-->

Sistem Sekuler Mengebiri Potensi Generasi

Oleh : Ida Nurchayati (Praktisi Pendidikan)

Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2022 kembali ternoda. Hari anak, yang seharusnya diperingati sebagai bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa ternoda dengan kasus perundungan anak hingga hilangnya nyawa.

Seorang siswa usia 11 tahun di Tasikmalaya mengalami perundungan karena ulah teman-temannya. Demi mengejar viral di media sosial, anak tersebut dipaksa teman-temannya menyetubuhi kucing. Peristiwa tersebut berakhir dengan melayangnya nyawa anak tersebut. Menurut Jokowi, kasus perundungan merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat.
Butuh kerja sama dari orang tua, sekolah, tenaga pendidik, hingga masyarakat sehingga kasus perundungan serupa bisa dicegah (Kompas.TV, 23/7/2022).

Kisah pilu generasi penerus seolah belum pupus. Peristiwa yang tak kalah tragis. Di Tangerang, nyawa remaja melayang, gegara membuat konten di media sosial. Dikutip dari m.liputan6.com (7/6/2022), seorang remaja nekat mencegat truk hingga kehilangan nyawa. Tubuhnya remuk dilindas truk. Insiden ini terjadi di Jalan M Toha, Tangerang (7/6/2022). Aksi serupa juga menimpa remaja berusia 18 yang tewas terlindas truk demi konten di Jalan Otista, Karawaci Tangerang
(3/6/2022).

Konten remaja yang tak kalah viral adalah fenomena Citayam Fashion Week (CFS). Sebuah ajang fashion show di trotoar jalanan oleh anak-anak dari Citayam, Bojong Gede, Depok dan sekitarnya. Dikutip dari Republika.co.id, (24/7/2022), Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria meminta para anak yang rerata siswa SD, SMP dan SMA yang sedang di CFS membubarkan diri pada pukul 22.00 WIB demi mendisiplinkan diri. 
"Waktu malam, rawan kekerasan dan pelecehan terhadap anak. Angka kekerasan meningkat, prostitusi daring juga meningkat,” kata Riza di akun instagramnya, dikutip Ahad (24/7/2022). Riza mengatakan, pihaknya mendukung kreatifitas berekspresi anak-anak dan akan mencarikan tempat lain sehingga tidak menimbulkan kemacetan.

Mirisnya, fenomena CFS ini menyebar kedaerah lain bak cendawan tumbuh di musim penghujan. Ajang ini disinyalir menjadi lahan bagi kaum pelangi untuk menunjukkan eksistensinya. Masyarakatpun ikut latah, beredar video, ada anak lelaki usia dini ikut-ikutan kontes dengan memakai kostum anak perempuan. 

Fenomena perilaku liberal berbalut ajang kreatifitas demi popularitas. Hendak dibawa kemana kemudi bangsa jika generasi mudanya gemar eksis dan berperilaku hedonis.

Sistem Sekuler Merampas aset Generasi

Remaja adalah aset sekaligus harapan masa depan, dipundaknya memikul estafet kepemimpinan bangsa. Amanah yang tidak mudah, beban yang tidak ringan. Maka remaja sudah seharusnya dididik dan dibina agar kelak menjadi pemimpin peradaban yang mengantarkan kejayaan negara.

Namun sayang, saat ini potensi remaja yang amat strategis tersebut kurang mendapat perhatian, bahkan teralihkan pada hal-hal yang kurang bermanfaat hingga menghilangkan nyawa. Marak perilaku membuat konten di medsos demi mengejar ketenaran dan popularitas dalam waktu singkat, demi gaya hidup yang serba hedonis dan materialis. Negara yang seharusnya hadir melindungi rakyatnya pun abai, tampak dari pernyataan pejabat negara yang mengatakan perundungan merupakan tanggung jawab orang tua, sekolah, pendidik dan masyarakat.

Demi popularitas, remaja juga berperilaku semakin bebas. Atas nama ajang kreatifitas, mereka berlenggak-lenggok di trotoar memperagakan busana yang unik dan nyentrik. Ajang ini menyisakan sisi gelap, remaja laki perempuan tidur di sisi jembatan kanan dan kiri , diduga menunggu jadwal kereta pagi untuk pulang (SuaraJogja.id, 19/7/2022). Gaya hidup bebas yang justru mendapat apresiasi dikalangan artis, bahkan para pejabat. Mereka pun menyambangi kawasan CFS, memberikan dukungan tingkah polah remaja tersebut. Sikap dan perlakuan penguasa berbeda dengan kegiatan membaca al Quran bersama di kawasan Malioboro, yang akhirnya di larang.

Didalam sistem sekuler, dimana peran agama dipinggirkan, banyak bermunculan individu yang pragmatis dan hedonis.
Sistem ini menjadikan tolok ukur (standar) kehidupan semata-mata mengejar manfaat. Manfaat inilah yang mendorong seluruh perbuatan manusia, bahkan menjadi tujuan dan nilai perbuatannya.

