-->

Melawan Adiksi Internet, Memaksimalkan Bonus Demografi

Oleh: Ummu Wildan

Tangis lelaki paruh baya itu begitu memilukan, bahkan bagi dokter di puskesmas tempat bayi itu dinyatakan secara medis tak bisa diselamatkan lagi. Lelaki itu kehilangan bayi kecilnya yang berusia sekitaran 1 tahun yang meninggal tenggelam di samping rumah. Bayi itu sebelum tenggelam diserahkan kepada kakaknya (F) untuk diawasi, sayangnya sang kakak mengerjakannya sambil main game hingga tak menyadari adik bayinya menuju air hingga tenggelam. 

Penyesalan mendalam akibat remaja terpapar gadget tak hanya dialami keluarga ini. Seorang remaja 16 tahun di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel), SL ditangkap polisi karena mencuri emas dan uang tunai di rumah tetangganya. SL nekat mencuri demi bermain game online. (detik.com, 3 nov 2020)

Dr Kristiana Siste Kurniasanti, seorang pakar adiksi yang juga Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)- Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) seperti dikutip dari ABC.net, di Jakarta, Jumat (14/6/2019). menduga Indonesia sudah termasuk tinggi dalam kecanduan internet. “Di ibukota saja sekitar 14% anak remaja kecanduan internet berupa bermain di media sosial dan game online. Sedangkan di Korea Selatan saja angka prevalensi adiksi gamenya 12%. Jadi kita kayaknya sudah sama dengan Korea Selatan, padahal itu termasuk salah satu negara yang tertinggi kecanduan gamenya di dunia." kata lulusan Universitas Indonesia tersebut. (news.okezone.com, 14 Juni 2019).

Sudah hampir sebelas bulan sejak diumumkan Presiden Jokowi terkait pasien pertama Covid-19, remaja mendapat  paparan gawai lebih dari sebelumnya disebabkan kondisi yang mengharuskan pembelajaran dari rumah. Tingginya paparan menyebabkan tidak sedikit remaja yang kecanduan internet. Sayangnya hingga saat ini belum nampak tindakan berarti dari pemerintah dalam menghentikan laju kecanduan ini. Sejak 2011 Korea Selatan telah memiliki kebijakan nasional berupa UU pembatasan jam bermain game online yang dikenal dengan 'UU Cinderella'.

Remaja hari ini adalah tumpuan masa depan bangsa. Indonesia sendiri sedang menuju puncak bonus demografi dimana jumlah usia produktif lebih tinggi dari usia non produktif. Sayangnya sulit mengharapkan bonus demografi Indonesia akan membawa kemajuan negeri ini ketika pre frontal cortex, bagian depan otak remaja mengalami kerusakan akibat paparan gawai. 

Tugas orang tua bukan perkara mudah. Ketika kebutuhan pokok keluarga semakin sulit terpenuhi, terlebih di era pandemi, orang tua harus lebih memeras keringat untuk memnuhi kebutuhan perut keluarga sehingga waktu untuk bersama anak berkurang. Padahal anak butuh waktu bersama orang tua, baik secara kuantitas dan kualitas dalam hal pendidikan maupun kasih sayang.

Anak yang miskin jiwa dan tidak pula dalam bantuan pengawasan sekolah layaknya sebelum pandemi pun menjadi lebih semakin rentan terhadap kecanduan. Dengan gawai di tangan pun mereka jadi lebih mudah untuk berselancar di dunia maya, baik media sosial maupun gaming.

Kehadiran negara sangat diharapkan menghadirkan situasi tumbuh kembang generasi millennial. Layaknya sebuah keluarga yang memerlukan peran orang tua yang menerapkan peraturan di keluarga agar keluarga bisa berjalan dengan baik, negeri ini memerlukan peran pemerintah yang menerapkan peraturan yang tepat agar potensi bangsa yang luar biasa ini menghasilkan kebangkita bagi negeri ini.

Pemerintah bisa saja membatasi akses negeri ini terhadap game online. Sebagai ganti bisa saja disediakan fasilitas permainan murah atau bahkan gratis bagi remaja semisal lapangan futsal, memanah, berkuda, dan berenang yang dengan itu bisa dihasilkan  remaja yang sehat fisiknya. Lembaga kajian dan keilmuan pun bisa digairahkan agar remaja sibuk  mengejar pengembangan potensi akalnya untuk kemajuan peradaban.

Banyak peran yang seharusnya dilakukan pemerintah yang tidak mungkin dilakukan oleh negara. Orang tua bisa saja memanjangkan doa malamnya, tapi pemerintah bisa membatasi bahkan menutup game yang berbahaya bagi remaja. Orang tua bisa mengajak bicara anaknya, tapi pemerintah bisa menyediakan fasilitas konseling terjangkau baik dari jarak maupun biaya bagi semua rakyatnya. Orang tua bisa jadi mendidik anaknya selama di rumah, tapi pemerintah bisa menerapkan sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh penjuru negeri.

Layaknya seekor elang yang memerlukan dua sayap untuk terbang tinggi, maka untuk meraih kebangkitan peradaban, diperlukan sinergi antara orang tua dan negara. Keduanya perlu memaksimalkan fungsi masing-masing.

Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW berkata, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka."

"Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka."

"Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka setiap dari kalian adalah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya." (HR Abu Dawud).