-->

Saat Kasus Covid Semakin Melejit Butuh Penanganan Sistem yang Komplit

Oleh: Rindoe Arrayah

Penamabda.com - Waktu begitu cepat berlalu. Tanpa terasa, kita sudah memasuki bulan akhir di tahun 2020. Banyak kenangan yang akan ditinggalkan atau justru masih ada yang akan menyertai di tahun depan.

Di awal tahun 2020 Allah Ta'ala hadiahkan ujian berupa kedatangan Covid-19 yang bermula dari Cina, kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Hingga kini, belum usai membersamai masyarakat di negeri kita tercinta. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam menangani Covid-19 ini, meski tampak lamban. 

Sepertinya sudah menjadi suatu kebiasaan bagi pemerintah yang senantiasa lamban dalam penanganan berbagai kasus yang berkaitan dengan musibah dan semisalnya. Banyak ahli yang telah memberikan masukan agar pemerintah bersegera dalam menangani kasus Covid-19 yang tidak bisa disepelekan keberadaannya. Namun, pemerintah justru sibuk dengan berbagai hitungan untung rugi jika harus menerapkan kebijakan yang nantinya akan berdampak sangat fatal di bidang perekonomian.

Dikutip dari covid19.go.id, hingga Minggu (29/11/2020), total sudah ada 534.266 kasus Covid-19 di Indonesia. Penambahan kasus baru mencapai 6.267 kasus dalam 24 jam terakhir.

Jumlah ini menjadi rekor terbaru penambahan kasus Covid-19 sejak kasus pertama ditemukan pada 3 Maret 2020. Beberapa hari sebelumnya, penambahan kasus masih di angka 5 ribuan. Bulan Desember 2020 dinilai memiliki risiko kenaikan angka positif Covid-19 di Indonesia.

Ahli Ilmu Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani menyebut ada dua momen yang berpotensi memunculkan kerumunan, yaitu Pilkada Serentak dan libur akhir tahun pengganti libur Idul Fitri.

"Risiko kenaikan angka Covid-19 di bulan Desember dengan dua momen ini harus diperhatikan," ungkap Laura saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (27/11/2020).

Bila tidak dapat dikendalikan, Laura menyebut ada kemungkinan kasus Covid-19 akan meledak pada awal 2021.

"Sekarang kasus Covid-19 sudah tinggi, beberapa rumah sakit dan IGD melaporkan penuh."

"Sementara, dua even di Desember ini berisiko," ungkapnya.

Melihat kemungkinan di atas, tentunya pemerintah diharapkan jangan sampai gegabah lagi agar korban di pihak rakyat tidak semakin memuncak. 

Hampir setahun lamanya, negeri ini terkurung dalam wabah yang entah sampai kapan akan berakhir. Seharusnya, pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan akan segera bergerak cepat untuk mengantisipasi agar korban yang berjatuhan bisa diminimalkan atau bahkan bisa dihentikan.

Namun, sistem kapitalis-sekuleris yang diadopsi oleh penguasa negeri ini dalam memimpin rakyatnya menjadikan sikap yang diambil  senantisa dikalkulasi dengan untung rugi tanpa peduli banyaknya rakyat yang berjatuhan menjadi korban.

Berbeda halnya  dengan paradigma kepemimpinan dalam sistem Islam. Kepemimpinan dijalankan berlandaskan keimanan kepada Allah SWT semata. Dia wajib menjadi pengurus dan penjaga umat. Seorang pemimpin pun dipandang seperti penggembala. Layaknya gembala, dia akan memelihara dan melindungi seluruh rakyat yang menjadi gembalaannya. Memperhatikan kebutuhannya, menjaga dari semua hal yang membahayakannya, dan menjamin kesejahteraannya hingga bisa tumbuh dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Itulah indahnya Islam dalam melayani rakyat tanpa memandang apakah dari kalangan muslim maupun non muslim, asalkan mau tunduk diatur dengan syariat Islam dalam lingkup bernegara.

