-->

Tipu-tipu Rezim Demokrasi Untuk Klaim Keberhasilan Penangganan Pandemi

Oleh : Nurul Afifah

Dari menteri hingga pucuk pimpinan tertinggi Indonesia, semua sibuk mengklaim keberhasilan penanganan virus Corona di Tanah Air. Semua sibuk mengolah kata, data, dan informasi sehingga akhirnya memberikan ilusi fakta.

Lebih kurang setelah 7 bulan pandemi Covid-19 menyerang Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampil dalam sebuah video berlatar hitam yang diunggah oleh akun Youtube Sekretariat Presiden pada 3 Oktober 2020. Dengan kemeja putih yang dibalut jas berwarna gelap dan tanpa dasi, dia berbicara soal kondisi pandemi di negara ini.

Berbagai data disajikan dalam video berdurasi 7 menit 55 detik tersebut. Mulai dari soal ekonomi hingga angka kesembuhan Covid-19 dan peringkat Indonesia di dunia dalam hal total kasus per 2 Oktober 2020.

Dalam jumlah kasus dan kematian, Indonesia jauh lebih baik dibandingkan negara lain dengan jumlah penduduk yang besar. Sebaiknya kalau membandingkan ya seperti itu,” kata Presiden.

Seluruh data tersebut dikemas hingga akhirnya menimbulkan persepsi publik bahwa penanganan Corona di Indonesia cukup baik dibandingkan dengan negara lain.

Lebih kurang dua bulan berselang setelah itu, pemerintah kembali memberikan klaim keberhasilan penanganan Corona di Indonesia telah diakui dunia. Kali ini undangan WHO kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjadi senjata.(Bisnis.com 6/11/2020)

Epidemiolog dari Griffith University di Australia Dicky Budiman tak yakin undangan Badan Kesehatan Dunia (WHO) kepada Menkes Terawan Agus Putranto terkait keberhasilan penanganan Covid-19 di Indonesia.

Menurutnya dari isi surat undangan yang didapatnya, tidak ada pernyataan keberhasilan Indonesia dalam pengendalian pandemi. 

Undangan tersebut hanya mengakui keberhasilan indonesia dalam menerapkan kegiatan intra-aksi (intra action review/IAR) Covid-19.

IAR merupakan kegiatan perencanaan Indonesia dalam menganggulangi Pandemi Covid-19. Tujuannya agar setiap negara bisa mawas diri terhadap capaian dan kekurangan dalam pengendalian pandeminya. "Jadi undangan konferensi pers itu bukan dalam arti mengakui keberhasilan Indonesia dalam pengendalian pandeminya, tapi apresiasi karena telah melaksanakan kegiatan review IAR yang dianggap 'sukses'," ujar Dicky, Jumat (6/11/2020). Dikutip dari Kompas.com.

Dari pernyataan tersebut telah membongkar watak rezim demokrasi yang tidak sungguh-sungguh mewujudkan kemaslahatan rakyat, tetapi rezim hanya berusaha mempertahankan kursi dengan ‘make up’ politiknya.

Undangan WHO dikapitalisasi rezim untuk overklaim keberhasilan. Padahal undangan tersebut karena Indonesia sudah menyelesaikan IAR secara administratif, bukan indikator  keberhasilan penanganan COVID-19.

Tak bisa dipungkiri bahwa sejak awal pemerintah lambat dan tidak sungguh-sungguh dalam menangani pandemi. Pemerintah gagal dalam memutus rantai virus, puncak kegagalannyapun terlihat jelas ketika kebijakan new normal diberlakukan di negeri ini. Kegagalan tersebut terjadi karena asas kapitalisme yang dianut pemerintah dalam mengatur urusan rakyat. Kebijakan yang lahir dalam menanggulangi pandemipun lebih mengutamakan ekonomi daripada nyawa rakyatnya. Pemerintah enggan melakukan lockdown dengan dalih ekonomi akan hancur.

Berbeda jika islam dijadikan asas dalam meriayah rakyat. Dalam islam pemimpin berupayah sungguh-sungguh dalam menyelesaikan wabah . Nyawa manusia didahulukan daripada apapun termasuk ekonomi . Nyawa manusia dalam islam lebih berharga dari apapun. Nabi SAW bersabda : “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa haq”. (HR. An-Nasa’I dan At-Tarmidzi).

Islam juga telah mencontohkan dalam mengatasi wabah. Jika terjadi wabah islam mengharuskan  lockdown untuk memutus penyebaran virus, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu”. (HR. Al-Bukhari). Selama pemberlakuan lockdown, kebutuhan rakyat ditanggung oleh pemerintah . 

Pemerintah juga memisahkan antara orang-orang yang sakit dengan yang sehat, sehingga yang sehat tetap produktif dan perekonomian tetap berjalan. Sungguh sempurna islam dalam pengaturannya . Jika islam yang dijadikan asas dalam menanggulangi wabah maka wabah akan cepat berakhir.

Wallahu'alam