-->

RAJAB, MOMENTUM PENEGAKAN KHILAFAH

Oleh : Esnaini Sholikhah, S.Pd 
(Pendidik dan Pengamat Sosial)

3 Maret 1924 M yang bertepatan dengan 28 Rajab 1342 H, adalah sejarah kelam kaum muslim, dimana Mustafa Kemal Ataturk membubarkan Khilafah. Rajab 1443 H kali ini adalah momentum untuk mengingatkan umat Islam bahwa sudah 101 tahun umat kehilangan junnah/ perisainya. Kondisi umat Islam sekarang ini sedang tidak dalam kondisi semestinya. Padahal Allah SWT berfirman

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (TQS.Ali Imron (3): 110)

Umat Islam belum menunaikan tajul furudl (mahkota kewajiban), yaitu penegakan khilafah yang akan menjadi perisai pelindung dan penjaga umat, serta pelaksana syariah juga mercusuar Islam ke penjuru dunia. Umat harus segera sadar bobroknya sistem kapitalisme yang hari ini diadopsi banyak negara di dunia termasuk oleh kaum Muslim. Jangan sampai umat terlena dengan ideologi kapitalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam secara total.

Berbeda dengan kapitalisme yang sejatinya kedaulatan di tangan oligarki, khilafah merupakan sistem pemerintahan yang kedaulatannya berada di tangan Allah SWT. Khalifah dan para pembantunya tidak memiliki wewenang apa pun untuk membuat hukum. Sehingga tidak ada peluang merekayasa atau memasukkan undang-undang proyek oligarki. Dalam sistem Islam azas yang paling mendasar adalah akidah Islam atau keimanan. Sehingga para pejabat negara punya alat kendali terhadap diri. Mereka lebih tunduk pada Allah bukan pada kepentingan oligarki.

Pasca runtuhnya Khilafah, umat Islam kehilangan perisai dan pelindungnya. Mereka disekat-sekat dengan apa yang disebut nation states dan dipaksa hidup dalam sistem sekuler ala Barat. Banyak penguasa negeri Islam berkhidmat pada kepentingan Barat dengan menzalimi rakyatnya sendiri. Di antara mereka bahkan tidak malu menjalin hubungan mesra dengan zionis Israel yang jelas-jelas merampas tanah kaum muslim dan menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi umat Islam Palestina.

Di dalam negeri tak jauh berbeda. Berbagai masalah menerpa umat Islam, seolah tak ada ujungnya. Dari penistaan terhadap Islam dan ulama, makin maraknya fenomena kesyirikan dan ide sesat seperti LGBT, sexual consent, dan lainnya, terpuruknya ekonomi, rendahnya mutu pendidikan, hingga sulitnya mengakses layanan kesehatan yang prima tanpa harus merogoh kantong dalam-dalam. Semua terjadi di tengah gempuran stigmatisasi buruk terhadap umat Islam atas nama toleransi dan menghormati keberagaman.

Mirisnya, pandemi yang sudah berjalan dua tahun ini ternyata membuat semakin tingginya korupsi. Sejumlah pejabat daerah hingga jajaran menteri harus berurusan dengan KPK. Akibatnya, muncul wacara hukuman mati bagi koruptor. Yang terbaru, dilansir dari laman ICW, tak kurang dari tiga kepala daerah ditangkap pada Januari 2022 (antikorupsi.org, 07 Februari 2022).

Tingkat kejahatan lain juga menunjukkan tren naik di masa pandemi, seperti kejahatan terhadap kesusilaan (perkosaan dan pencabulan), pencurian dengan kekerasan, dan narkoba. Ketua Komnas Perempuan, Andi Yentriyani menyatakan bahwa hingga Juni 2021 pihaknya telah menerima 2.592 kasus (detiknews, 03 Februari 2022)

Semua fakta di atas menunjukkan bahwa ada yang salah dengan umat Islam. Iman pada Allah SWT meniscayakan seorang muslim mengikatkan seluruh perbuatannya pada apa yang telah diturunkan-Nya. Namun nyatanya tidak demikian. Hukum Islam dicampakkan, bahkan konstitusi dianggap lebih tinggi daripada ayat suci. Maka lahirlah berbagai masalah sebagai konsekuensi dari diterapkannya hukum perundang-undangan buatan manusia. 

Tak ada jalan lain kecuali umat Islam harus kembali pada syariat dan meninggalkan kapitalisme beserta ide-ide turunannya. Untuk itu, perlu adanya perubahan mendasar dan menyeluruh di tengah-tengah umat hingga pemikiran dan perasaannya tertunjuki oleh cahaya Islam. Inilah yang nantinya akan mendorong umat untuk menuntut penerapan syariat secara total. Dan satu-satunya institusi yang dapat mewujudkannya hanyalah Khilafah.
Menegakkan khilafah hukumnya wajib. Allah SWT berfirman: 

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".  (TQS. Al Baqarah [2]: 30)

Imam al Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan ayat tersebut merupakan dalil pokok pengangkatan khalifah, yang wajib didengar dan ditaati, agar dengannya suara kaum muslim satu dan hukum-hukum khalifah itu bisa dilaksanakan. (al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, cet. I, 2004 M/1425 H)

Rasulullah SAW telah memberikan teladan tentang metode menegakkan sebuah negara yang dibangun di atas akidah Islam dan menerapkan syariat secara total. Metode tersebut tidak lain adalah dakwah politis ideologis yang diemban sebuah kelompok dakwah. Dimulai dengan pembinaan dan pengkaderan, interaksi dengan masyarakat, dan penerapan hukum Islam secara kaffah dalam tataran negara. Tahapan pembinaan dan pengkaderan dilakukan untuk mengokohkan akidah, memahami Islam ideologis, dan menempa mental. Maka lahirlah kader dakwah berkepribadian Islam. Mereka sangat memahami bahwa kondisi masyarakat tidaklah ideal bagi penerapan syariat sehingga harus diubah. Inilah yang menjadi bekal mereka saat dakwah beralih ke tahapan interaksi dengan masyarakat. Pada tahapan ini, kader dakwah menyampaikan pemikiran Islam hingga menjadi opini umum di tengah-tengah umat. Ini dilakukan agar umat memahami Islam dan turut memperjuangkannya. Dukungan yang sama juga diharapkan datang dari tokoh dan ahlul quwwah, baik dari kalangan penguasa maupun militer, hingga mereka dengan penuh kesadaran akan memberikan nushrah (pertolongan) pada dakwah, sebagaimana dahulu kaum Anshar memberikan nushrahnya. Dengan nushrah ini, tercapailah tujuan politis dari dakwah, yaitu tegaknya Khilafah.

Di bulan Rajab yang mulia ini, seyogyanya kita melipatgandakan amal saleh. Tidak hanya dengan memperbanyak amal yang sifatnya personal, seperti salat, puasa, dan lainnya, melainkan juga dengan memperjuangkan tegaknya khilafah dengan cara mengangkat dan membaiat seorang khalifah. Dialah yang nantinya akan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan penerapan ini, niscaya Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam akan terwujud. Semoga Allah SWT memuliakan umat ini dengan para penolong (anshar) yang akan mengembalikan jejak langkah kaum Anshar yang pertama.

Wallahu a’lam bisshowab.