-->

Ratusan CPNS Mundur! Kapitalisme Gagal Jamin Kesejahtaraan

Oleh : Indah Kurniawati

Calon pegawai negeri sipil (CPNS) dikabarkan ramai-ramai mengundurkan diri. Padahal mereka telah lolos seleksi CPNS dan akan ditetapkan sebagai abdi negara. Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) menunjukkan ada sekitar 100 orang CPNS mengundurkan diri dari total 112.513 yang lolos seleksi dan memulai tahap penetapan.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama, gaji dan penempatan yang tidak sesuai menjadi alasan utama banyak CPNS mengundurkan diri. "Kebanyakan memang tentang gaji, ada juga yang lokasi. Kebanyakan mungkin ada yang penempatan lokasinya jauh," beber Satya kepada detikcom, Jumat (27/5) lalu.

Perlu diketahui bahwa besaran gaji pokok seorang PNS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977. Adapun, besaran gaji PNS berdasarkan aturan tersebut berkisar Rp 1.560.800 hingga Rp 5.901.200, tergantung golongannya. Besaran gaji tersebut masih di luar sejumlah tunjangan yang dapat diterima seorang PNS setiap bulannya.

Status PNS memang menjadi incaran banyak orang. Masyarakat menganggap jika sudah menjadi PNS maka karir dan masa depan akan terjamin, karena penghasilan yang tetap dan jaminan masa tua yang menggiurkan. Pedoman ini sesuai dengan ideologi kapitalisme yang menganggap hidup yang bahagia dan sejahtera adalah ketika mempunyai uang banyak dan kekayaan yang mencukupi. 

Sistem ini pula yang menjaga eksistensin  para pemilik modal dan menihilkan peran pemerintah dalam mengatur urusan rakyat. Alhasil negara tidak berkutik saat kebutuhan dasar publik dijadikan ladang bisnis oleh kapital, dan kebutuhan pokok rakyat dimonopoli para lartel. Nasib rakyat kian tercekik dengan biaya kebutuhan hidup yang semakin lama semakin mahal karena dikomersialisasi para korporat. Karena sebab itu tah ayal para CPNS banyak yang mengundurkan diri ketika mereka melihat tidak mendapat jaminan yang layak. 

Sangat berbeda dengan sistem islam! Perbedaan ini dapat dinilai dari konsep peraturan kepegawaian dalam daulah khilafah yang dijelaskan dalam kitabnya syech taqiudin an nabani   yang terdapat dalam kitabnya Muqaddimah Ad-Dustur dalam pasal 98. Dalam pasal 98 beliau menjelaskan bahwa setiap warga negara khilafah baik laki-laki maupun perempuan, muslim maupun kafir berhak diangkat menjadi direktur (mudir) atau menjadi pegawai di dalam jihaz idari atau struktur administrasi.

Ketentuan ini diadopsi dari hukum ijaroh atau kontrak kerja. Sebab para mudir atau pegawai dalam islam merupakan pekerja yang diatur berdasarkanhukum-hukum ijaroh. Dengan ketentuan ini seluruh pegawai yang bekerja pada negara khilafah diatur sepenuhnya dibawah hukum-hukum ijaroh. 

Dalam konteks sebagai pegawai mereka bertugas melayani urusan-urusan rakyat sesuai tugas dan fungsinya. Adapun standar gaji pegawai khilafah akan dihitung berdasarkan kelayakan standar hidup wilayah tempat tinggal mereka. Gaji tersebut akan akan dipastikan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan tiap-tiap keluarga. 

Sedangkan dalam konteks menjadi warga negara, khilafah akan melayani dan memperlakukan mereka hingga hak mereka terpenuhi sempurna. Setiap warga khilafah baik pegawai atau bukan akan mendapatkan jaminan layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis. 

Sebab kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan dasar publik yang wajib dipenuhi secara mutlat oleh khilafah. Adapun alokasi penganggarannya berasal dari baitul mall bagian pos pelayanan umum yang bersumber dari pengelolaaan kekayaan alam oleh negara khilafah. Konsep yang begitu rinci in tentu akan menghapus kekhawatiran rakyat mengenai jaminan mereka.Inilah jaminan hidup khilafah yang diberikan kepada warga negaranya yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem kapitalisme.