-->

Pembentukan Karakter Gagal Ala Kapitalis

Oleh : ERNA NURI WIDIASTUTI S.Pd (Aktivis)

Membentuk karakter individu agar mempunyai kepribadian baik merupakan sesuatu yang amat didambakan didalam negeri ini namun harapan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan apalagi dengan banyaknya tantangan yang mempengaruhi kehidupan terlebih pada para pemuda dengan pola gaya hidup bebas yang lepas dari agama.

Pembentukan karakter ini utamanya disasar pada sekolah maupun perguruan tinggi, namun mirisnya masalah krisis karakter ini malah datang dari perguruan tinggi yang idealnya merekalah cikal bakal bangsa untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik lagi. Bagimanakah jadinya negeri ini dengan masalah yang muncul dilingkungan pendidikan terlebih oleh pihak-pihak yang harusnya menjadi contoh bagi generasi muda.

Sebagaimana dikutip dari kompas.com bahwa "Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyatakan bahwa kejadian seorang rektor yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap menjadi pelajaran untuk melakukan perbaikan". Sejalan dengan yang dikabarkan oleh detiknews bahwa " pada saat itu Karomani sementara mengikuti acara pembentukan karakter (character building) beserta para wakilnya."

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dinegeri kita tidak bisa dijadikan harapan untuk berpijak atas masa depan negeri, karena pendidikan yang harusnya menjadi penjamin masa depan generasi malah menjadi lahan bagi sebagian orang yang tak bertanggung jawab untuk meraup untung sebanyak-banyaknya tanpa melalui jalur yang benar. Secara tak langsung perbuatan ini akan menjadi hal yang mungkin akan ditiru oleh para peserta didik generasi berikutnya.
Padahal kalau kita mau melihat, negeri ini tak kurang dengan orang-orang yang berprestasi dan memiliki kemampuan yang mampu memajukan bangsa dan negara. Namun hal ini ternyata tak mampu menjadi jaminan bahwa pendidikan kita akan terbebas dari pelaku-pelaku yang mampu mencemarkan nama baik pendidikan.

Baginilah jadinya ketika asas yang digunakan dalam pendidikan baik keluarga, sekolah dan masyarakat (lingkungan) tidak berlandaskan pada asas yang sahih yakni sekuler kapitalis. Sehingga ujung-ujung dari kemajuan yang ada hanya karena dorongan materi belaka bukan sebagai sumbangsih yang memang diperuntukkan demi kemaslahatan masyarakat. Padahal nantinya asas inilah yang menjadi cara pandang hidup bagai setiap individu untuk melakukan suatu perbuatan sehingga ketika individu itu bertindak bukan sekedar hanya dorongan keinginan, suka dan tak suka, materi atau bahkan sekedar nafsu belaka.

Mestinya hal ini mendorong adanya evaluasi mendasar pada sistem pembangunan generasi (Pendidikan di keluarga, sekolah dan lingkungan). Generasi merupakan aset berharga bangsa dan negara yang membutuhkan pendidikan dan pengawasan yang baik agar menjadi pribadi mulia. Tak hanya berbakti, tetapi mampu menjadi cahaya kehidupan yang menentramkan hati para orang tuanya serta mampu menjadi ujung tonggak perjuangan untuk masa depan negara. Namun, pendidikan yang menjadi jargon mencerdaskan kehidupan bangsa ternyata tak lebih hanya sebagai ucapan yang belum jelas buktinya. Pada kenyataannya anak-anak berpendidikan setinggi-tingginya hanya sekadar mencapai nilai belaka yang tak membentuk kepribadian yang baik.

Pendidikan hanya menjadi pabrik pencetak tenaga pekerja tanpa memperhatikan pembentukan ketakwaan yang dapat mengendalikan segala bentuk perilaku manusia. Belum lagi pendidikan keluarga yang kurang akibat dari kesibukan orang tua demi menyambung hidup. Juga pengaruh lingkungan yang tak sejalan dengan pembentukan kepribadian remaja.
Inilah hasil dari kehidupan kapitalis sekuler yang meresahkan kehidupan. Menjunjung tinggi kebebasan dan menihilkan peran agama dalam kehidupan. Padahal, manusia harusnya diatur dengan aturan yang sejalan dengan fitrahnya yaitu aturan yang bersumber dari penciptanya yang paling mengetahui manfaat dan mudarat bagi manusia.

Pendidikan dalam sistem islam hadir memberikan ladasan yang kuat bagi keimanan generasi. Penanaman aqidah yang dimulai dari pendidikkan dasar dapat menjadi pondasi generasi dalam berpendapat dan berperilaku. Akan terbentuk generasi yang memiliki rasa takut kepada Allah swt. sehingga akan selalu mengikatkan perbuatannya berdasarkan perintah dan larangan Allah swt. Suatu perbuatan dianggap tercela jika syara’ menyatakan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan tercela sehingga ia akan meninggalkannya sekalipun hal tersebut disukainya. 

Sebaliknya perbuatan itu dianggap terpuji jika dipuji oleh syara’ dan ia akan melaksanakannya sekalipun hal tersebut tidak disukainya. Penanaman aqidah ini tak hanya dilakukan di sekolah tetapi juga dalam keluarga sebab keluarga adalah madarasah yang utama. Tak ketinggalan pula lingkungan masyarakat yang akan memberi contoh perbuatan-perbuatan luhur yang akan memperkuat keyakinan remaja terhadap nilai-nilai kebenaran. Tentu saja terbentuknya masyarakat yang menjunjung nilai-nilai kebenaran akan terjadi jika negara memproteksi masyarakat dengan aturan Islam. Masalah yang terjadi saat ini tak lepas dari bagaimana peran pemerintah dalam mengurus rakyatnya. 

Beginilah Islam mendidik generasi dengan tujuan-tujuan yang sejalan dengan arah kelangsungan hidup Islam tidak hanya kepada individu belaka tetapi memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan bersama. Ketakwaan sebagai landasannya dan dengan dorongan keimanan agar dapat bermanfaat bagi umat menjadikan para generasi berlomba-lomba dalam memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara dengan tetap berada pada koridor syariat islam.

Menjadi generasi muda yang mulia merupakan hal yang telah dijanjikan kepada kita. Tinggal kitalah yang mengambil posisi dalam membuat perubahan hidup kearah yang benar dengan memperjuangkan islam rahmatan lil'alamin agar kita mampu meraih gelar umat terbaik. 

Wallahu a'lam bissawab.