Hijab Bukan Pengekangan, Tapi Penghormatan
Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd (Lingkar Studi Muslimah Bali)
Hijab bukanlah hal asing di telinga masyarakat. Hijab di masa kini pun sudah menjadi kebiasaan para wanita muslim. Di pasar, di sekolah, di jalanan, dan dimana-mana sudah tak asing lagi melihatnya. Hijab secara otomatis menjadi identitas seorang muslimah. Sekaligus menjadi syiar dakwah atas kewajiban memakai hijab ini.
Namun, di sisi lain pemakaian hijab hanya sekedar pengakuan atas dirinya sebagai muslimah. Padahal lebih daripada itu, bahwa hijab adalah kewajiban yang diturunkan oleh Allah kepada setiap wanita muslim. Dengan kewajiban ini, maka seharusnya menjadikan hijab bukan hanya sekedar pengakuan saja, namun juga penghormatan kepada Rabb semesta alam.
Lebih parah lagi jika menganggap kewajiban hijab adalah sebuah bentuk pengekangan terhadap kaum wanita. Pengekangan tak bisa melihatkan bentuk tubuhnya, kecantikan wajahnya, kelembutan rambutnya, dan lain sebagainya. Bahkan berhijab dianggap menutup pintu rezekinya karena tak bisa bekerja di perusahaan yang menggiurkan.
Sungguh pemikiran yang dangkal jika menganggap berhijab adalah bentuk pengekangan apalagi sampai menjadikan bentuk intoleransi kepada para wanita. Padahal Allah menurunkan kewajiban berhijab bagi muslimah justru dengan maksud menjaga kehormatan wanita tersebut dari pihak-pihak yang memang haram memandangnya.
Namun maksud dan tujuan dari kewajiban hijab ini tak serta merta diterima oleh masyarakat. Ada saja pihak-pihak yang “menggoreng” kewajiban hijab ini menjadi bahan perbincangan di tengah-tengah masyarakat. Menjadikan isu-isu negatif hingga meragukan wanita muslim yang ingin berhijab.
Kasus yang terjadi pada siswi nonmuslim di salah satu SMKN di Padang menjadi kasus yang viral beberapa hari terakhir, karena menganggap pihak sekolah mewajibkan penggunaan hijab bagi seluruh siswinya. Namun pihak sekolah sudah menjelaskan bahwa tidak ada paksaan atas penggunaan hijab bagi nonmuslim.
Kasus di atas bukanlah kali pertama yang terjadi, di beberapa daerah di Indonesia juga mengalaminya. Menurut kepala bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, fenomena intoleransi tersebut banyak dan sering terjadi di lingkungan sekolah tanah air. Misalnya saja dalam catatan P2G, pelarangan kerudung di SMAN 1 Maumere 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019. Bahkan pada 2014, tak kurang dari 40 sekolah di Bali melarang penggunaan kerudung. (27/1/2021, muslimahnews.com)
Berbeda dengan Indonesia yang dianggap sebagai Negara mayoritas muslim terbesar, di Filipina justru menggencarkan gerakan hijab ini. Ditandai dengan menetapkan RUU yang menjelaskan bahwa tanggal 1 Februari sebagai Hari Hijab Nasional setiap tahunnya. (2/2/2021, cnnindonesia.com)
Terobosan tersebut diupayakan oleh pihak Filipina guna mempromosikan pemahaman yang lebih dalam tentang kewajiban berhijab bagi seorang muslimah serta bentuk pengakuan dan toleransi di Negara yang mayoritas pemeluk agama Katolik ini.
Keberadaan RUU tersebut menjadi hak kebebasan atas kaum muslim untuk berdakwah terkait agamanya dan juga sebagai pelindung atas diskriminasi yang sering diterima oleh wanita berhijab. Dengan adanya aturan ini, maka wanita berhijab haruslah dihormati.
Islam adalah agama yang sempurna dan rahmatan lil alamin. Maka tak mungkin jika Islam menghadirkan aturan yang menyengsarakan penganutnya. Tak mungkin pula ada aturan yang saling tumpang tindih. Pada sebagian orang disejahterakan, dan sebagian yang lain disengsarakan. Bukan Islam namanya jika memiliki aturan yang pilih kasih.
Salah satunya ya tentang kewajiban berhijab ini. Berhijab bisa dimana saja dan kapan saja. Melaksanakan suatu kewajiban atas dasar ketaatan pasti akan membawa pada keberkahan dan tentu pelaksana kewajiban tersebut tidak akan merasa terkekang.
Semakin banyak pihak yang menggencarkan opini dakwah tentang kewajiban berhijab bagi muslimah, maka semakin banyak pula yang sadar bahwa kewajiban berhijab bukanlah bentuk pengekangan melainkan penghormatan kepada diri seorang muslimah.
Tentunya, pihak terkait adalah dari seluruh lapisan masyarakat. Baik individu, masyarakat umum, dan juga Negara. Bahkan posisi Negara adalah posisi terpenting untuk pelaksanaan seluruh kewajiban di dalam Islam. Bukan hanya kewajiban berhijab saja, namun seluruh kewajiban, dari sektor ekonomi, sosial budaya, pendidikan, politik, hubungan luar negeri, dan lain sebagainya.
Wallahu a’lam bish showab.
Posting Komentar