Krisis Pangan di Myanmar, Gagalnya Kapitalisme
Krisis pangan akibat adanya konflik terjadi
di Suriah dan juga Myanmar. Dua negara ini memang tengah mengalami konflik
serta perang yang mengakibatkan terjadinya krisis pangan. Suriah sendiri sudah
satu dekade mengalami kondisi konflik dan perang. Sejak konflik yang
pecah pada tahun 2011 telah menyebabkan negara ini kekurangan gandum akibat
lahan pertanian yang semakin sedikit. Padahan sebelumnya, mereka mampu
memproduksi gandum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negri.
Selain itu, kondisi krisis juga diperparah
dengan pembatasan distribusi roti serta kebijakan-kebijakan lain yang serupa.
Diungkap oleh Republika.co.id ( 31/5/2021) “Jutaan orang kelaparan di Suriah,
sebagian besar karena kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis roti yang
ditimbulkannya," ujar Sara Kayyali, peneliti Suriah di Human Rights Watch.
Berdasarkan studi yang diterbitkan Universitas Humboldt pada 2020, disebabkan
konflik berkepanjangan, Suriah kehilangan 943 ribu hektar lahan pertanian
antara tahun 2010 dan 2018. Depresiasi mata uang Suriah yang parah, juga
memengaruhi daya beli warga di seluruh negeri. Hal ini membuat warga yang
beralih menjadikan roti sebagai makanan utamanya pun bertambah.
Di Myanmar konflik juga sudah lama terjadi.
Permasalahan tidak diakuinya etnis Rohingnya hingga terjadina genosida etnis
ini, sampai saat ini belum ada titik solusinya. Konflik yang baru saja terjadi
yaitu adanya kudeta militer yang terjadi tahun 2021 ini.
Konflik yang berkepanjangan di Myanmar ini juga mengakibatkan terjadinya krisis pangan. Jika kondisi normal mereka mampu mengekspor beras, kacang-kacangan dan buah-buahan maka akibat konflik ini mereka justru mengalami krisis pangan.
Inilah fakta krisis pangan di Myanmar yang
menjadi korban adalah rakyat. Rakyat yang seharusnya mendapatkan perlindungan
serta jaminan dari negara justru malah menjadi tumbal kekuasaan akibat
diterapkannya system kapitalisme.
Krisis pangan ini jelas menunjukkan kegagalan pemerintah negara tersebut. Lihat saja kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan justru semakin membuat rakyat menderita. Seperti kebijakan pemerintah Suriah yang mengizinkan distribusi roti yang diskriminatif, korupsi, dan pembatasan berapa banyak roti bersubsidi yang dapat dibeli orang sehingga menyebabkan kelaparan.
Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh dua
negara ini semenjak hilangnya perisai umat tahun 1924 nyata menunjukkan
rakyatlah yang menjadi korban. Meski kegagalan system ini sudah banyak
dirasakan namun pemerintah masih enggan untuk mengganti sistim yang membuat
rakyat terdzolimi. Kenapa? Karena penguasa dan pengusaha lah yang diuntungkan
dengan system ini.
Sebagai seorang muslim kita harus meyakini
bahwa satu-satunya solusi atas permasalahan umat saat ini adalah kembalinya
diterapkan islam secara kaffah. Bukan hanya sebagai agama simbolis saja namun
islam harus menjadi ideology bagi seluruh muslim di dunia.
Dengan diterapkannya islam secara kaffah,
umat tidak lagi menjadi korban dan tumbal kekuasaan. Karena dalam system islam
ditegaskan bahwa Hukum Syariat Allah diatas segalanya. Dimana hal ini menjamin
seluruh kehidupan umat bahkan yang bukan islam sekalipun dijamin mendapatkan
keadilan.
Oleh: isti konah (founder kpop hijrah)
Posting Komentar