-->

Gelombang PHK Meningkat, Rakyat Kian Sengsara

Oleh: Tri Setiawati, S.Si

Efek kondisi global seperti perang Rusia-Ukraina telah menghantam industri Tekstil dan Produk tekstil (TPT). Kondisi tersebut telah melemahkan permintaan ekspor dan membuat para pelaku industri TPT terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 64.000 lebih pekerja yang berasal 124 perusahaan.

Untuk itu, mereka meminta pemerintah untuk dapat melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor. Jika kondisi tidak membaik, jumlah PHK akan terus bertambah. Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB) Yan Mei mengatakan, per Oktober 2022 ada laporan dari 14 kabupaten dan kota di Jawa Barat bahwa sudah ada pemutusan hubungan kerja atau PHK sebanyak 64 ribu pekerja dari 124 perusahaan. Keputusan ini terpaksa dilakukan karena terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya daya beli di negara-negara tujuan ekspor.

“Ada 18 perusahaan yang tutup dari 14 kabupaten/kota di Jawa Barat, yang terpaksa melakukan PHK terhadap kepada sekitar 9.500 karyawan. Angka ini akan terus berubah seiring laporan yang masuk. Tahun depan masih bisa terus bertambah akibat adanya tekanan resesi global,” ujar dia dalam konferensi pers virtual 'Badai PHK di Industri TPT, Produsen Minta Pemerintah Turun Tangan' (investor.id, 02/11/2022).

Belakangan Pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi di pabrik sepatu dan tekstil dalam negeri. Hal ini terjadi akibat perlambatan ekonomi dan lonjakan inflasi di negara tujuan ekspor. Perlambatan ekonomi di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI). Penundaan dan pembatalan ekspor pun dilaporkan terus terjadi, bahkan sudah ada yang mengalami pembatalan sampai 50%.

"PMI Manufaktur global bulan September 2022 yang masuk kontraksi 49,8," sebut Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Sri Mulyani dalam konferensi pers, dikutip Minggu (6/11/2022).

Perlambatan ekonomi negara maju, diduga dipengaruhi oleh geopolitik dan perang di kawasan Ukraina yang memicu tekanan inflasi semakin tinggi. Selain itu, kenaikan suku bunga Amerika Serikat diperkirakan lebih tinggi dengan siklus yang lebih panjang. 

Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga mengomentari perihal persoalan PHK yang terjadi di sejumlah pabrik tekstil hingga alas kaki. Dimana pemerintah akan terus memonitor fenomena yang terjadi, pasalnya dari data yang terlaporkan, ada sekitar 22.500 buruh alas kaki yang sudah di PHK. Sementara di sektor tekstil sekitar 78.000 karyawan telah di PHK, bahkan menurut Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jawa Barat jumlah buruh atau pekerja yang di PHK bisa saja melampaui data yang terlaporkan saat ini.

Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPTPJB) Sariat Arifia mengungkapkan, sudah mulai ada penurunan kapasitas produksi dan berimbas pada pemangkasan karyawan. Ia mengungkapkan bahwa selain terjadi PHK, lonceng kematian pabrik juga paling terdepan dan terdekat, hal ini disebabkan mereka kehilangan pangsa pasar dan juga daya kompetisi. Sebagaimana dipahami, bahwa PHK akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian para pencari nafkah yang akan berujung pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.

Terjadinya PHK masal pada pabrik alas kaki dan pabrik tekstil ini, menunjukkan bahwa negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme tidak miliki formula komprehensif dalam menyerap tenaga kerja. Sebab strategi negara dalam menyerap tenaga kerja hanya mengandalkan pada investasi swasta. Alhasil, jika terjadi perlambatan ekonomi, perusahaan akan berhitung antisipatif daripada gulung tikar. Perusahaan akan melakukan efisiensi dan pilihan yang paling memungkinkan adalah dengan memangkas jumlah pekerja.

Kondisi seperti ini sangat jauh berbeda dengan kondisi dimana periayahan (pengurusan) ekonomi berada di tangan negara Khilafah. Dalam skala makro, Khilafah menciptakan iklan usaha yang kondusif dan menjaga stabilitas ekonomi. Hal itu dilakukan dengan menerapkan undang-undang larangan praktik ribawi, penerapan moneter pada emas dan perak, dan kebijakan fiskal berbasis syariah.

Dengan stabilnya iklim usaha, maka produksi berjalan baik sehingga berefek pada serapan tenaga kerja yang berjalan masif.

Negara Khilafah memiliki formula komprehensif dalam menyerap tenaga kerja. Seluruh aturan tersebut merupakan bagian syariat Islam yang berasal dari Al Khaliq Al Mudabbir, Allah Subhanahu Wa ta'ala.

Dalam Islam, laki-laki diharamkan menganggur apalagi bermalas-malasan. Karena itulah negara Islam memiliki dan menjalankan strategi jitu dengan turun tangan langsung mengenai hal ini. Negara Khilafah juga memiliki proyek-proyek pengelolaan kepemilikan umum antara lain sumber daya alam yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Dalam pandangan ekonomi Islam, kepemilikan umum adalah hak yang haram hukumnya diprivatisasi atau dikelola korporasi, seperti sumber daya alam yang depositnya melimpah. Negaralah yang bertanggung jawab mengelolanya dan menyalurkan keuntungannya kepada seluruh rakyat. Dengan konsep ini, negara Khilafah akan memiliki perusahaan dalam jumlah yang banyak dan besar sehingga mampu menyerap tenaga kerja dari warga negaranya.

Khilafah juga menjalankan strategi terkoordinasi antara sistem pendidikan dengan potensi ekonomi di berbagai area, negara akan memastikan setiap warga negaranya mampu mengakses pendidikan. Selain membentuk mereka menjadi sosok berkepribadian Islam, mereka juga didik memiliki kemampuan untuk bekerja baik sebagai tenaga teknis, maupun tenaga ahli.

Mekanisme yang demikianlah, yang membuat serapan lulusan pendidikan akan sejalan dengan kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan korporasi.

Strategi ini merupakan strategi yang lebih jitu dalam menyerap tenaga kerja. Jadi bukan menyerahkan pada pihak swasta yang tak mampu menjamin terserapnya tenaga kerja khususnya para kepala keluarga. Apalagi dengan cara memberi berbagai kartu untuk dicairkan, tentu bukan solusi yang solutif terlebih dalam jumlah yang tidak seberapa.

Kondisinya diperparah dengan pencabutan berbagai subsidi yang menjadi hak rakyat, termasuk pendidikan yang sangat dibutuhkan bagi para pencari kerja. Sementara, terkait akses modal, negara Khilafah melalui sistem Baitulmalnya akan turun tangan langsung memberi bantuan modal tanpa riba atau bahkan hibah kepada individu usia produktif. Sehingga individu tersebut memiliki akses ke pergerakan ekonomi. Dengan demikian, Khilafah akan berhasil meniadakan pengangguran khususnya bagi laki-laki.

Wallahu alam bish-sawab