-->

Tebang Pilih Syariat: Dana Wakaf Diembat, Islam Kaffah Dibabat

Oleh: Vivi Vinuwi (ibu rumah tangga)

Baru-baru ini sejumlah pejabat pemerintahan banyak yang memberikan komentar yang mengejutkan terkait dana wakaf umat Islam. Sebutlah diantaranya menteri perekonomian Sri Mulyani, Wakil Presiden K.H. Makruf Amin, hingga Presiden Joko Widodo. Dikutip dari republika.co.id (24/10/2020), pemerintah menilai bahwa potensi wakaf di Indonesia masih besar, bahkan tercatat secara nasional senilai 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. 

Pengertian wakaf secara bahasa bererti ‘menahan’. Menurut istilah syara’ wakaf ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya dapat diartikan sebagai sikap untuk tidak menjual dan tidak memberikan serta tidak pula mewariskan, tetapi hanya menyedekahkan untuk diambil manfaatnya saja dalam pada skala umum (tidak untuk individu tertentu). Kata wakaf ini tentulah tidak asing ditengah-tengah umat Islam, sebagaimana infaq dan sedekah. Allah SWT memuliakan seseorang yang memberikan wakaf. Hal ini sesuai dalam hadits, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputus lah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya." (HR Muslim)

Pengelolaan harta umat Islam termasuk diantaranya adalah dana wakaf, rupa-rupanya kini menjadi sasaran empuk pemerintah untuk dibidik. Tentu masih melekat diingatan kita semua, bahwa sebelumnya dana hajipun pernah digunakan untuk memperkuat rupiah. Lagi-lagi....peluang untuk memanfaatkan dana umat Islam menjadi santapan lezat untuk mengcover perekonomian, terutama di tengah wabah covid-19 yang tak kunjung sirna. Pemerintah menganggap  dana wakaf di Indonesia tidaklah produktif dan harus dimanfaatkan, namun akankan umat Islam dengan sukarela mengiyakan rencana pemerintah ini?

Ditengah carut marutnya perekonomian negeri ini, kita ingat betul bagaimana dana bansos dikorupsi, jiwasraya dikorup, Asabri dikorup, akankan wakaf ini akan berujung pada nasib yang sama? Haruskah umat Islam didorong untuk menutup borok sistem kapitalisme yang makin membusuk? Tentu ini adalah sesuatu yang menggelitik, bagaimana tidak, masih melekat betul dalam ingatan kita semua bagaimana rezim ini mengkriminalisasi para ulama, bagaimana mereka dengan seenaknya membubarkan ormas yang memperjuangkan islam kaffah, penjuang syariah disebut radikal, ajarannya dicampakkan bahkan dikriminalisasi, tapi urusan dana ingin begitu saja dinikmati? Sungguh, sebuah hal yang ironi. 

Hari ini rezim ingin memanfaatkan kedermawanan umat Islam untuk mempertahankan sebuah sistem yang harusnya dicampakkan. Seolah menutup mata dan telinga rapat-rapat, mereka membiarkan kekayaan negeri yang begitu melimpah ini dikelola oleh asing dan aseng. Inilah negeri yang menerapkan sistem buatan manusia yang berasaskan sekularisme (pemisahan antara agama dengan kehidupan), tebang pilih syariat seenak hatinya: Islam kaffah dibabat, soal urusan dana wakaf diembat. Padahal jikalau pemimpin negeri ini mau menyadari tentulah kekayaan negeri ini dapat menyelesaikan persoalan ekonomi.

Lain halnya dengan Islam, islam memiliki cara pandang yang khas dalam memandang harta, cara pandang ini tentulah berbeda dari cara pandang aqidah dan ideologi lain, terutama dari bagaimana ideologi kapitalisme sekularisme memandang. Di dalam islam orang yang paling kaya adalah orang yang paling dermawan, bukan dilihat dari seberapa banyak harta benda yang ia dapatkan  dan ia kumpulkan. Setiap perbuatan pasti akan dimintai pertanggugjawaban, termasuk di dalamnya adalah darimana, bagaimana dan untuk apa harta benda yang ia punya. Jikalau rezim hari ini begitu mengayomi, tidak ada kriminalisasi terhadap ulama, ajaran, ormas, hingga penganutnya, tentulah umat akan dengan sukarela mengeluarkan harta bendanya. Terlepas dari hukum wakaf tunai itu sendiri, sebuah hal yang mustahil ketika dana wakaf dijadikan solusi. Karena sistem demokrasi hari ini terbukti melahirkan bibit-bibit koruptor.

Sudah selayaknya kita bersama-sama memperjuangkan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah yang akan mengayomi dan menyejahterakan umat. Sistem ekonomi Islam diterapkan jauh berbeda dari sistem Kapitalisme dan Sosialisme. Semua akan diterapkan pada tempatnya, sesuai dengan perintah dan larangan-Nya.

Wallahu a’lam bisshowab.