-->

Ragam UU Kontroversial, Demokrasi Nyata Gagal


Oleh : Irayanti S.AB (Relawan Media)

Tanggal 20 Oktober 2020 menjadi penanda usia sudah satu tahun Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memerintah. Sejumlah produk legislasi berupa undang-undang lahir di tahun pertama pemerintahan mereka. Sejumlah kebijakan atau Undang-undang tahun pertama jilid II pak Jokowi ini tidak lepas dari kontroversi. 

Di rilis dari Kompas.com (20/10/2020) tiga undang-undang kontroversial itu diantaranya revisi UU Mineral dan Batu Bara, revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK), Omnibus Law UU Cipta Kerja. Tiga undang-undang kontroversi tersebut bagai kado setahun rezim yang masih membuat rakyat terkejut bukan main. 

Malangnya Rakyat Indonesia

Dilansir Kompas.id, Sabtu (13/5/2020), RUU Minerba disahkan pada 13 Mei 2020. Peneliti dari Auriga Nusantara Iqbal Damanik menyatakan, pengesahan revisi UU Minerba menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap korporasi tambang batu bara.

Berikutnya, revisi UU MK yang juga merupakan usulan DPR disepakati pemerintah yang dibahas hanya berjalan tiga hari mulai 25-28 Agustus. RUU MK disahkan dalam rapat paripurna pada 1 September 2020. Koalisi masyarakat sipil menilai materi dalam UU baru itu syarat barter kepentingan antara DPR dan MK.

Teranyar, adalah pengesahan UU Ciptaker yang berujung gelombang demo di berbagai daerah. Kritik dan aksi protes bahkan telah digelar sejak tahun lalu untuk menggagalkannya. 

Sayang, rakyat harus menelan pil kecewa. Tanggal 5 Oktober 2020 saat tengah malam, DPR dan pemerintah menyepakati omnibus law UU Cipta Kerja menjadi undang-undang walau draftnya belum final. UU dengan nama lain sapu jagat ini merupakan target Jokowi sejak dilantik sebagai presiden di periode kedua.

Demokrasi Pencipta Masalah

"Kedaulatan berada di tangan rakyat." 

"Dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat."

Keduanya adalah slogan manis demokrasi. Selama ini, rakyat hanya dibutuhkan suaranya dibilik suara 5 tahun sekali. Setelah itu 5 tahunnya adalah urusan rakyat sendiri. Penguasa hanya sebagai wasit, padahal penguasa hakikinya sebagai periayah (pengurus urusan rakyat) apapun aspek kehodupannya. Bukan berujung menyalahkan dan membungkam suara rakyat.

Terpilihnya Jokowi-Ma’ruf sebagai penguasa adalah hasil dari proses politik demokrasi. Proses politik demokrasi yang berbiaya mahal tentu harus membutuhkan modal. Modal kampanye misalnya, yang terkenal sebagai ajang membuang janji manis serta biaya mahar bersama partai dan elit pendukung. Alhasil, bagi-bagi kue kekuasaan dan aturan pesanan merupakan timbal balik yang harus dibayar bagi penguasa terpilih. No free lunch!

Akan selalu muncul kontroversi sepanjang pemberlakuan sistem demokrasi baik di aspek substansi (aturan yang tidak mewujudkan kemaslahatan publik) atau pun di aspek prosedur (nihil rasa keadilan dan mengabaikan aspirasi rakyat). Bukan saat rezim sekarang saja, tetapi rezim sebelumnya pun aturannya menuai polemik.

Kebijakan penuh kontroversi tidak cukup dievaluasi mekanisme lahirnya, namun harus dikoreksi secara mendasar dari sumber lahirnya regulasi tersebut yakni demokrasi yang merupakan bagian tubuh sistem kapitalisme yang meminggirkan aturan Ilahi dan mencuekkan rakyat kecil.

Demokrasi sangat nyata telah gagal walau pucuk pimpinan berganti tiap 5 tahun sekali. Sistem yang memberikan kebebasan manusia untuk membuat aturan ini tidak pernah membawa manusia kepada keberkahan dan kesejahteraan. Sejatinya manusia memang lemah dan terbatas serta syarat akan kepentingan. Maka, menginginkan perubahan sudah sepantasnya meninggalkan aturan manusia dan kembali mengambil solusi yang pasti yakni aturan Pencipta manusia.

Solusi Problematika Negeri

Demokrasi memanglah memiliki cacat bawaan, maka akan selalu menimbulkan undang-undang/aturan kontroversial. Dalam Islam, undang-undang dihasilkan hanya berpedoman pada hukum syara. 

Pemimpinnya pun adalah orang yang benar-benar memiliki kesadaran (keimanan) sera kapasitas bahwa tugas dan pertanggungjawabannya amatlah berat. Sungguh, menyeru agar kembali kepada aturan-Nya adalah kasih sayang kepada penguasa saat ini. Tanggungjawab pemimpin itu berat, bukan sebatas di dunia saja tetapi di akhirat kelak.

Diingatkanlah  kita selaku manusia yang lemah untuk menyerahkan penetapan hukum kepada Allah. Dalam Al Quranul Kariim, Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman :

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (TQS al-An’am [6]: 57) 

Sistem Islam/khilafah akan melahirkan UU yang selaras dengan fitrah dan memenuhi kemaslahatan seluruh pihak karena bersumber dari Allah yang Maha Tahu dan Maha Adil. Sejarah pun mengakui bahwa berhukum dengan aturan-Nya adalah sebaik-baik aturan dan solusi problematika umat. 

Sejarah memang bukanlah patokan tetapi ia adalah kunci di masa depan. Diatur dengan aturan Ilahi adalah bagian dari keimanan. Singkirkan keraguan dan campakkan demokrasi yang sudah sangat menyengsarakan. 

Wallahu a'lam bishowwab