-->

BBM Naik, Buruknya Tata Kelola Negara Kapitalisme

Oleh : Riani

Sinyal pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax disampaikan langsung oleh Menteri Bandan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir saat memberi kuliah umum di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin Makassar. Erick menyampaikan, Pertamax atau RON 92 tidak lagi diputuskan menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP). Dan memang terbukti per 1 April 2022 harga pertamax naik.

Disinyalir kenaikan bahan bakar pertamax menurut pemerintah karena mengikuti pergerakan harga minyak dunia atau tidak disubsidi oleh pemerintah, jelas kondisi ini mengakibatkan rakyat semakin menderita, terus menerus harus menelan pil pahit kehidupan. Betapa tidak, dalam waktu bersamaan, harga-harga merangkak naik. Mulai dari minyak goreng dan sembako, PPN, sampai BBM jenis Pertamax. 

Per 1 April 2022, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp12.500. PT Pertamina Patra Niaga mengatakan kenaikan Pertamax dipicu harga minyak dunia yang melambung sehingga mendorong harga minyak mentah Indonesia pun mencapai mencapai US$114,55 (Rp1,64 juta) per barel pada 24/3/2022. 

Alasan pemerintah menaikkan BBM karena harga minyak dunia terus naik, menurut pemerintah jika kenaikan BBM tidak dilakukan, akan memberatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan asumsi harga minyak dalam APBN sudah sangat jauh dengan harga minyak dilapangan. Pada saat ini, harga minyak mentah dunia menembus 119 dolar AS per barel. Sedangkan dalam asumsi APBN  2022, harga minyak dunia ditetapkan sebesar 65 dolar AS per barel

Jelas alasan naiknya minyak mentah dunia yang berimbas pada kenaikan harga BBM nonsubsidi ini nyatanya menuai kritik keras berbagai pihak, salah satunya ekonom senior Rizal Ramli. Menurutnya, kenaikan harga tersebut membuktikan pemerintah tidak mampu mengantisipasi kenaikan harga minyak mentah dunia. 

Salah satu efek domino yang timbul akibat kenaikan harga pertamax akan berdampak pada migrasi masyarakat secara kolektif. Masyarakat menegah atas yang semula menggunakan pertamax akan beralih ke pertalite karena harga lebih murah dan disubsidi pemerintah. Namun masyarakat pengguna pertalite pun mulai terasa sulit mencari pertalite. Terbukti, SPBU di beberapa wilayah mengalami kekosongan Pertalite, dan kondisi inipun menambah kebingungan masyarakat

Kalau sudah begini, dampak ekonominya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah akan makin terasa. Jika Pertalite makin langka di pasaran, mau tidak mau masyarakat harus membeli Pertamax yang harganya lebih mahal. Dapat dipastikan, setiap kali harga Pertamax naik, beban rakyat pun makin berat, apalagi di tengah harga kebutuhan pokok lain yang terus meningkat. Terus meningkatnya harga BBM tidak terlepas dari buruknya tata kelola dan politik energi rezim neoliberal yang ditopang sistem sekuler. 

Sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini memosisikan negara hanya sebagai regulator, sekadar penjaga dari kegagalan pasar. Akibatnya, semua hajat hidup publik, termasuk BBM, dikelola dalam kacamata bisnis dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar—sebagaimana dikukuhkan dalam UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 
Nahasnya, sebagian besar ladang minyak bumi malah dikelola pihak swasta, terutama asing. Maka meningkatnya harga BBM bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak, tetapi terletak pada visi rezim dan tata kelola minyak yang kapitalistik. 

Berbeda halnya dengan tata kelola minyak sesuai syariat dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang jumlahnya besar, seperti minyak bumi, merupakan harta milik umum sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim bersekutu dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud) Pengelolaannya pun wajib dilakukan secara langsung oleh Khalifah sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. 

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) itu perisai, orang-orang berlindung di belakangnya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud) Pengelolaan minyak bumi ini wajib dilakukan negara secara mandiri dan mendistribusikannya secara adil ke tengah masyarakat. Negara hadir memang untuk melindungi kepentingan umat dengan tidak mengambil keuntungan, kecuali biaya produksi yang layak. Kalaupun negara mengambil keuntungan, hasilnya akan dikembalikan lagi ke masyarakat dalam berbagai bentuk. 

Dengan demikian, pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaan minyak bumi kepada pihak swasta, apalagi asing. Harga BBM dapat dipastikan murah (bahkan gratis) dan mudah diakses seluruh rakyat. Hasil pengelolaan tersebut juga dapat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan publik lainnya secara gratis. 

Sungguh, sistem Islam akan melahirkan para pemimpin yang bertakwa, yakni mereka yang menjadikan kepemimpinan sebagai sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. 

Wallahu’alam bis showab