-->

Palestina bukan Sekadar Isu Kemanusiaan


Oleh: Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)

Aksi penyerangan yang dilakukan oleh militer Israel terhadap warga Palestina mendapat kecaman luas. Dalam aksi ini Israel telah melukai lebih dari 100 Muslim Palestina. Diantara kelompok yang menyuarakan kecaman terhadap aksi brutal Israel ini adalah Koalisi Perempuan Indonesia untuk Al Quds dan Palestina (KPIQP). Melalui aksi damai yang dilakukan secara virtual dan menggandeng sejumlah ormas perempuan, KPIQP menyebut penyerangan Israel ini merupakan persoalan aqidah sekaligus kemanusiaan (viva.co.id,10/5/2021). Dalam aksi ini juga muncul tuntutan agar Israel segera menghentikan kejahatan mereka atas Muslim Palestina.

Kecaman atas tindak kekerasan yang dilakukan Israel atas penduduk Palestina juga disampaikan oleh perwakilan DPR RI. Melalui Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Perserikatan Bangsa-Bangsa  (PBB) dan juga Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) haruslah turun tangan untuk menyelesaikan konflik kekerasan ini (news.detik.com,10/5/2021). Israel dianggap telah melakukan intimidasi terhadap warga Palestina yang ingin melakukan ibadah di Masjid Al-Aqsa. Padahal seharusnya Israel memberi penghormatan kepada umat Islam Palestina yang sedang menjalani ibadah puasa Ramadhan. Disini pula peran dari PBB maupun OKI sangat diharapkan.

Aksi jahat nan biadab yang dipertontonkan zionis Israel bukanlah terjadi kali ini saja. Sejak awal pendudukan yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina bermula dari perebutan tanah antar keduanya sejak Perang Dunia I. Kondisi diperburuk dengan adanya peran Inggris yang memeroleh kekuasaan di wilayah Timur Tengah pasca kekalahan Khilafah Turki Utsmani pada Perang Dunia I. Inggris kemudian menjadikan Palestina sebagai wilayah pelarian bagi warga Yahudi. Kemudian pada kurun 1920 hingga kisaran 1940 semakin bertambah banyak jumlah pengungsi Yahudi yang berdatangan dan menetap di Palestina akibat adanya peristiwa Holocaust. Akhirnya pada tahun 1947 PBB menjadikan Palestina sebagai “negara bersama” Israel hingga hari ini.

Penolakan warga Palestina atas solusi dua negara ini tentu sangat beralasan. Keberadaan warga Yahudi awalnya hanyalah sebagai pendatang yang tentunya tidak memiliki hak penguasaan atas Palestina. Namun kemudian atas nama perjanjian internasional yang dimotori PBB seolah-olah pendudukan Yahudi atas Palestina menjadi legal. Terlebih pasca penetapan solusi dua negara berdampingan tersebut Israel tidak pernah berhenti melakukan intimidasi dan penyerangan terhadap warga Palestina. Perkara yang sangat menyedihkan adalah cakupan wilayah Palestina yang masih tersisa saat ini hanya sepetak kecil jalur Gaza dan kawasan Tepi Barat.

Sangat jelas terlihat bahwa penjajahan yang dilakukan Israel atas Palestina didasari oleh adanya ambisi menguasai wilayah atas nama agama. Sebagaimana kita ketahui bersama wilayah Palestina, dalam hal ini Al-Quds atau Yerusalem merupakan tanah suci yang menajdi tempat lahirnya agama samawi. Yahudi dan Nasrani mengakui keberadaan wilayah Ini sebagai bagian dari kota suci agama mereka. Adapun Yahudi sangat berambisi untuk mendirikan tempat peribadatan mereka tepat di lokasi keberadaan masjidil Aqsa. Kaum Muslim sendiri menjadikan Al-Quda sebagai salah satu diantara tempat yang diberkahi oleh Allah karena oernah menjadi kiblat pertama dan juga termasuk lokasi diperjalankannya Rasulullah Saw dalam peristiwa Isra Mi’raj. 

Keberadaan Al-Quds sebagai tempat suci tiga agama seharusnyaa dikembalikan kepada sejarah awal kepemilikan sah atas tanah tersebut. Pada masa awal perebutannya Al-Quds dibebaskan oleh Khalifah Umar Khattab dan menjadi tanah wakaf atas kaum Muslim. Kemudian saat pasukan salibis ingin menguasai kembali maka Panglima Musim Shalahudin Al Ayubi mempertahankannya dengan aktivitas jihad. Begutupula keberadaan Al-Quds dan Palestina secara keseluruhan dijaga secara turun temurun oleh penerus kepemimpinan Islam hingga pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II. Tidak da satu masa yang dilalui oleh pemerintahan Islam kecuali akan selalu ada aktivitas jihad yang dilakukan untuk membela dan mempertahankan Palestna.

Demikian pula seharusnya umat islam melihat masalah Palestina dengan tepat. Umat selayaknya memahami bahwa masalah mendasar yang melibatkan konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina adalah hilangnya kepemimpinan atas kaum muslimim. Ketiadaan kepemimpinan politik atas diri umat telah menjadikan Palestina sasaran empuk kebiadaban zionis dan sekutunya. Di sisi lain sebagian dari umat Islam hanya sebatas melihat solusi Palestina dalah dengan memberikan bantuan pangan dan obat-obatan. Kondisi seperti inilah yang akhirnya semakin memperpanjang penindasan atas Palestina. Zionis penjajah menyerang warga Palestina dengan amunisi lengkap sedangkan tidak ada kekuatan militer yang sepadan dimiliki untuk membalasnya.

Palestina bukanlah sebatas soal isu kemanusiaan. Membahas Palestina membutuhkan adanya solusi mendasar yang bersifat politik. Di dalam upaya menghentikan dan mengusir kejahatan yang dilakukan oleh zionis Israel dengan dukungan negara global lainnya haruslah dengan kekuatan sepadan. Inilah kondisi dimana umat sangat membutuhkan kekuatan politik berupa negara yang akan memobilisir pasukan dan militer guna membela Palestina. Kekuatan negara ini hanya mungkin terwujud dengan adanya kepemimpinan polituk umat yang dipimpin oleh seorang Khilafah. Inilah urgensitas umat memperjuangkan dan mewujudkan kekuataan hakiki yang mereka miliki. Hingga saatnya nanti Palestina dan negeri Muslim lainnya akan dibebaskan dari belenggu hegemoni kuffar.