-->

LABEL BARU LAHIRKAN MASALAH BARU

Oleh : Erlyn Lisnawati 

Saat ini publik dikagetkan dengan adanya perubahan label halal yang baru diperkenalkan Kementerian Agama atau Kemenag pada Sabtu 12 Maret 2022 menuai protes. Label Halal Indonesia menggantikan label Halal MUI, sangat berbeda dengan bentuk dan warna dengan sebelumnya. Label Halal Indonesia berbentuk gunungan dengan warna keunguan, dan menghilangkan tulisan Majelis Ulama Indoensia (MUI). Selain hurufnya kurang jelas, tema gunungan pada bentuk tulisan halal juga menjadi polemik. 

Pasalnya, gunungan dianggap identik dengan budaya Jawa, dan Indonesia tidak hanya Jawa. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menetapkan label halal yang berlaku nasional, yang bentuknya mengadopsi bentuk gunungan pada wayang.Label halal yang berlaku nasional tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal yang berlaku efektif sejak 1 Maret 2022. 
( seputartangsel, 13/3/22 )

Tak hanya dari bentuknya, secara fungsi bagi pelaku UMKM pun dianggap menjadi beban produksi.Bagaimana tidak, para pelaku produksi harus mengganti label baru ini dengan salah satunya para pelaku UMKM mengeluhkan biaya produksi lagi untuk membuat kemasan dengan logo baru tersebut. Kejadiannya, logo lama baru diganti pada 2019 lalu.Dari sini yang diharapkan oleh para pelaku usaha UMKM adalah kemudahan birokrasi dalam pengurusan sertifikasi halal, walau tetap saja dampaknya memakan biaya produksi lagi.

Jaminan produk halal semestinya merupakan hak rakyat dari pemimpinnya. Oleh karenanya, atas dasar keimanan dan kewajiban, seharusnya negaralah yang  melakukan berbagai cara untuk memastikan semua barang konsumsi rakyat dijamin kehalalannya, termasuk melalui aturan sertifikasi halal. Aturan ini tentu tidak boleh membebani rakyat, terutama para produsen barang. Justru rakyat harus diberi kemudahan, termasuk dalam hal regulasi dan pembiayaan. Tugas negara dalam Islam adalah mengurus seluruh urusan rakyat dan melindungi rakyat. Jangan sampai terjadi hal dalam perhitungan bagian  biaya produksi yang membuat harga-harga barang mengalami kenaikan. Apalagi memicu munculnya kecurangan, seperti melakukan pemalsuan akibat sulitnya para pelaku usaha kecil  untuk mendapatkan sertifikasi halal.

Disaat penerapan sistem sekuler kapitalisme neoliberal memang tampak jelas telah membuat umat hidup dalam lingkaran kesusahan. Kehalalan dan keharaman bercampur di dalam banyak hal, tidak jarang sangat sulit dibedakan. Sudah saatnya umat melek mata dan segera bangun dari mimpi buruk, bahwa sistem yang adopsi saat ini sangat jauh dari harapan. 

Oleh karena itu, umat semestinya sadar bahwa hanya dalam sistem Islam jaminan produk halal bisa benar-benar diwujudkan. Ini karena sistem Islam tegak di atas akidah Islam dan berfungsi sebagai penegak seluruh aturan Islam, termasuk menjamin produk halal. Maka dari itu, bersegeralah persiapkan diri pribadi, masyarakat dan tentunya negara menerapkan aturan Islam secara kaffah, seperti tertuang dalam firman Allah surat Al Baqarah 208. Karena hanya dengan Islam semua masalah akan terselesaikan. Aturan Islam satu - satunya poros hidup, sehingga akan terwujud Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Insyaallah.

Wallahu 'alam bi shawab.