-->

Harga Pangan Kembali Naik, Bukti Lemahnya Sistem Kapitalis

Oleh : Eli Ermawati (Ibu Pembelajar)

Para ibu menjerit, lantaran harga pangan yang mahal, walau demikian, mau tidak mau tetap dibeli karena kebutuhan. Demi dapur tetap ngebul menyiapkan hidangan untuk keluarga tercinta.

Seperti dilansir dari Liputan6.com, Jakarta. Harga cabai rawit merah di Pasar Baru Bekasi, Jawa Barat, kian melonjak drastis. Kenaikan harga cabai yang sudah berlangsung selama dua pekan ini, membuat kaum ibu rumah tangga mengeluh. Kenaikan komoditas pokok ini terus terjadi setiap hari. Jika sebelumnya cabai rawit merah di pasaran dijual dengan harga Rp60 ribu per kg, kini harganya tembus Rp100 ribu per kg.

Lonjakan kenaikan harga pangan ini memang sering terjadi di negeri yang kaya akan alamnya. Bahkan menjadi rutinitas, seperti saat menjelang hari raya atau pergantian tahun, masalah iklim atau lainnya. Tak hanya percabean, bawang merah, daging, tepung terigu juga ikut mengalami kenaikan harga menemani minyak goreng yang telah lama mengimpit rakyat. Belum lagi kenaikan PPN sebesar 11% makin menambah beban hidup masyarakat di tengah kebijakan yang sering kali tidak memihak rakyat.

Peringatan potensi krisis dan kenaikan harga pangan juga jauh-jauh hari dilontarkan Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Masalah iklim yang menyebabkan kekeringan, efek Covid-19 serta perang Rusia Ukraina menjadi sebab. (Kontan.co.id 13/06)

Jadi sebenarnya permasalahan ini bukan hanya di Indonesia saja melainkan mendunia. Padahal, pangan adalah kebutuhan pokok utama yang harus dipenuhi individu agar bisa hidup. Namun pemerintah seakan tak bisa menyelesaikan permasalahannya hingga tuntas pada akhirnya kenaikan harga pangan menjadi fenomena yang terus berulang.

Seperti inilah gambaran penerapan sistem ekonomi Kapitalis liberal, sistem yang meminimalisasi peran negara dalam memenuhi hajat rakyat. Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator untuk membuat aturan dan regulasi. Sementara itu kebutuhan rakyat diserahkan kepada pasar atau korporasi sehingga korporasi menguasai seluruh rantai pangan, mulai dari produksinya hingga konsumsi. Dengan prinsip bisnis dan menghilangkan pelayanan pada rakyat itulah cara kapitalis mengelola hajat pangan, akibatnya kedaulatan pangan tidak dapat terwujud.

Sebenarnya kedaulatan dan kemandirian pangan  bisa direalisasikan, ketika sistem yang diterapkan adalah sistem yang shahih yakni Islam. Islam memiliki mekanisme agar kedaulatan pangan bisa tercapai dan bebas dari ketergantungan impor. Islam juga menjamin berjalannya proses produksi, menjaga stok pangan dan mendukung usaha pertanian yang dilakukan rakyatnya, seperti memberi kemudahan dalam mengakses bibit terbaik alsintan modern teknologi pertanian terbaru, menyalurkan bantuan subsidi, membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi dsb. Termasuk menyelenggarakan riset-riset, pendidikan, pelatihan dan pengembangan. 

Sistem Islam juga akan menerapkan hukum seputar lahan pertanian yaitu menghidupkan tanah mati, larangan menelantarkan lahan dari tiga tahun dan larangan menyewakan lahan pertanian, karena hal ini akan mencegah penguasaan dan menjamin semua tanah terkelola secara maksimal. Begitu pula pada aspek distribusi dan stabilitas harga. Prinsip distribusi akan menentukan harga, dalam Islam mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang terjadi secara alami, akan tetapi negara akan melakukan pengawasan dan menerapkan larangan penimbunan dan kecurangan dimana keduanya berpotensi mengganggu juga merusak harga pasar.

Jadi jika ditemukan kondisi harga yang tidak normal seperti saat ini maka negara akan melakukan dua kebijakan yaitu menghilangkan penyebab distorsi pangan seperti penimbunan, kartel dsb. Kemudian negara juga menjaga supply dan demand, negara akan betul-betul memperhatikan aktivitas perdagangan agar berlangsung secara benar dan optimal sebab perdagangan memainkan peranan strategi dalam proses distribusi barang karena menjadi sarana penting memediasi petani sebagai penghasil pertanian dengan konsumen. Melalui perdagangan aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi ditengah-tengah masyarakat bisa ditingkatkan.

Dalam sistem Islam, impor hanya akan dilakukan jika terjadi kondisi yang menuntut pemenuhan barang tertentu karena terjadi kelangkaan didalam negeri, dalam keadaan seperti ini negara akan mengimpor sebagian produk negara lain dengan memotong cukai bahkan membebaskannya hal ini bertujuan agar produk-produk tersebut bisa segera masuk hingga dianggap cukup.

Khalifah Umar bin Khattab pernah mengintruksikan kepada pegawainya untuk mengambil pajak kepada orang-orang kafir Harbi sebesar 5% yang membawa minyak dan biji-bijian ke Hijaz. Dalam keadaan tertentu beliau bahkan mengintruksikan kepada para pegawainya untuk membebaskan pajak.
Diriwayatkan Az Zuhri dari Salim dari ayahnya bahwa Khalifah Umar menerapkan pajak 10% terhadap pakaian katun, 5% untuk minyak dan gandum dengan tujuan memperbanyak masuknya barang-barang tersebut. Kebijakan responsif yang dibuat Khalifah Umar ini sangat bermanfaat dalam mempermudah pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. 

Demikianlah negara dalam sistem Islam bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya. Sehingga seluruh rakyatnya akan bisa menikmati secara berkecukupan dengan harga terjangkau. Pengawalan negara dalam distribusi akan menciptakan pasar yang sehat, disisi lain negara menjamin pengelolaan lahan secara maksimal oleh petani hal ini tentu saja akan menggairah para petani dengan jaminan pengurusan pangan dalam negeri seperti ini, maka kebutuhan untuk import pangan akan hilang serta kedaulatan pangan benar-benar akan terwujud.

Wallahu'alam bishawab.