Sebagai agama yang sempurna dan paripurna, Islam begitu lengkap diturunkan sebagai risalah yang akan mengentaskan manusia dari berbagai macam problematika. Terbukti, dalam kurun waktu empat belas abad lamanya Islam berjaya dengan peradaban yang sangat mulia. 

Risalah Islam selalu menunjukkan keunggulannya sebagai agama sekaligus ideologi yang komplit. Islam mengatur semua aspek kehidupan dan memberikan solusi atas segala persoalan, termasuk dalam menangani wabah, Islam telah lebih dulu dari masyarakat modern membangun ide karantina (lockdown) untuk mengatasi wabah penyakit menular.

Dalam sejarah, pada masa Rasulullah SAW pernah terjadi wabah penyakit menular, yaitu kusta. Penyakit ini cepat menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya pada saat itu. Untuk mengatasi wabah tersebut, salah satu upaya yang dilakukan Rasulullah SAW adalah menerapkan karantina (lockdown) terhadap penderita. Ketika itu, Rasulullah SAW memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau SAW bersabda:

“Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta.” (HR. Bukhari).

Dari sini bisa kita dapati, jika metode karantina (lockdown) sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW. Hal itu dilakukan untuk mencegah agar wabah penyakit menular tidak menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul SAW membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Peringatan kehati-hatian pada penyakit kusta juga dikenal luas pada masa hidup Rasulullah SAW. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR. Bukhari).

Tidak hanya cukup sampai di situ, Rasulullah SAW juga pernah memperingatkan umatnya supaya tidak mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau SAW bersabda:

“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari).

Dalam buku karya Nabil Thawil yang berjudul “ Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW: Belajar Hidup Melalui Hadits-hadits Nabi,” dikisahkan bahwa pada zaman Rasulullah SAW jika ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit tha'un, beliau memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus. Jauh dari pemukiman penduduk. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.

Disaat  kekhalifahan Umar bin al-Khaththab juga pernah terjadi wabah penyakit menular. Dalam suatu riwayat, Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu." (HR. Bukhari).

Riwayat ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah. Menurut Imam al-Waqidi saat terjadi wabah Tha’un yang melanda seluruh negeri Syam, wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa lebih. Bahkan di antara para sahabat ada yang terkena wabah ini. Mereka adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan dan Abu Jandal bin Suhail.

Islam telah memerintahkan kepada setiap orang untuk mempraktikkan gaya hidup sehat. Misalnya, diawali dengan makanan. Allah SWT telah berfirman:

“Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian.” (QS. An-Nahl [16]: 114).

Selain memakan makanan halal dan baik, kita juga diperintahkan untuk tidak berlebih-lebihan. Apalagi sampai memakan makanan yang sesungguhnya tak layak untuk dimakan, seperti kelelawar. Allah SWT berfirman:

“Makan dan minumlah kalian, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31).

Islam pun memerintahkan umatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan diri maupun lingkungan sekitar. Untuk itulah Rasulullah SAW pun, membiasakan selalu berwudhu di setiap waktu, bersiwak, memakai wewangian, menggunting kuku dan membersihkan lingkungannya.

Namun demikian, penguasa pun punya peran sentral untuk menjaga kesehatan rakyatnya. Apalagi saat terjadi wabah penyakit menular. Tentu rakyat butuh perlindungan optimal dari penguasanya. Penguasa tidak boleh abai. Para penguasa Muslim pada masa lalu, seperti Rasulullah SAW dan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., sebagaimana riwayat di atas, telah mencontohkan bagaimana seharusnya penguasa bertanggung jawab atas segala persoalan yang mendera rakyatnya, di antaranya dalam menghadapi wabah penyakit menular.

Rasulullah SAW bersabda:

 “Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentingannya (pada Hari Kiamat).” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi, saat syariat Islam diterapkan akan dirasakan kehidupan yang menenteramkan. Tidak hanya berlaku untuk kehidupan manusia, bahkan untuk seluruh alam semesta.

Wallahu a’lam bishshowab.