Dorongan memperoleh manfaat meniscayakan individu berperilaku bebas demi mengejar kepuasan materi, meski harus menabrak norma sosial dan batasan agama. Standar kebahagiaan adalah ketika mendapatkan materi dan kepuasan jasmani sebanyak-banyaknya. Keberadaan negara justru untuk menjamin kebebasan setiap individu. Sementara masyarakat yang pemikiran dan perasaannya beragam pun ikut latah, ikut meramaikan kegiatan tersebut. Bahkan ajang ini dengan cepat menyebar kedaerah lain.

Maka wajar, sistem sekuler akan melahirkan individu-individu yang berperilaku liberal, sementara masyarakat dan negara juga abai terhadap kemaksiatan. Inilah pangkal masalah yang mengantarkan generasi muda kehilangan jati diri, berperilaku liberal demi eksistensi diri.

Islam Menjaga Fitrah Pemuda

Akidah Islam hadir untuk memecahkan simpul kehidupan ('uqdatul kubra) dengan shahih, memuaskan akal dan sesuai fitrah manusia. Keberadaan manusia didunia karena diciptakan Allah. Tujuan penciptaan manusia pun jelas, sebagaimana firman Allah dalam Surat Adz Dzariat ayat 56, dalam rangka beribadah kepada Allah.
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Juga firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 30, manusia berperan sebagai khalifatul ardh.

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".

Dengan dua misi tersebut, maka segala aktifitas manusia didunia, termasuk remajanya diarahkan dalam rangka mengabdi dan menghamba kepada Allah SWT.  

Berbeda dengan sistem sekuler yang menjadikan standar kehidupan semata-mata mengejar manfaat. Islam memberi rambu-rambu, semua perbuatan wajib dikembalikan kepada syariat. Artinya Halal haram, baik buruk dan benar salah akan mengikuti ketentuan syariat, bukan hawa nafsu manusia.
Dorongan keyakinan bahwa setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah semakin memperkokoh setiap aktifitasnya.

Maka wajar, Islam melahirkan individu-individu yang kokoh akidah dan penuh kesadaran bahwa perbuatannya terikat syariat. Islam membenarkan adanya kehidupan akhirat dan menggambarkannya sebagaimana dijelaskan dalam al Quran dan as Sunnah, termasuk adanya siksaan dan kenikmatan. Gambaran ini mengantarkan individu muslim memandang Kehidupan akhirat adalah kehidupan yang hakiki dan abadi. Kehidupan dunia merupakan sarana menggapai kehidupan akhirat, sehingga kehidupan ini mempunyai makna dan nilai. Waktu didunia yang sangat singkat, begitu berharga, dan tidak akan disia-siakan hanya demi konten yang melambungkan popularitas.

Islam memperbolehkan manusia meraih nilai perbuatan yang bersifat materi dan menikmati perhiasan dunia yang telah Allah ciptakan baginya, asal dalam koridor halal dan haram, dalam batasan yang diperbolehkan syariat. Maka tujuan hidup tertinggi dan standar kebahagiaan adalah untuk menggapai dan mendapatkan ridha Allah, dengan terikat perintah dan larangan-Nya.

Kondisi tersebut didukung dengan masyarakat yang peduli terhadap amar ma'ruf nahi munkar. Masyarakat bukan hanya sekedar kumpulan individu, tetapi mereka diikat dengan pemikiran, perasaan dan aturan yang sama, yakni Islam. Rasa suka dan tidak suka, cinta dan benci, baik dan buruk berdasarkan ketentuan Allah. Mereka bersemangat dan berlomba dalam kemakrufan. Bahkan ketika muncul kemaksiatan ditengah-tengah masyarakat, masyarakat sepakat untuk melenyapkannya.

Dan tak kalah penting adalah peran negara sebagai junnah atau pelindung rakyatnya. Negara merupakan institusi yang menegakkan aturan sesuai perintah dan larangan Allah. Negara akan melarang setiap aktifitas maupun kreatifitas yang menyimpang dari syariat, seperti konten yang tidak islami, pergaulan bebas, lomba ajang busana yang mengumbar aurat, hingga perilaku menyerupai lawan jenis. Negara berkewajiban mengedukasi warganya dengan akidah dan tsaqafah Islam. 

Negara juga memberlakukan sanksi tegas bagi setiap individu yang menyimpang. Sanksi ditegakkan dalam rangka kebaikan manusia di dunia dan melindungi setiap muslim dari adzab dan murka Allah. Sanksi dalam Islam mempunyai dua fungsi yakni, zawajir dan jawabir. Yakni mencegah orang lain agar tidak meniru bentuk kemaksiatan serupa, karena merasa ngeri dengan sanksi yang diberlakukan. Pemberian sanksi didunia berdasarkan syariat Islam juga akan menghapus hukuman pelaku kemaksiatan tersebut diakhirat. Dengan penjagaan Islam yang sempurna tersebut, maka potensi generasi muda dikelola dan diarahkan dengan benar. Maka lahir generasi muda sebagai agen perubahan dan penjaga peradaban Islam yang terpercaya.

Tinta emas sejarah mencatat, penerapan Islam secara kaffah berpotensi melahirkan generasi terbaik sepanjang masa. Generasi yang peduli amar makruf nahi munkar, disegani baik kawan maupun lawan. Generasi yang senantiasa menunjukkan ketakwaan dan mengejar ridha Allah, bukan generasi yang hanya mengejar materi dan popularitas.

Wallahu a'lam.