-->

Ada Apa Di Balik Konversi Gas ke Listrik?

Oleh : Ummu Aisyah

Di tengah ancaman krisis listrik di sejumlah negara Eropa, kodisi sebaliknya justru terjadi di Tanah Air. Indonesia ternyata mengalami kelebihan pasokan listrik yang tak tanggung – tanggung, kelebihan pasokan listrik mencapai 6 GW (Giga Watt) yang setara dengan enam Pembangkit Listrik Tenaga Uap(PLTU) raksasa yang ada di Indonesia. Di mana kapasitas PLTU besar di Tanah Air mencapai 1000 MW (Mega Watt) atau 1 GW per unit, bahkan di ahir tahun ini akan mencapai 6 GW. Sebagaimana yang telah diungkapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana di Gedung DPR RI, Kamis (22/9/2022) dikutip dari CNBC Indonesia.a

Ia juga mengatakan bahwa kelebihan daya listrik secara umum terjadi di semua wilayah, akan tetapi yang paling signifikan khususnya terjadi di Pulau Jawa, sementara demand/permintaan sangat rendah. Oleh karena itu , pemerintah terus berupaya untuk mengatasi masalah kelebihan pasokan listrik tersebut.Beberapa di antaranya adalah dengan menggenjot penggunaan kompor listrik hingga kendaraan listrik. Pemerintah pun membuat kebijakan program konversi kompor gas LPG 3 kg ke kompor listrik. 

Kebijakan program konversi kompor gas dengan LPG 3 kg ke kompor listrik sempat menuai pro dan kontra dari masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa pengalihan kompor gas ke kompor listrik ini akan memberatkan masyarakat,apalagi bersamaan dengan kenaikan BBM dan bahan pokok. Ekonom Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai cara ini memang sangat efektif menurunkan konsumsi LPG .Ia juga menilai migrasi penggunaan kompor listrik tidak hanya mengurangi impor LPG pemerintah, melainkan juga akan mengatasi masalah lainnya yaitu kelebihan suplai listrik di PT PLN.Masalah impor LPG yang dikombinasikan solusinya dengan masalah PLN yang surplus listrik.

Pemerintah menganggap celaka bagi negara karena sumber LPG 80% masih berasal dari impor yang juga terkena kenaikan dollar AS. Di tambah lagi harga gas alam yang juga tinggi. Saat ini, PLN pun mengalami kelebihan suplai listrik yang cukup besar. Tahun ini, ada sekitar tambahan sebesar 6,7 gigawatt (GW). Energi ini berlebih dari sumber listrik batubara, gas, termasuk energi terbarukan yang diproduksi secara domestik

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam rapat dengar bersama Komisi VI DPR mengungkapkan, percepatan penambahan pengguna kompor listrik dapat menekan beban subsidi LPG 3 kg. Hitung-hitungannya terkait pengadaan kompor listrik berkisar Rp 10.350 ekuivalen dengan pengadaan sekilo LPG yang senilai Rp 18.000. Artinya jika terjadi perpindahan penggunaan kompor induksi, penghematan yang akan diperoleh negara cukup besar (kontan.co.id, 16/6/2022). 

Saat ini pemerintah kembali membuat kebijakan konversi gas ke listrik. Dimulai dengan membagi-bagikan satu paket berupa kompor listrik beserta panci dan wajannya. Kemudian mengurangi bahkan menarik peredaran gas elpiji tiga kilogram di beberapa daerah. Penarikan dilakukan secara bertahap terutama di daerah yang masyarakatnya telah menerima paket kompor listrik (Katadata.com).

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menjelaskan bahwa masyarakat yang menjadi target pemberian paket kompor listrik ini adalah mereka yang namanya masuk di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Dan mereka juga sebelumnya harus memiliki istrik. Paket kompor listrik tersebut terdiri dari dua tungku ,satu alat masak dan satu miniature circuit breaker atau MCB .Harga paket kompor listrik tersebut berkisar RP.1,8 juta dan akan diberikan kepada 300 ribu warga.

Adapun program tersebut telah dijalankan dari bulan Juli yang lalu. PT PLN bekerja sama dengan  Lembaga Penelitian dan  Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) terkait penyesuaian data KPM. Dan sudah ada 41 kelurahan di kota Solo yang telah menerima sosialisasi program konversi kompor LPG ke kompor listrik. Pada pertegahan bulan Juli 2022, kota Solo telah memenuhi terget untuk penyaluran kompor listrik bagi 1000 keluarga dengan golongan daya listrik 450 VA dan 900 VA.

