-->

Disintegrasi Bangsa Mengancam Papua

Oleh: Rindoe Arrayah

Penamabda.com - Keindahan alam di Papua memang tidak diragukan lagi. Tidak heran jika banyak yang terpesona karenanya. Papua memiliki daya pikat yang membuat berbagai pihak tercekat. Bagaimana tidak? Banyak didapati berbagai potensi sumber daya alam yang sangat unik di sana yang tidak dimiliki di wilayah lainnya. Hanya saja, perhatian pemerintah pusat yang tidak berimbang mengakibatkan Papua seolah terasingkan. Hal itulah yang memunculkan sering terjadinya pergolakan.

Bukan berita baru lagi, jika Papua ingin melepaskan diri dari bumi pertiwi. Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda tak lagi menghormati kedaulatan negeri ini. Ia mendeklarasikan kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia pada hari Selasa, 1 Desember 2020. Tak selesai sampai di situ,  Benny Wenda kini ditunjuk sebagai Presiden sementara Republik Papua Barat (West Papua).  Tokoh separatis ini pun tak malu meminta bantuan Australia untuk mengukuhkan kemerdekaan Papua Barat.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menegaskan, bahwa Benny Wenda tidak punya wewenang mendeklarasikan pemerintahan sementara Papua Barat (antaranews.com, 3/12/2020).

Bagaimanapun juga, peristiwa ini sangat membahayakan kedaulatan negara. Separatisme jelas bukan langkah yang layak didiamkan. Bagaimana negara seolah menutup mata dengan pemberontakan yang telah berkali-kali dilakukan serta memakan banyak korban? Kasus ini jelas menodai kehormatan bangsa yang telah diperjuangkan dengan air mata, darah dan nyawa para pejuang.

Bukan suatu rahasia lagi. Sikap yang diambil pemerintah bisa ditebak jika bersinggungan dengan pergolakan di Papua. Pemerintah cenderung diam dan lemah dalam menghadapi negara-negara asing  yang memberikan jalan serta bantuan bagi separatisme Papua. Saat Benny Wenda membuka kantor di Oxford Inggris pada April 2013 silam, pemerintah hanya melayangkan protes dan meminta penjelasan. Padahal pemerintah Inggris mendiamkan saja pembukaan kantor itu dan pemerintah pun makin erat menjalin kerjasama dengan negara imperialis itu. 

Semua pihak seharusnya wajib mewaspadai adanya campur tangan asing dalam upaya ini, terutama pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan tertinggi. Pemerintah harus paham dan menyadari bahwa negara-negara imperialis tidak akan membiarkan Indonesia menjadi negara yang utuh dan kuat. Negara-negara ini akan senantiasa melakukan konspirasi untuk kepentingan ekonomi dan politik mereka.

Dalam bukunya yang berjudul Tangan-tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia) terbitan Global Future Institute pada tahun 2010, Hendrajit dkk mengungkapkan bahwa pada tahun 1998 pernah muncul rekomendasi dari sebuah lembaga kajian strategis, yaitu Rand Corporation kepada Kemenhan AS. Rekomendasi itu menyebutkan bahwa Indonesi harus terbagi menjadi 8 wilayah. Salah satu yang menjadi prioritasnya adalah Papua. Ini merupakan bukti, betapa upaya pemisahan yang seringkali digembar-gemborkan  tidak lepas dari adanya campur tangan pihak asing.

Disintegrasi  merupakan senjata ampuh yang biasa digunakan dalam sistem demokrasi. Jika bercermin dari peristiwa pemisahan Timor Timur pada tahun 1999 juga merupakan efek dari demokrasi. Sistem yang rusak dan merusak ini menjadikan hak menentukan nasib sendiri sebagi nilai penting bagi suatu wilayah yang ingin melepaskan diri dari pemerintahan pusatnya. Seharusnya, fakta ini bisa dijadikan sebagai alasan kuat untuk menolak demokrasi. Mengapa? Karena, jika setiap wilayah di Indonesia dengan mengatasnamakan hak ingin menentukan nasib sendiri disertai tuntutan kemerdekaan bisa dipastikan Indonesia akan terpecah menjadi beberapa negara kecil yang semakin lemah tak berdaya. Tentunya, hal ini sangatlah tidak kita inginkan.

Upaya pemisahan Papua yang tampak begitu mudah serta tanpa ada hambatan menunjukkan kegagalan dari pemerintah rezim liberal untuk mengantarkan rakyat Papua menuju sejahtera dalam kehidupannya. Sudah mafhum adanya, bahwa Papua memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa. Namun, rakyatnya hidup bergelimang kemiskinan. Demokrasi pulalah yang telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan  perusahaan asing seperti Freeport melenggang merampok kekayaan alam di Papua.

