-->

Impor Merajalela, Pemerintah Tak Tahu. Benarkah?

Oleh : Dinda Kusuma W T 

Polemik impor sudah terjadi di Indonesia sejak lama. Bahkan sejak awal negara ini merdeka. Hobi impor yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sudah bukan rahasia lagi. Dari tahun ke tahun hingga saat ini, impor terus meningkat. Bertentangan dengan semangat swasembada pangan yang selama ini selalu digaung-gaungkan oleh pemerintah.

Belakangan, pernyataan aneh terlontar dari  Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkaitan dengan tingginya neraca impor. Ia menyatakan rasa geramnya terhadap pemerintah pusat dan daerah serta BUMN yang masih melakukan impor terkait pengadaan barang dan jasa. Padahal, anggaran modal yang diberikan cukup besar. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan kepada menteri dan lembaga serta kepada kepala daerah tentang aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3/2022).

"Cek yang terjadi, sedih saya. Belinya barang -barang impor semuanya padahal kita memiliki pengadaan barang dan jasa anggaran modal pusat itu Rp526 triliun, daerah Pak Gubernur, Pak Bupati, Pak Wali Rp535 triliun lebih gede daerah. Sekali lagi saya ulang pusat Rp526 triliun, daerah Rp535 triliun, BUMN jangan lupa saya detailkan lagi Rp420 triliun ini duit gede banget besar sekali," ujar Jokowi kala itu (Sindonews.com, 25/03/2022). Pasalnya, kegeraman Jokowi ini dikhususkan untuk menyentil Polri terkait pengadaan seragam hingga sepatu yang diimpor dari luar negeri.

Drama tak masuk akal memang seringkali dipertontonkan oleh rezim penguasa negeri Indonesia ini. Bagaimana mungkin presiden sebagai eksekutif tertinggi negara bisa tidak mengetahui perihal impor yang dilakukan oleh jajarannya sendiri. Apakah mungkin hal seperti itu (impor) bisa berjalan tanpa sepengetahuan dan persetujuan presiden? Agaknya jelas tidak mungkin. Sekali lagi, akal-akalan 'lip service' dilakukan demi pencitraan.

Jelas, presiden ingin mengesankan bahwa impor bukanlah kehendak pemerintah. Jokowi berusaha menggiring pemikiran rakyat bahwa impor bertentangan dengan kemauan pemerintah. Padahal yang namanya impor tentu melewati berbagai birokrasi yang tidak mungkin luput dari pantauan pemerintah. Pencitraan semakin terungkap ketika pihak Polri yang 'disentil' mengaku bahwa tindakan impor yang mereka lakukan telah sesuai dengan instruksi presiden Jokowi. "Kalau Polri pengadaan mendukung kebijakan pemerintah dan mempedomani arahan bapak Presiden," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, pada Jumat 25 Maret 2022 lalu (liputan6.com, 25/03/2022).

Inilah salah satu cara yang kerap digunakan pemerintah untuk menutupi 'ketidakbecusan' pengelolaan negara. Kalaupun benar pemerintah tidak tau-menahu masalah tingginya neraca impor, hal itu justru menunjukkan 'ketidakbecusan' yang lebih parah lagi. Impor adalah salah satu kegiatan yang harus benar-benar diawasi dan dikendalikan oleh pemerintah karena berkaitan dengan keamanan dan stabilitas negara. Jangan sampai kegiatan impor menjadi berlebihan dan menyebabkan ketergantungan kepada negara lain yang kemudian mengancam kedaulatan negara. 

Sistem demokrasi dengan sistem ekonominya yang kapitalis, memang tidak akan memperhatikan dampak lain dalam kegiatan ekonomi kecuali memperhitungkan untung rugi saja. Untung rugi itupun tidak akan mengikutkan rakyat dalam pertimbangannya. Yang diutamakan hanya keuntungan pribadi dan golongan, khususnya penguasa dan pengusaha. Rakyat hanya akan mendapat dampak buruk dari berbagai kebijakan yang berlaku. Hal seperti ini tidak akan terhindarkan dalam sistem demokrasi kapitalis.

Impor Dalam Pandangan Islam

Islam memiliki seperangkat aturan lengkap termasuk dalam hal tata negara dan pemerintahan. Sistem pemerintahan Islam sangat memperhatikan setiap kebijakan agar tidak keluar dari ketentuan syariat islam. Inilah yang mendasari kebijakan dalam sistem Islam tidak akan berpihak kepada pribadi atau golongan tertentu. Sebab kebijakan dibuat berlandaskan aturan yang berasal dari Allah SWT. Termasuk juga kegiatan impor yang memiliki beberapa ketentuan ketat diantaranya :

Kaum Muslim diizikan bertransaksi dengan negara kafir dzimmi (kufar yang tinggal di Negeri Muslim, atau memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin, membayar pajak atau jizyah sebagai kompensasi pemerintah Islam terhadap harta dan jiwanya. Namun jika mereka tidak mampu membayar jizyah, maka jizyah tersebut dapat digugurkan darinya) dan kafir Mu'ahad (negara yang memiliki perjanjian atau terikat perjanjian damai, perjanjian dagang atau selainnya dengan kaum Muslimin yang berada atau bertugas di negeri kaum Muslimin, tidak boleh disakiti selama mereka menjalankan kewajiban dan perjanjiannya). Termasuk mengimpor atau mengekspor komoditas. Namun mereka tetap tidak boleh mengimpor ataupun mengekspor persenjataan dan alat-alat pertahanan strategis.

Terhadap negara Kafir Harbi Fi’lan (negara kufar yang memerangi kaum Muslimin) maka tidak ada hubungan perdagangan dengan mereka. Kafir Harbi tidak dibolehkan masuk ke wilayah kaum muslimin, kecuali ada izin masuk (visa) dari negara. Jika mereka masuk tanpa visa, mereka diperlakukan sebagaimana halnya Kafir Harbi Fi’lan, yakni harta dan jiwa mereka tidak mendapatkan perlindungan.

Perdagangan luar negeri dalam sistem islam dikontrol sepenuhnya oleh negara. Warga negara dalam sistem Islam, baik muslim maupun non-muslim, dilarang melakukan perdagangan luar negeri dengan negara kafir, tanpa izin. Negeri Islam tidak sembarangan bertransaksi dengan luar negeri, sebab hal itu membahayakan kedaulatan negara. Lebih-lebih bila impor menjadi tak terkendali yang menyebabkan negara bergantung kepada negara lain. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia yang nyata-nyata sangat bergantung pada negara lain seperti Amerika dan China disebabkann tingginya impor dan utang. Negarapun akhirnya 'tergadai'. 

Islam memenuhi kebutuhan rakyat dalam negeri dengan memaksimal pengelolaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang ada dalam negeri Islam. Sistem ekonomi Islam jika diterapkan bersama dengan semua aturan Islam secara menyeluruh niscaya akan menuntaskan segala persoalan ekonomi dan sosial. Kesejahteraan akan tercapai bagi seluruh rakyat. Dan ridha serta rahmat Allah akan turun bagi semesta alam. 

Wallahu a'lam bishsawab.