-->

Pekerja Sengsara Akibat JHT, Para Elite Sejahtera

Oleh : Cia Ummu Shalihah (Pemerhati Sosial)
 
Polemik terjadi setelah diberlakukannya Permenaker 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua(JHT) yang menetapkan pembayaran JHT diberikan saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun, termasuk bagi pekerja yang mengundurkan diri dan terkena PHK.

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengklaim kondisi keuangan dan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) cukup kuat. Ia pun meminta masyarakat tak risau dengan pencairan di usia 56 tahun.
"Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kelangsungan program JHT. Saat ini, kondisi keuangan dan keterjaminan manfaat JHT cukup kuat," ujar dia, dalam keterangan tertulis (CNNindonesia,18/2/2022).

Mantan Panglima TNI itu memaparkan aset bersih JHT BPJS Ketenagakerjaan terus meningkat setiap tahun. Menurutnya, hasil investasi dana JHT pada 2020 mencapai Rp22,96 triliun. Jumlah itu naik 8,2 persen dari tahun 2019 yang berada di angka Rp21,21 triliun.

Kebijakan Tak Berpihak

Kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bagaikan pahlawan kesiangan, seolah untuk kepentingan rakyat akan tetapi faktanya tidak ada sama sekali keuntungan yang dirasakan masyarakat yang ada malah buntung. Dengan berbagai cara yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kepentingannya tanpa melihat dan memikirkan kondisi masyarakat. Pemerintah membuat kebijakan tanpa mempertimbangkan perasaan rakyatnya, adanya kebijakan JHT menyakiti hati buruh yang bekerja dengan hasil keringat sendiri justru tidak seduai harapan karena dananya akan cair dan dinikmati hasilnya setelah usia 56 tahun dan tidak ada yang bisa menjamin hidup sampai batas usia itu. Nasib para buruh jauh dari kata sejahtera yang ada didepan mata adalah kesengsaraan, di negeri yang kaya akan sumber daya alam justru rakyatnya hidup miskin. Jangankan jaminan hari tua, jaminan hari esok saja tidak ada yang bisa menjamin.

Mirisnya, alih-alih membantu rakyatnya para elite berkuasa yang berkolaborasi dengan korporasi untuk mencetak keuntungan. Mereka menetapkan kebijakan dzalim yang tak berpihak ke rakyat dengan merampas hak rakyatnya. Inilah wajah negeri kapitalis demokrasi, buruh sengsara tetapi para elite sejahtera.

Kemana Dana JHT? 

Usaha pemerintah meyakinkan rakyat bahwa tidak usah risau dan khawatir, dana JHT cukup kuat dan alasan-alasan lainnya, justru membuat rakyat bertanya-tanya kemana dana JHT? Kenapa cair diusia 56 tahun? Ada apa dibalik kebijakan ini?, dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul karena rakyat sudah tidak percaya lagi dengan kebijakan pemerintah, bisa saja dana yang dimaksud memang tidak ada, atau digunakan untuk yang lain, atau untuk investasi jangka panjang atau menengah, atau dikorupsi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, faktanya di sistem kapitalis demokrasi korupsi sudah mendarah daging, jadi bukan sesuatu yang mengherankan.

Persoalan ini hanya masalah teknis. Tidak menjadi persoalan asal ada duitnya. Tidak boleh dana ini digunakan untuk hal-hal di luar ketenagakerjaan. Ini uang pekerja, keringat mereka sendiri. Tapi karena pemerintah yang berkuasa apalah daya rakyat, alih-alih mendapatkan perlindungan justru rakyat dijadikan obyek ketamakan, pembodohan, pemalakan, pemerasan dengan berbagai pungutan.

Segala kebutuhan dasar juga harus rakyat bayar dengan mahal. Kalaupun ada yang gratis, itu karena rakyat terpaksa saling menolong dengan berbagai macam program, bukan karena negara turun tangan—termasuk program-program yang disebut jaminan sosial.

Solusi Dalam Islam

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

Aturan-aturan Islam sangat berkeadilan dan bebas kepentingan. Selain itu, aturannya pun sangat lengkap dan menjadi solusi bagi seluruh problem kehidupan manusia. 
penerapannya secara kaffah akan menjamin kesejahteraan di berbagai bidang kehidupan secara orang per orang. Hal ini terbukti dari sejarah penerapan Islam yang tidak hanya berlangsung belasan tahun, tetapi bertahan hingga belasan abad. 

Sudah kewajiban negara untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk jaminan di hari tuanya. Negara dalam Islam bertanggung jawab menjamin kehidupan rakyatnya, juga yang sudah berusia lanjut dengan anggaran Baitulmal. Tentu kebijakan tunjangan seperti ini hanya bisa dilakukan oleh sistem pemerintahan Khilafah yang memiliki aturan administrasi yang kuat pada baitulmal. Baitulmal sebagai kas negara tahan dari defisit anggaran sehingga mampu memberikan stimulus. 

Pemimpin dalam Khilafah benar-benar memahami bahwa amanah kepemimpinan yang dipikulnya akan ia pertanggungjawabkan, termasuk semua bekal berupa seluruh potensi sumber daya alam dan manusia. Bahkan, pertanggungjawaban mereka atas rakyatnya adalah pertanggungjawaban atas orang per orang.

Juga dari Ma’qil bin Yassar ra., Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR Muslim)

Sistem islam yang dipimpin oleh seorang Khalifahlah di butuhkan umat hari ini dan wajib untuk diperjuangkan. Caranya dengan membangun kesadaran bahwa Islam adalah solusi bagi kehidupan manusia tidak ada solusi lain. Saatnya kembali ke sistem islam.

Wallahu a'lam