Suatu hal yang sangat penting untuk disadari oleh semua pihak, pemisahan Papua dari Indonesia sedikitpun tidak akan pernah memberikan keuntungan bagi warga Papua. Apalagi, meminta bantuan kepada negara imperialis untuk memisahkan diri merupakan bentuk bunuh diri politik. Pemisahan Papua dari Indonesia hanya akan membuat Papua lemah. Sebenarnya warga Papua sedang diperdaya demi segelintir elit politik agar mereka mendapat keuntungan sebesar-besarnya. 

Lain halnya dengan Islam. Risalah ini menjaga persatuan dan kesatuan negara dengan cara  menetapkan larangan melakukan makar (bughat) dan memisahkan diri dari wilayah kekuasaan Islam (Daulah Khilafah). Nabi SAW bersabda, “Siapa saja mencabut ketaatan (kepada imam/khalifah), maka dia akan menghadap Allah tanpa hujah (yang bisa mendukungnya).” (HR Muslim)

Larangan merebut kekuasaan dari pemangkunya ini telah dijadikan syarat oleh Nabi SAW dalam menerima baiat kaum muslim. Ubadah bin Shamit menuturkan, “Hendaknya kami tidak merebut kekuasaan dari pemangkunya.” Kecuali, kata Nabi SAW, “Jika kalian menyaksikan kekufuran yang nyata, yang bisa kalian buktikan dihadapan Allah.” (HR Muslim) 

Islam juga menetapkan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melakukan tindakan makar terhadap negara (bughat). Al-Muhâmî al-‘Alim Syaikh ‘Abdurrahman al-Mâliki, dalam kitabnya Nidzâm al-‘Uqûbât, menjelaskan bahwa sanksi bagi mereka adalah had. Sanksi had ahl al-baghy adalah diperangi, sebagai pelajaran (qitâl ta’dîb) bagi mereka, bukan diperangi untuk dihabisi (qitâl harb) (al-Mâliki, Nidzâm al-‘Uqûbât, hal. 79). Jika mereka adalah non-muslim (ahli dzimmah), maka mereka akan diperangi untuk dihabisi (qitâl harb). Hukum memerangi mereka ini pun statusnya sama dengan jihad fi sabilillah, karena kelompok yang diperangi adalah orang-orang kafir, meski asalnya adalah ahli dzimmah. Akibat  tindakan mereka ini, secara otomatis mereka telah kehilangan dzimmah-nya dari kekhilafahan.

Itulah bukti kesempurnaan risalah Islam yang tidak diragukan lagi begitu mumpuni dalam memecahkan segala problematika yang ada, termasuk masalah disintegrasi.

Oleh karena itu, jalan satu-satunya agar terbebas dari permasalahan ini adalah dengan mencampakkan dan membuang demokrasi, kemudian menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Daulah Khilafah Rasyidah. Syariah islam akan menutup celah bagi negara imperialis memecah-belah dan menguasai negeri ini. Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin.” (TQS an-Nisa’[4]:141)

Syariah Islam akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama. Kebijakan politik Islam adalah menjamin kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat baik muslim maupun non-muslim (ahli dzimmah). Islam juga menetapkan bahwa kekayaan alam yang besar sebagai milik umum, milik bersama seluruh rakyat, yang haram dikuasai oleh  swasta apalagi pihak asing.

Keberanekaragaman kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara dan hasilnya akan dihimpun untuk kas negara.  Kemudian, didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat. Standart dalam pendistribusian ini ialah setiap daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang besar kecilnya pemasukan dari daerah itu. Sebab, Islam mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan pemerataan kekayaan di antara rakyat dan antardaerah.

Penyelesaian masalah Papua adalah dengan menghilangkan kedzaliman dan ketidakadilan yang terjadi.  Mengelola kekayaan negara demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan alam itu secara merata. 

Berbagai kedzaliman dan ketidakadilan yang menimpa saudara kita di Papua maupun di wilayah lain hanya akan bisa terselesaikan dengan diterapkannya sebuah aturan yang mengantarkan masyarakat pada kehidupan penuh keberkahan. Aturan kehidupan yang dimaksudkan adalah aturan dari Sang Khaliq, Allah SWT. Kesempurnaan risalah Islam telah teruji selama tiga belas abad lamanya. Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali pada  syariat-Nya agar bisa merasakan rahmatan lil ‘alamiin.

Wallahu a’lam bishshowab.