-->

Harga Telur Naik, Dominasi Korporasi Kapitalis

Oleh : Anita Arwanda, S.Pd. (Aktivis Dakwah)

Harga telur ayam di sejumlah wilayah mengalami kenaikan lebih dari Rp 30.000 per kilogram (kg). Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN) AAlvino Antonio menyebutkan jika kenaikan harga telur ayam saat ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. "Iya benar, ini paling tinggi (harga telur) dalam sejarah. Tembus Rp 30.000-an di pasar," kata Alvino dikutip dari Kompas.com. Alvino memberi keterangan bahwa kenaikan harga telur ayam telah terjadi sejak dua pekan yang lalu. Adapun harga telur ayam di tingkat peternak telur per 8 Agutus 2022 di kisaran Rp 23.300-Rp 23.900. Kemudian mengalami kenaikan di kisaran Rp 24.500-Rp 24.900 per 9 Agustus 2022 dan sehari setelanya kembali naik di harga Rp 26.000-Rp 26.700 per kg. Sementara pada 20 Agustus 2022, harga telur ayam di peternak kembali naik hingga Rp 27.300-Rp 28.800. "Ini baru di harga kandang atau peternak telur, di pasar tentu naik lagi," katanya lagi.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan jika kenaikan harga telur ayam disebabkan oleh adanya Bantuan Sosial (Bansos). Permintaan telur ayam dari Kementerian Sosial untuk keperluan Bansos membuat demand akan telur ayam tinggi, sehingga berpengaruh pada kenaikan harga. "Kemensos juga untuk keperluan bansos dirapel 3 bulan dan bantuannya itu dari bentuk telur. Telur kalau (stok) kurang dikit harga jadi naik," jelas Zulhas dikutip dari Kompas.com, Jumat (26/8/2022). Harga telur ayam beberapa hari ini menembus Rp30 ribu per kilogram. Lonjakan harga telur ini terkait berbagai faktor, di antaranya pemangkasan populasi ternak yang berimbas pada menurunnya produksi telur.
Sedangkan Eko Sugitno, peternak ayam petelur asal Desa Karangcengis, Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah, mengungkapkan menurunnya produksi membuat persediaan telur di pasaran tak mampu memenuhi permintaan konsumen. Harga mahal itu terkait dengan populasi, suply and demand. Karena produksinya sedikit permintaanya banyak, otomatis harganya mahal," kata dia ketika ditemui di kandang ternaknya, Rabu 24 Agustus 2022. Pria yang biasa disapa Gino itu menjelaskan, keputusan para peternak memangkas populasi karena kerugian yang dialami para peternak pada periode September 2021 hingga April 2022. Pada periode itu, para peternak rugi karena banyaknya pemodal besar yang mendadak membuka peternakan ayam petelur. Hal ini dipicu permintaan yang begitu tinggi seiring kebijakan pemerintah menggelontor bantuan sosial berupa bahan pangan. Sayang, kebijakan bantuan sosial pangan ini tak berlanjut belakangan hari karena berbagai persoalan di lapangan. Padahal para peternak terlanjur menambah populasi ayam untuk memenuhi permintaan. Puncaknya, terjadi over populasi. Produksi telur melimpah namun serapan minim. Para peternak akhirnya banting harga dan mengalami kerugian signifikan. Ini membuat sebagian peternak gulung tikar.

Pernyataan Menteri Perdagangan dan pejabat lainnya tentang kenaikan harga telur mencerminkan tiadanya empati pada kondisi rakyat dan kebutuhan mendesak rakyat terhadap telur. Dalam hal ini misalnya harga pakan ternak. Perlu diketahui harga pakan berpengaruh sekitar 70% pada biaya produksi dari tumbuhnya ayam secara keseluruhan, misalnya jagung sedangkan Indonesia yang masih harus bekerja sama dengan sektor luar negeri membuat Indonesia harus mau menerima dan membuka akses pasar luar negeri atau import dengan berbagai produk termasuk jagung, kedelai dan lain-lainnya, hal ini mempengaruhi harga produk tersebut dipedagang lokal, jika jagung import naik maka jagung produksi dalam negeri juga naik maka dominasi pemodal besar/kapitalis local-multinasional dalam produksi pangan dari hulu hingga hilir telah berhasil mengendalikan harga pangan dasar bagi rakyat. 

Dalam Islam, urusan seperti ini merupakan kewajiban negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan public dengan menata secara fair/adil aktifitas produksi hingga distribusi oleh warga negara, dan membatasi keterlibatan aktor asing. Karena jika masih bergantung pada asing berarti negara belum bisa mandiri dalam mengurusi rakyatnya. Hal ini Islam berpegang pada sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam "Imam atau Khalifah adalah pengurus yang bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya." (H.R Muslim dan Ahmad).