-->

Tepatkah Bersuka Cita Ditengah Musibah Rakyat?


Oleh: Susi Ummu Musa (Aktivis muslimah)

Kembali negeri ini sedang dirundung bencana,duka mendalam bagi sebagian saudara saudara kita yang tengah mengalami musibah gempa dan tanah longsor,banyak rumah rumah warga yang rusak berat, gedung sekolah dan tempat tempat umum lainnya. 

Banyak korban yang terluka bahkan meninggal dunia,terlebih ribuan masyarakat yang kehilangan tempat tinggal kini hidup ditenda tenda pengungsian yang seadanya.

Dikabarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) dalam konferensi pers dipusat posko bencana, kantor Bupati Cianjur.

“Dapat kami sampaikan bahw update sampai dengan hari ini korban jiwa yang meninggal dunia jumlah 318 orang,” ujar Deputi III Bidang Penanganan Darurat BNPB, Mayjen Fajar Setyawan, kepada wartawan, Sabtu (26/11). 

Dia menambahkan, tim SAR gabungan telah menemukan delapan korban sehingga jumlah korban hilang ataupun masih dalam status pencarian berjumlah 14 jiwa.

Sungguh,ini menjadi perhatian bagi negri ini bahwa bencana alam yang terjadi memberikan kita banyak hikmah dan renungan agar kita lebih mendekatkan diri kepada ilahi Robbi, karna atas kehendak nyalah semua bisa terjadi.

Namun atas kejadian ini sudah hilang kah rasa empati kita sebagai manusia yang memiliki hati nurani?

Tepat kah pemimpin dinegri menggunakan kebijakan nya bersuka cita atas nama pemerintahannya?

Ya!, Presiden Joko Widodo menggelar acara bersama para relawannya Nusantara Bersatu, Satu Komando Untuk Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu 26 November 2022. Gerakan Nusantara Bersatu dari berbagai elemen relawan Jokowi itu untuk menyelaraskan persepsi barisan satu komando di bawah arahan Presiden Joko Widodo. 

Tak pelak ternyata dari kegiatan ini banyak hal yang menjadi bahan perbincangan seperti yang dilansir.  Jakarta, CNN Indonesia -- Acara Nusantara Bersatu yang digelar Relawan Jokowi menyisakan sampah berserakan yang mengotori Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (26/11).

Penampakan lautan sampah di GBK tersebut menjadi sorotan publik dan berujung viral di media sosial

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengerahkan 500 personel pasukan oranye untuk membersihkan dan mengangkut sampah dan berhasil mengumpulkan total 31 ton beragam jenis sampah usai acara tersebut.

Tak hanya masalah sampah hal lain juga ditunjukkan oleh sejumlah relawan yang sempat kecewa atau bahkan tidak tahu menahu atas acara yang diselenggarakan.

Dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta - Beragam cerita seperti puas, kecewa, dan bingung, datang dari acara pertemuan akbar relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tergabung dalam Gerakan Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

Dari serangkaian kegiatan yang diadakan ini Sangat disayangkan adanya pertemuan relawan di tengah bencana gempa Cianjur yang hingga saat ini masih membutuhkan pertolongan dan bantuan. Pertemuan besar tersebut tentunya  menghabiskan biaya besar.  Apalagi di tengah suasana politik menjelang pemilu 2024, pertemuan dengan relawan ‘rawan’ dengan kepentingan ‘pribadi’ dalam hal jabatan/kekuasaan.  Adanya ‘penipuan kegiatan’ makin menguatkan dugaan tersebut.

Inilah potret nyata kepemimpinan sekuler kapitalisme yang tidak peka akan penderitaan rakyat yang terkena musibah gempa, seharusnya beliau lebih mementingkan dan fokus sepenuhnya untuk rakyat yang terkena musibah dan menyamping kan agenda yang hanya menghabiskan dana besar.

Hal ini sangat berbeda jauh sekali dengan cara kepemimpinan daulah Islam  dalam menghadapi bencana paceklik yang berkepanjangan dimana sistem Islam yang dahulu  pernah dicontohkan oleh salah satu Khalifah Umar bin Khattab Ia mengelola bantuan telah terorganisir dengan baik. Sesampainya bantuan di Madinah, Umar menunjuk beberapa orang tepercaya untuk melakukan distribusi. Ia sendiri ikut turun membagikan makanan bagi penduduk Madinah.

Setiap berapa hari sekali, mereka menyembelih hewan untuk dimakan bersama dengan orang banyak. Umar pun turut mengotori tangan untuk mengolah adonan roti bercampur zaitun. Setiap malam, para pejabat Umar berkumpul dan melaporkan segala sesuatu yang mereka alami siang harinya.

Andaikata untuk meringankan beban rakyat saya harus membawakan perlengkapan kepada masing-masing keluarga di setiap rumah, lalu mereka saling membagi makanan sampai Allah memberi kelapangan, akan saya lakukan,” tegas Umar.

Kelaparan berkepanjangan menimbulkan bencana susulan berupa penyakit dan kematian. Kendati Umar telah berupaya maksimal, banyak penduduk Arab sakit dan mati. Selama sembilan bulan itu, kaum Muslim merasakan ujian berat.

Tak hanya mengharap bantuan dari kaum Muslim, Amirul Mukminin mengajak rakyat melakukan shalat istisqa untuk meminta hujan. Sekian waktu, Allah mengabulkan doa mereka. Gerimis pertama menghampiri Semenanjung Arab. Tanah basah, pohon bersemi, dan dedaunan menghijau. Kaum Muslim terlepas dari bencana.

Umar telah menetapkan disiplin diri yang sangat keras pada diri sendiri sepanjang musim paceklik. Ia menurunkan taraf hidupnya ke tingkat hidup orang-orang fakir miskin yang hanya makan seadanya.

Umar duduk bersama ribuan orang yang kelaparan dan makan bersama mereka. Ia tidak mau mengistimewakan diri.

Lewat tindakan itu, Umar bin Khattab membuktikan dua hal.

 Pertama,

 ia turut merasakan penderitaan rakyatnya sehingga terdorong untuk memperjuangkan nasib mereka.

“Bagaimana saya akan dapat memerhatikan keadaan rakyat jika saya tidak ikut merasakan apa yang mereka rasakan.” Jawaban itu terucap dari seorang penguasa besar.

Kedua, tindakan Umar menentramkan hati rakyat bahwa Amirul Mukminin ada bersama mereka di tengah suka-duka.

Sebagaimana sabda Nabi, “Tidaklah seorang pemimpin mengurusi rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyat, kecuali Allah mengharamkan baginya surga” (HR. Bukhari). Karena itu, sepayah apapun penderitaan rakyat, tidak ada tanda-tanda pemberontakan menggeliat di wilayah kekuasaannya.

Sungguh ini merupakan suatu pemandangan yang indah bagi rakyat bisa memiliki pemimpin yang bijaksana dalam mengurus rakyat nya.

Tentu ini tidak terlepas dari satu kepemimpinan Islam yang agung yang telah menciptakan pemimpin pemimpin yang hanya takut kepada sang pencipta yaitu Allah SWT.

Wallahu a'lam bissawab