Konversi gas ke listrik adalah bukti bagaimana kebijakan demi kebijakan yang dibuat rezim terasa kian mencekik. Padahal sebelumnya pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi sebanyak 30% sehingga menyebabkan kenaikan harga transportasi hingga kebutuhan pokok.Namun tak cukup sampai disitu, pemerintah juga akan menarik gas elpiji tabung melon agar tak lagi memberi subsidi pada rakyat miskin. Makanya rakyat diminta beralih menggunakan kompor listrik untuk mengurangi beban APBN.

Dengan demikian, program bagi-bagi kompor induksi atau kompor listrik dianggap pemerintah menyolusi subsidi LPG 3 kg yang terus mendaki karena merugikan pemerintah. Namun, apakah kebijakan ini tidak semakin mempersulit rakyat? Membayar listrik di tengah kenaikan harga sudah berat, kini ditambah kompor listrik 1.000 watt? 

Sungguh miris nasib rakyat kecil di negeri ini. Negeri yang mendapat julukan zamrud khatulistiwa karena keindahan alam dan kekayaannya yang berlimpah, tapi ternyata tidak membuat rakyatnya hidup sejahtera. Sudah sulit mencari lapangan kerja ditambah harga-harga yang terus mengalami kenaikan membuat rakyat miskin kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Ditambah lagi dengan beban pajak dan lain sebagainya seolah membunuh rakyat pelan-pelan. Ibarat tikus mati di lumbung padi, kekayaan alam yang dimiliki negara ini tak mampu menjamin kesejahteraan rakyat. 

Para penguasa yang seharusnya mengayomi rakyat malah terus menzalimi dengan membuat kebijakan-kebijakan yang memberatkan. Rakyat dianggap sebagai beban dan pemerintah selalu berhitung untung rugi dalam mengurus rakyat. 

Sistem yang Salah

Kesengsaraan ini berawal dari diterapkannya kapitalisme sehingga terjadi kapitalisasi pada seluruh kekayaan alam di negeri ini. Kekayaan alam yang seharusnya dikelola oleh negara malah diserahkan kepada pihak swasta baik lokal maupun asing. Inilah yang menyebabkan negara kehilangan sumber pendapatan terbesarnya. Kemudian negara menjadikan pajak dan utang luar negeri sebagai sumber pemasukan. Utang yang terus membengkak telah menggerus anggaran APBN. Sehingga pemerintah terus mencari cara untuk membayar utang dengan mengurangi subsidi kepada rakyat miskin dan meningkatkan pajak. 

Rakyat kecil terus ditindas karena dianggap sebagai beban, namun di sisi lain para penguasa terus berfoya-foya. Gaji dan tunjangan para pejabat yang fantastis ditambah dengan berbagai fasilitas yang luar biasa membuat kehidupan mereka sangat mewah. Berbanding terbalik 180° dengan kehidupan rakyatnya. 

Wajar bila mereka tidak peka dengan kesulitan rakyat karena mereka tak pernah merasakan hidup susah. Bahkan dari statemen yang mereka keluarkan selalu menyakiti hati rakyat dan tidak memberikan solusi sama sekali. Tatkala beras mahal, rakyat disuruh diet. Ketika minyak goreng mahal, rakyat disuruh makan rebusan. Saat BBM mahal, rakyat disuruh jalan kaki. Mirisnya lagi, rakyat dibilang tidak bisa mengelola keuangan dengan baik.  

Sudah menjadi watak dari negara penganut sistem demokrasi yang selalu saja lebih mementingkan keinginan para kapitalis dibandinngkan rakyatnya. Seharusnya negara bertanggung jawab dalam setiap urusan rakyatnya, terlebih dalam urusan pemenuhan kebutuhan asasia. Penguasa negeri kita yang mayoritas pengusaha, pastilah tolak ukur mereka dalam bertindak adalah manfaat, untung dan rugi. Dengan cengkeraman kapitalis, merekapun tidak lagi menggunakan hati nurani, tanggung jawab terhadap orang- orang yang mereka pimpin dan mereka urusi.

