

Meskipun sebelumnya pemerintah mengklaim bahwa pembangunan KCJB tidak akan membebani APBN, itu hanya pencitraan karena faktanya dana APBN tetap dikorbankan demi proyek ini.

Panjang lintasan Kereta Cepat Jakarta-Bandung mencapai 143,2 km. Dengan empat stasiun di dalamnya yakni Stasiun Halim, Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegalluar.

Berdasarkan data PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), target penumpang kereta ini bisa mencapai 31.125 orang orang dalam sehari. Menurut Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, target tersebut sulit dicapai.

Tak hanya Argo Parahyangan, kereta cepat juga harus bersaing dengan jalan tol yang selama ini juga menjadi pilihan para pengendara mobil pribadi, bus, atau mobil travel untuk ke Bandung, lewat Tol Jagorawi dan Tol Cipularang.

Kereta cepat Jakarta Bandung harus bersaing dengan KA Argo Parahyangan yang selama ini menjadi andalan transportasi publik warga ke Bandung dari Stasiun Gambir, Jakarta.

Selama ini, Argo Parahyangan jadi satu-satunya kereta yang melayani relasi Jakarta-Bandung dan sebaliknya. Memakan waktu tempuh 3 jam sampai ke Bandung, Argo Parahyangan jadi pilihan bagi masyarakat yang tidak ingin terjebak macet saat naik mobil pribadi, bus umum, ataupun travel.

Jalur Jakarta-Bandung pertama kali dilayani KA Parahyangan pada 31 Juli 1971. Kemudian pada 31 Juli 1995 berganti nama menjadi KA Argo Gede dan akhirnya dilebur pada 2010 dengan nama Argo Parahyangan.

Hanya saja seiring dengan rampungnya kereta cepat Jakarta Bandung sepertinya akan berakhir juga riwayat KA Argo Parahyangan. Jika ini benar-benar terjadi maka semakin tampak pemerintah berpihak kepada asing.

Menanggapi wacana penutupan KA Argo Parahyangan,Prof. Arief mengatakan, pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung jangan sampai menjadi de-development. (KOMPAS.com)

Dampak utama de-development adalah kesejahteraan masyarakat yang stagnan bahkan berkurang meski pembangunan infrastruktur dilakukan.

Pengoperasian Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan tiket yang mahal dan menutup layanan Argo Parahyangan yang lebih murah, akan semakin mempersulit rakyat  terutama bagi masyarakat yang memiliki anggaran terbatas. Ini sekaligus membuktikan bahwa negara tidak berpihak pada rakyat.

Sistem kapitalisme telah menjadikan hubungan antara penguasa dan rakyat seperti hubungan penjual dan pembeli. Negara menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan lebih dari rakyatnya.

Banyaknya penduduk negeri dijadikan sebagai ladang bisnis untuk meraup keuntungan.

Dalam sistem sekuler negara hanya sebagai regulator yang membuat aturan. Sementara yang menjadi operator adalah swasta. Jadilah negara sebagai pemberi stempel legalitas bagi korporasi untuk meraup keuntungan dari rakyat.

Sungguh ini jauh dari tuntunan Islam dimana penguasa adalah periayahan urusan rakyat. Rasulullah Saw bersabda:

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”.  (HR Ibn Majah dan Abu Nu’aim).

Dalam riwayat yang lain Rasulullah bersabda:

“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Dalam Islam Investasi infrastruktur strategis di urai dalam 3 prinsip. Pertama,  pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, tidak boleh diserahkan ke investor swasta.  Kedua,  perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi.  Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki.  Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.

Dahulu ketika Baghdad sebagai ibu kota kekhilafahan, setiap bagian kota diproyeksikan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Di kota itu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah.  

Warga tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan, menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar. Hal ini untuk mengurangi kebutuhan akan transportasi, menghemat sumber daya dan secara otomatis mengurangi pencemaran udara melalui emisi transportasi.

Cara-cara ini merupakan perkara yang mudah bagi negera selama memandang bahwa riayah atas semua urusan rakyat sebagai kewajiban dan amanah. Amanah ini akan diminta pertanggung jawabannya kelak.

Transportasi mudah dan murah hanya akan terwujud jika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan .

Wallahu alam