Kesehatan Seharusnya Gratis, Tidak Sekedar Turun Harga
Oleh: Tri S, S.Si
Pemerintah akan menurunkan harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di kisaran Rp450 ribu hingga Rp550 ribu, setelah banyaknya kritik dari masyarakat atas mahalnya biaya tes PCR dan antigen mandiri.
Seperti yang pernah dicuitkan Tompi dalam twitternya, "Harga PCR atau swab harus semurah-murahnya!!! Negara harus hadir memastikan ini. Kenapa negara lain bisa lebih murah dari kita saat ini? Bukankah beli bayam 100 selalu lebih murah dari beli bayam 10. Ayolah Bisa! Mohon kendalinya Pak @Jokowi." (detikNews.com, 15/8/2021).
Berencana menurunkan harga tes covid, akan tetapi negara juga akan mengevaluasi atau mengaudit lembaga-lembaga penyelenggara tes agar tetap memberi pemasukan bagi negara. Ini membuktikan negara selalu bertransaksi dan melakukan perhitungan secara ekonomi dengan rakyat. Bukan melayani atau meriayah sepenuh hati. Inilah watak negara kapitalis yang hanya mementingkan materi daripada nyawa rakyatnya sendiri.
Tes PCR dan sejenisnya seharusnya diberikan oleh negara secara gratis, karena itu bagian dari kewajiban pengurusan atau periayahan negara atas rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Imam (Khalifah) adalah pengurus, ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya." (HR. Muslim).
Islam memandang nyawa manusia sangat berharga dan sangat dilindungi oleh negara. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455 disahihkan al-Albani).
Dalam Islam, tes covid ini termasuk bagian dari upaya memisahkan antara orang sakit dan orang sehat serta merupakan satu rangkaian dari penanganan pandemi, maka semestinya bebas biaya. Bahkan ini harus dilakukan kepada semua orang, dengan tempo singkat. Haram hukumnya negara mengambil pungutan atas layanan yang wajib diberikan negara.
Seharusnya, sejak awal virus covid mulai masuk ke Tanah Air, segera dilaksanakan pencegahan penularan dengan memisahkan yang sakit dari yang sehat melalui kebijakan karantina wilayah. Kemudian melakukan tindakan 3T secara masif dan cepat. Jika itu dilakukan, maka wilayah yang terkena tidak akan meluas dan tidak akan banyak korban berjatuhan.
Pada masa kepemimpinan Rasulullah saw. disediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Nabi saw. pernah mendapatkan hadiah seorang dokter dari Maqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum untuk masyarakat dan melayani secara gratis.
Perhatian negara dalam sistem Islam terhadap kesehatan rakyatnya sangat baik. Apotek, rumah sakit, dan sekolah kedokteran banyak ditemukan di era kegemilangan Islam. Para pemimpin muslim berlomba-lomba membangun rumah sakit terbaik yang terbuka untuk semua orang, tanpa memandang agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, kaya atau miskin. Rumah sakit besar pertama dibangun di Kairo, Mesir, antara tahun 872-874 Masehi dan dinamai Ahmad bin Thulun, seorang penguasa muslim di Mesir.
Pasien dengan penyakit kusta dapat diobati di rumah sakit Al-Qayrawan di Tunisia pada abad Ke-9. Rumah sakit Al-Nuri di Damaskus, Suriah, bahkan memiliki pengawas yang memastikan agar perawatan yang diberikan memenuhi standar tertinggi. Rumah sakit tersebut termasuk salah satu rumah sakit pendidikan pertama di dunia.
Sistem Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok bagi setiap warga negaranya yang harus dipenuhi. Negara akan mengalokasikan dana untuk pelayanan kesehatan yang maksimal kepada rakyatnya, mulai dari sarana, prasarana, tenaga medis yang ahli, laboratorium kesehatan, hingga penelitian-penelitian di bidang kesehatan. Indahnya Islam bila diterapkan secara sempurna.
Wallahu a'lam bishshawab.
Posting Komentar