-->

PENERAPAN SISTEM ISLAM SOLUSI TEPAT KALA GIZI BURUK MENINGKAT

Oleh : Nabila Fadel

Permasalahan gizi buruk di Indonesia semakin meningkat, terutama pada masa pandemi. Menurut Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai permasalahan gizi buruk di indonesia meningkat pada masa pandemi. Hal tersebut terjadi karena kombinasi dua persoalan utama yaitu jatuhnya daya beli masyarakat dan terganggunya layanan kesehatan esensial terutama bagi kelompok rentan seperti ibu dan anak. Turunnya daya beli masyarakat sebagai akibat dari guncangan ekonomi saat pandemi membuat akses pangan dan asupan gizi masyarakat miskin memburuk. “Konsumsi pangan yang tidak bergizi pada gilirannya memicu malnutrisi, yang pada penduduk usia dini akan membawa pada masalah serius yaitu stunting (kerdil), underweight (kurus) dan wasting (gizi kurang),” kata Yusuf dalam Diskusi Publik Nasional ‘Buruk Gizi Di Masa Pandemi’ di Jakarta, Kamis (08/04/2021).

Kondisi kesehatan generasi penerus negeri masih memprihatinkan. Yusuf menuturkan di tahun 2020, sepertiga anak Indonesia memiliki keluhan kesehatan, dengan kasus tertinggi dialami anak usia dini 0-4 tahun (43,7 persen). Hanya 62,4 persen anak yang dilindungi jaminan kesehatan, dengan kasus terendah dialami anak dari keluarga miskin (52,7 persen).
Harapan kesehatan serta jaminan gizi saat ini memang menjadi permasalahan yang begitu luar biasa. Faktor- faktor yang menyebabkan anak- anak mengalami gizi buruk hingga stunting antara lain yaitu, kemiskinan dan ketersedian bahan pangan yang semakin mahal, layanan kesehatan yang berbayar, rendahnya pendidikan orang tua.

Hal ini dikarenakan kebijakan kapitalistik yang mengkomersialkan segala sesuatu, termasuk layanan kesehatan dan kebutuhan pangan. Kapitalis telah membuat sektor pelayanan kesehatan sebagai bahan komersil. Rantai ekonomi yang membuka peluang para kartel menyebabkan pasokan bahan makanan mudah di monopoli. Begitu pula peran negara yang dikerdilkan hanya sebagai regulator telah menjauhkan negara dari fungsi utamanya untuk melayani rakyat.
Hal ini berdampak kepada kesejahteraan rakyat, khususnya kondisi kebutuhan gizi anak – anak. Fenomena gizi buruk pada anak – anak sebagian kecil kisah kegagalan sistem kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan untuk rakyat. Kondisi ini tidak akan terjadi jika sistem kehidupan manusia  diatur dengan sistem islam sebab terdapat perbedaan yang mendalam antara model kepemimpinan islam dengan kapitalisme.

Dalam islam penguasa adalah khodhimul ummat (pelayan umat) yang menjalankan sabda Rasulullah saw, “seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya” (HR. Bukhori). Maka mewujudkan kesejahteraan untuk rakyat seperti menjamin gizi untuk anak – anak merupakan tanggung jawab negara. Jaminan ini terwujud dengan mekanisme sebagai berikut:

Jaminan penafkahan. Islam memerintahkan setiap orang tua tidak boleh menelantarkan kebutuhan anaknya baik sandang maupun pangan. Hal ini terdapat dalam firman Allah “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut” (TQS. Al- Baqoroh : 233). Penelantaran kebutuhan anak merupakan suatu dosa bagi orang tua. Disinilah peran sentral seorang kepala keluarga untuk mencari nafkah melalui bekerja. Namun hal ini  haruslah mendapat dukungan dari negara. 

Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup dan gaji yang memadai, sehingga para kepala keluarga dapat hidup layak dan memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan keluarganya. Strategi ini akan menjamin kebutuhan gizi anak – anak di dalam keluarga terpenuhi.

Jaminan Ekonomi. Allah SWT mewajibkan setiap penguasa untuk menjamin kesejahteraan setiap rakyat individu per individu.inilah yang menjadi titik focus system islam  menjamin aspek ekonomi rakyatnya. Maka untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak – anak negara akan memastikan pemenuhan kebutuhan pangandan nutrisi masyarakat individu per individu. Upayanya dengan meningkatkan produksi pertanian dan pangan beserta segala riset dan jaminan kelancaran proses pengadaannya. Negara memiliki akurasi data untuk ketersediaan dan distribusi pangan agar tepat sasaran. 

Disamping itu negara juga memastikan  harga – harga pangan sangat terjangkaudan mudah didapatkan oleh masyarakat. Sehingga masyarakat mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarga mereka.

Pelayanan kesehatan. Kesehatan dalam islam merupkan salah satu kebutuhan dasar publik selain pendidikan dan keamanan. Oleh karena itu negara meniliki peran paling behsar untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang terjangkau semua pihak bahkan gratis tanpa mengandalkan lembaga asuransi berbayar. Untuk mencegah terjadinya gizi buruk pusat pelayanan kesehatan akan memberikan konsultasi gizi dan penyuluhan kepada masyarakat khusus para ibu. Sehingga mereka dapat mengatur kebutuhan gizi keluarganya khususnya pada anak – anak. Negara akan membangun pos  - pos makanan untuk mengelolahn makanan local menjadi makanan yang memiliki kandungan gizi atau memberikan bantuan seperti susu, telur, minyak dan lain sebagainya.

Beginilah islam menjamin kebutuhan gizi pada  anak- anak. Bahkan hal ini sudah dilakukan ketika pada masa Khalifah Umar bin Khattab dala riwayat Zaid bin Asraf, Khalifah Umar memberikan bantuan kepada seorang janda dengan bayi perempuannyaberupa 2 kantong yang dipenuhinya dengan bahan makanan pada seekor unta, dia letakkan sejumlah uang dan pakaian diantara kedua kantong itu dan menyerahkan tali kekangnya. Ia juga membuat kebijakan agar semua anak –anak yang masig dalam persususan dan masa sepihan mendapat santunan. 

Namun perlu diketahui semua jaminan ini hanya bisa diterapkan jika islam dijadikan asas sistem kepemimpinan bagi umat.

Waallahu’alam bishowwab