Terkait pengelolaan Sumber Daya Alam ( SDA) yang sangat melimpah, penguasa telah mempercayakan kepada pihak kapitalis baik dari dalam dan luar negeri. Tentu saja hal tersebut yang mengakibatkan sebagian besar hasil pengolaan SDA akan dikuasai para kapitalis, sedang negara hanya mendapat sebagian kecil saja. Ditambah lagi ketidak amanahan para penguasa dalam menjalankan tugas mereka.

Begitupun dengan kepemilkan, demokrasi kapitalis memberi kebebasan dalam kepemilikan. Siapapun bebas memiliki kekayaan alam selagi ia mampu memlikinya. Tidak ada aturan yang membatasi apakah kekayaan tersebut milik negara, milik umat dan milik individu. Sehingga menjadi suatu hal yang wajar, apabila ada istilah ” Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”. Sebab bagi mereka yang kaya seperti para konglongmerat dan kapitalis, untuk memiliki apapun di negeri ini akan didukung penuh oleh penguasa. Sementara kalangan rakyat biasa, bagi mereka merupakan hal yang luar biasa saat kebutuhan pokok mereka dapat terpenuhi. 

Sayangnya, tidak keseluruhan masyarakat mampu dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka. Sulitnya bagi mereka mendapat pekerjaan dengan penghasilan yang layak membuat mereka hanya bersikap pasrah dengan keadaan mereka. Adapun bantuan yang diberikan pemerintah, tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan asasia untuk jangka panjang. Pada akhirnya mereka kembali mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan mereka setelahnya.

Umat butuh solusi yang hakiki untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi, agar dalam menjalani kehidupan tidak menyalahi fitrah.  

Kembali pada Islam

Kesulitan demi kesulitan yang dirasakan seharusnya membuat umat Islam sadar bahwa sistem buatan manusia tidak akan pernah membawa kemaslahatan dan hanya mendatangkan kerusakan dan kesengsaraan. Maka saatnya kita kembali kepada sistem buatan Allah yaitu Islam. Karena Allah yang telah menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan pasti Dia tahu aturan yang terbaik.

Di dalam Islam terkait pengelolaan kekayaan alam adalah milik umum, maka tidak diperbolehkan individu atau perusahaan mengelolanya. Sumber daya alam hanya boleh dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api" (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Pada masa kepemimpinan Rasulullah datang seorang bernama Abyadh meminta izin untuk penguasaan lahan berupa tambang garam, lalu Rasulullah mengizinkannya. Kemudian seorang sahabat mengingatkannya dengan berkata: "Ya Rasulullah apakah Engkau tahu bahwa yang Engkau serahkan adalah sesuatu yang seperti air mengalir?" Maka Rasulullah mengambil kembali lahan tersebut, sebab tidak boleh sumber daya alam yang menjadi milik umum dikuasai oleh satu atau segelintir orang. 

Dengan sistem Islam, akan melahirkan pemimpin yang bertakwa dan amanah. Pemimpin yang bertakwa senantiasa takut kepada Allah dan berpegang teguh kepada syariat Islam. Kekuasaan baginya adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat nanti. Sehingga dia tidak akan menzalimi rakyatnya karena berpegang pada sabda Rasulullah SAW: "Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia membuat susah umatku, maka susahkanlah dia. Dan siapa saja yang mengurusi urusan dari umatku, lalu ia sayang pada umatku, maka sayangilah ia” (HR. Muslim). Maka pemimpin dalam sistem Islam akan sungguh-sungguh dalam mengurus rakyatnya. 

Negara Islam akan mengelola sendiri seluruh kekayaan alam milik umum dan hasilnya diberikan kepada rakyat baik secara langsung berupa penyediaan BBM, gas dan listrik murah, maupun berupa pelayanan publik, serta jaminan kesehatan dan pendidikan gratis. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh rakyat tanpa memandang dia muslim ataupun non-Muslim dan kaya ataupun miskin. 

Negara juga harus memastikan seorang kepala keluarga mempunyai penghasilan agar dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk keluarganya. Sehingga tidak ada lagi rakyat yang kelaparan, putus sekolah dan tidak bisa berobat. Bahkan pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz, tidak ada rakyat yang mau menerima zakat karena sudah tercukupi seluruh kebutuhan hidupnya. 

Oleh karena itu, kembalilah kepada sistem Islam yang pasti akan membawa kemaslahatan dan keberkahan bagi seluruh manusia. 

Wallahu'alam bishshawab.