-->

Kapitalisasi Lingkungan Berbuah Bencana Alam

Oleh : Dinda Kusuma W T 

Awal musim penghujan tampaknya telah tiba. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini hujan kerap turun meski seharusnya belum memasuki musim penghujan. Bumi telah mengalami perubahan yang tidak mampu ditebak oleh manusia. Sejak awal September sebagian daerah di Indonesia mulai turun hujan dengan intensitas beragam.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri memperkirakan, musim hujan memang akan datang lebih awal kali ini, mulai September hingga November. Dikutip dari Kompas.com, Sebanyak 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia akan memasuki musim hujan secara berturut-turut, sejak bulan September, Oktober dan November 2021.

Sayangnya, meski musim penghujan masih awal dan masih jauh dari puncak curah hujan tertinggi, sudah banyak bencana yang melanda beberapa daerah di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan banjir menjadi bencana terbanyak dengan jumlah 788 peristiwa banjir sejak awal tahun 2021 hingga 15 September 2021.  Selain banjir, puting beliung dan tanah longsor juga menjadi ancaman dengan masing-masing 485 dan 357 peristiwa yang terjadi. Tidak terbayangkan bagaimana kondisi alam Indonesia pada saat musim penghujan mencapai puncaknya. 

Bencana banjir dan tanah longsor bisa dikatakan sebagai bencana rutin di Indonesia ketika musim penghujan tiba. Jelas bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Masalah sama yang datang berulang kali seharusnya membuka mata pemerintah untuk segera menanggulanginya. Miris, kondisi ini seperti dibiarkan begitu saja.

Bencana banjir memang hampir selalu terjadi saat musim hujan. Meskipun begitu, pemicu banjir bukanlah hujan semata, faktor paling berperan terjadi banjir dan longsor adalah antropogenik atau pengaruh ulah manusia. Kerusakan lingkungan, menyebabkan daerah makin rentan terhadap banjir dan longsor. Beberapa kerusakan lingkungan pemicu longsor dan banjir seperti lahan kritis meluas, daerah aliran sungai kritis, persentase ruang terbuka hijau dan hutan minim, permukiman di dataran banjir, pelanggaran tata ruang, dan pengelolaan sampah buruk. Lalu sedimentasi, budidaya pertanian di lereng-lereng perbukitan atau pegunungan tanpa kaidah konservasi, dan lain-lain.

Akumulasi berbagai masalah ini, lebih tinggi dibandingkan upaya pengelolaan lingkungan menyebabkan wilayah makin rentan. Saat musim hujan, seolah-olah menakutkan karena akan muncul banjir, longsor, dan puting beliung yang selalu timbul korban jiwa. Begitu pula saat kemarau, muncul ketakutan asap akibat kebakaran hutan dan lahan, krisis air, kekeringan dan lain-lain.

Politik lokal juga makin meningkatkan kerentanan, makin merebak izin usaha pertambangan di bagian hulu daerah aliran sungai, pendanaan pengurangan risiko bencana minim, staf professional yang ditempatkan pada jabatan-jabatan strategis dan lain-lain terbatas. Contohnya seperti banjir yang baru saja terjadi di Kalimantan Barat. Penyebabnya bukan hanya curah hujan tinggi. Tapi juga kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta maraknya konversi tutupan lahan.

"Perubahan atau konversi lahan, menyebabkan jenis tutupan lahan berubah, hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan daerah aliran sungai (DAS), sehingga hidrografi aliran pada DAS tersebut berubah menjadi tidak baik," kata Ahli Teknik Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Henny Herawati di Pontianak (merdeka.com, 07/11/2021) 

Contoh lainnya adalah banjir bandang di Garut. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut, Nurdin Yana mengatakan bencana banjir bandang yang terjadi di wilayah Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, salah satu pemicunya adalah kerusakan kawasan hutan. Dengan kondisi tersebut, menurutnya perlu dilakukan reboisasi. "Ada penggundulan di situ (kawasan hutan), mau tidak mau harus dilakukan reboisasi, termasuk nanti penetapan tata letak betul, harus dengan kajian lingkungan. (bukan hanya di bagian hulu) sebetulnya di bawah juga ada yang rusak, akumulasi. Tapi poinnya adalah bagaimana kita menumbuhkan kembali (pohon tegakan), poinnya di situ," kata Nurdin, (merdeka.com, 08/11/2021).

Fakta ini menunjukkan kepada kita bagaimana kejamnya para kapital. Mereka tidak segan melakukan perusakan hutan demi keuntungan pribadi semata. Tidak peduli pada dampak jangka panjang yang ditimbulkan. Pada akhirnya, masyarakat bawah lah yang paling merasakan kesengsaraan. Bencana alam seperti banjir dan tanah longsor bisa menyebabkan kerugian yang besar, baik materi maupun korban jiwa. Kerugian ini tidak mungkin menimpa para kapital yang bersekongkol merusak hutan, melainkan menimpa rakyat kecil yang hidup disekitar hutan tersebut. Lebih jauh lagi, kerusakan hutan global akhirnya akan merubah iklim dan menghancurkan bumi secara perlahan-lahan. 

Pemikiran kapitalis melihat kekayaan alam dapat dimanfaatkan sebagai pemenuh kebutuhan modal. Para kapitalis memiliki ketergantugan atas sumber daya alam dengan melakukan pembebasan lahan, pertambangan, pemukiman, dan lainnya demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Bahkan hutan dijadikan komoditi dalam memajukan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi juga memberi peran sehingga mendorong manusia melakukan eksploitasi hutan tanpa memperhatikan kelestarian hutan dalam jangka panjang.

Inilah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Suatu sistem dimana segala sesuatu diukur dengan pertimbangan untung rugi secara materi. Sistem yang memungkinkan segelintir kaum pemilik modal memonopoli perekonomian dan mampu mengeksploitasi alam sekehendak mereka. Sistem yang menyengsarakan ini harus kita tinggalkan. Saatnya kita segera beralih kepada sistem yang lebih baik dan sempurna yaitu islam. 

Dalam sistem islam, tidak akan terjadi eksploitasi alam secara besar-besaran dan sembarangan. Semua kebijakan dilakukan bukan demi keuntungan materi dan segelintir golongan belaka. Sebab sistem islam bertumpu pada rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Seandainya hanya sistem islam yang diterapkan diatas muka bumi, maka niscaya Allah akan senantiasa menurunkan keberkahan dan tidak akan mendatangkan bencana bagi manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al A'raf ayat 96,
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" (TQS. Al A'raf : 96).