-->

Potensi Kekacauan Dalam Penerapan Vaksinasi Mandiri


Pandemi covid-19 telah melanda selama lebih dari setahun. Sejak awal terjadinya infeksi, berbagai negara berlomba untuk membuat atau mendapatkan vaksin untuk melawan virus mematikan ini. Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami masa darurat pandemi covid-19. Setelah berlangsung selama setahun lebih, ternyata virus covid bukannya terkendali, justru mengganas dan menciptakan suasana mencekam. Belakangan, pasien positif covid membeludak, sampai-sampai banyak rumah sakit tidak mampu menampung pasien. Ribuan Dokter dan Nakes pun banyak yang terpapar sehingga rumah sakit kolaps. Jumlah kematian meningkat tajam. Sungguh suasana yang mencekam. 

Salah satu program yang terus digalakkan oleh pemerintah untuk mengatasi pandemi ini adalah program vaksinasi massal. Vaksinasi yang dimulai sejak Januari 2021 ini diharapkan mampu menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) sehingga pandemi covid-19 akan segera berakhir. Meski tidak serta-merta membuat orang yang disuntik vaksin kebal terharap virus corona, setidaknya dampak dari infeksinya tidak fatal. Pemerintah menargetkan vaksinasi Covid-19 untuk 181,5 juta orang atau sekitar 70 persen dari jumlah penduduk secara bertahap dalam waktu 15 bulan. Untuk mencapai itu, pemerintah meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan untuk mempercepat penuntasan vaksinasi.

Namun sayangnya, program ini tidak memberikan hasil yang signifikan. Bahkan di tengah galaknya vaksinasi justru kasus covid-19 semakin meningkat. Akhirnya, kondisi yang semakin mengkhawatirkan ini dijadikan alasan bagi pemerintah untuk mempersilahkan warga Indonesia melakukan vaksin secara mandiri, tentunya berbayar dengan biaya pribadi. Bambang Heriyanto, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno dan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Bio Farma, menjelaskan vaksinasi gotong royong perorangan menjadi alternatif bagi masyarakat dalam mengakses vaksin Covid-19. Menurut dia, masyarakat harus mendapat akses vaksin Covid-19 seluas-luasnya. 

Rencana pelaksanaan program vaksin mandiri ini mengejutkan beberapa pihak. Pemerintah yang merupakan sandaran utama dan satu-satunya bagi rakyat tampaknya mulai menunjukkan "gelagat" lepas tangan sedikit demi sedikit. Timbulnya kontroversi tentang kebijakan ini memaksa pemerintah menunda sementara pemberlakuan vaksin mandiri ini. Rencana awal pemerintah, pelayanan program vaksinasi Gotong Royong berbayar bagi individu sudah bisa diakses mulai Senin (12/7/2021). Dikutip dari replubika.co.id, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan kebijakan ini sebagai alternatif untuk mempercepat pelaksanaan program vaksinasi nasional demi terciptanya kekebalan kelompok. Arya menegaskan, meski program vaksin berbayar berjalan bukan berarti program vaksin gratis ditiadakan.

Alasan yang dikemukakan pemerintah dalam rencana vaksinasi mandiri berbayar ini merupakan dalih yang tidak bisa dibenarkan. Memang, segera tuntasnya pandemi covid-19 ini adalah prioritas utama bagi siapa saja, namun membiarkan rakyat mendapat vaksin secara mandiri merupakan sikap menyerah yang tidak layak dilakukan pemerintah. Apabila rencana ini kelak akan benar-benar diberlakukan, maka akan timbul berbagai kekacauan di tengah masyarakat. Melihat kondisi pandemi yang semakin genting, pengadaan vaksin oleh swasta pasti akan melahirkan ketimpangan dalam hal kemudahan akses mendapat vaksin bagi rakyat. Akan berpotensi, yang punya uang mampu membeli vaksin,  sedangkan yang miskin akan kesulitan mendapatkannya.

Apabila pelaksanaan vaksin  dirasa kurang maksimal atau lambat, maka seharusnya tanggung jawab pemerintah untuk memperbaiki atau memaksimalkan teknis vaksinasi dengan mengerahkan segala sumber daya yang ada. Menyerahkan urusan vaksin ini kepada rakyat dan swasta adalah sebuah ketidaklayakan. Perlu diingat bahwa sejak awal  pemerintahan sudah berkomitmen untuk menjamin vaksin corona gratis bagi seluruh masyarakat. 

Ada pula kekhawatiran kebijakan vaksin mandiri justru memunculkan bisnis vaksin untuk orang-orang kaya. Jika benar terjadi, masyarakat akan makin enggan untuk ikut serta dalam program vaksinasi gratis pemerintah. Pasalnya, akan terjadi perbedaan layanan yang mencolok antara vaksin mandiri dan vaksin gratis. Tidak bisa dipungkiri akan muncul ketakutan bahwa vaksin gratis pemerintah adalah vaksin yang kurang berkualitas dibanding vaksin berbayar. Bukankah kondisi ini hanya akan melukai hati rakyat kecil? Padahal seharusnya si kaya dan si miskin memiliki hak yang sama dan setara dalam persoalan ini. Persoalan yang menyangkut nyawa atau hak hidup setiap orang.

Pada dasarnya, pemerintah adalah pelayan rakyat. Tugas pemerintah adalah mengelola kekayaan negeri ini untuk dimanfaatkan demi kemakmuran rakyat. Dari mana sumber pendapatan negara jika bukan bersumber dari SDA yang ada di negeri ini? Ketika kemudian SDA dirampok asing, hutang negara menggunung, dari mana sumber pendapatan untuk melunasinya, jika bukan dari pajak yang harus ditanggung bangsa ini selama puluhan tahun kedepan? Lalu, ketika rakyat sedang sekarat menghadapi pandemi, pemerintah pun perlahan mulai lepas tanggung jawab. Lalu kemana rakyat harus mengadu?

Seolah kesulitan ekonomi yang dialami rakyat selama pandemi masih belum cukup. Penerapan pembatasan sosial yang amburadul, tebang pilih dan plin-plan. Alih-alih mengalirkan bantuan, justru dana bantuan sosial pandemi pun di korupsi. Segala bentuk penderitaan rakyat dikapitalisasi. Tersedianya vaksin sebagai harapan terakhir rakyat pun sekarang akan menjadi harapan kosong. Terjadinya hal seperti ini sebenarnya bukan hal yang mengejutkan dalam sebuah negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Ketika segala sesuatunya diukur dengan pertimbangan untung rugi, maka pasti rakyat kecil akan menjadi korban. 

Perlu sebuah perubahan sistem yang mendasar untuk menyudahi kesengsaraan ini. Hukum dan aturan buatan manusia akan selalu menimbulkan kekacauan dan berat sebelah. Hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Menerapkan sistem kehidupan islam adalah solusi yang harus kita lihat secara realistis. Islam adalah sebuah ideologi dengan seperangkat aturan yang sempurna. Sistem islam mampu mengatasi segala persoalan hidup termasuk persoalan pandemi. Dengan berpegang teguh pada hukum buatan Allah SWT, maka tidak akan ada kekacauan sebab hukum Allah tidak akan berpihak kepada siapapun kecuali berpihak pada kebaikan hidup umat manusia. Wallahu A'lam bish'sawab. 

Penulis: Dinda Kusuma W T (Aktivis Muslimah Jember)