-->

Pengesahan UU Ciptaker, Pengkhianatan Sistem Terhadap Rakyat

 Oleh : Pahriah (Aktivis Muslimah)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020). DPR mempercepat jadwal pengesahan dari jadwal semula direncanakan 8 Oktober karena alasan laju Covid-19 terus meningkat. Selain mempercepat pengambilan keputusan terhadap RUU Ciptaker, DPR juga mempercepat masa reses dimulai Selasa (6/10/2020) yang juga dijadwalkan sebelumnya mulai Jumat (9/10/2020).

Hal ini tentu saja membuat publik terkejut dikarenakan UU ini disahkan di tengah malam saat rakyat berharap bermimpi indah dan berharap esok hari hidup mereka akan lebih baik dan lebih sejahtera. Namun fakta nya mereka harus dikejutkan dengan kenyataan yang pahit.

Pengesahan ini menuai reaksi keras rakyat. Protes terjadi di dunia maya maupun aksi lapangan di berbagai daerah. Di media sosial muncul tagar #MosiTidakPercaya. Tagar tersebut menjadi topik terpopuler di Twitter Indonesia. Mereka sudah tak lagi mempercayai DPR dan pemerintah usai mengesahkan RUU Cipta Kerja yang penuh kontroversi.

Ditengah hantaman pandemi yang belum reda, pemerintah seharus nya fokus pada penanganan Covid-19, dimana masyarakat yang terpapar makin banyak dan statistik terus naik dan belum melandai. Namun, rakyat justru dihadapkan dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang penuh kontroversi. Berbagai pasal kontroversial yang akan menimbulkan berbagai masalah dan makin memperkeruh ekonomi negara ke depan.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati mengakui tingkat kepercayaan rakyat terhadap DPR dan pemerintah semakin menurun menyusul pengesahan RUU Cipta Kerja. Nur menyebut pengesahan RUU yang dilakukan DPR menjadi puncak pengkhianatan negara terhadap kehendak rakyat.

"Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang," kata Nur kepadaCNNIndonesia.com, Selasa (6/10).

Sejumlah pasal kontroversial akan menimbulkan berbagai masalah. Salah satunya pasal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi salah satu menyumbang masalah baru. Tertuang dalam pasal 88 yang dikenal dengan pasal pertanggungjawaban mutlak.

Bunyinya , Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/ atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dana/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. 

Pada 2017, pasal di atas pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Meminta pasal itu dihapus karena merugikan mereka, tapi di tengah jalan gugatan justru dicabut. Walhi menilai bahwa penghapusan pasal ini berdampak pada hilangnya tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. (news.detik.com ,6/10/2020)

Artinya pemerintah lebih melindungi keberlangsungan korporasi dibanding upaya penegakan hukum secara mutlak berdasarkan UU 32/2009. Dalam UU tersebut menyebutkan dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangan. Jika tidak ada rekomendasi Amdal, maka izin lingkungan tak akan terbit. 

Secara garis besar, UU Ciptaker menghapus, mengubah dan menetapkan aturan baru terkait perizinan berusaha yaitu pemberian izin lingkungan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan rekomendasi izin apapun, tercantum dalam pasal 24 ayat 1. 

Beberapa pasal yang mengatur masalah pertanahan juga menuai kontroversi. Mendapat kritik tajam dari pakar, guru besar juga lembaga lingkungan hidup. Alih-alih menjamin kelestarian alam, beberapa pasal justru bertolak belakang dengan hal tersebut menggunakan dalih menggenjot investasi.

UU Ciptaker Puncak Pengkhianatan Pada Rakyat.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa langkah DPR mempercepat Rapat paripurna pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), pada Senin (5/10/2020) adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.

“Kesejahteraan buruh justru makin turun karena UU ini. Karyawan dikontrak seumur hidup tanpa masa depan, karyawan outsourcing tanpa masa depan, upah murah, waktu kerja tak beraturan, hak cuti perempuan seperti melahirkan dipotong,” ujarnya saat di hubungi Bisnis, Senin (5/10/2020).

Jika melihat pasal-pasal dalam UU tersebut jelas bahwa aturan tersebut akan mengakibatkan meledaknya angka pengangguran karena dibukanya keran bagi Tenaga Kerja Asing (TKA), rusaknya lingkungan dan menambah angka kemiskinan disebabkan dibebaskannya para investor dalam menguasai sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat.

Hal ini tidaklah mengherankan mengingat sistem yang digunakan Indonesia saat ini adalah sistem demokrasi kapitalis. Pekerja dan buruh hanya dianggap sebagai mesin produksi yang berfungsi untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. DPR dipilih melalui demokrasi maka wajar saja hukum yang dilahirkan pun demi kepentingan demokrasi kapitalis. Pengesahan yang terkesan mendadak di tengah malam adalah demi memuluskan kepentingan kaum kapitalis yaitu para investor asing dan aseng, memuluskan perselingkuhan antara penguasa dengan pengusaha.

Omnibus Law UU Cipta Kerja produk oligarki hanyalah salah satu produk sistem demokrasi. Demokrasi tak bisa hidup tanpa sistem kapitalisme, dan kapitalisme tak sanggup melanggeng dan melenggang tanpa demokrasi.

Maka, tidak ada cara lain untuk mengakhiri pengkhianatan pada rakyat . Kecuali dengan mencampakkan demokrasi- kapitalis yang melahirkan penguasa yang terus bersekongkol dengan para kapital dan mengganti dengan sistem Islam yang dibangun berdasarkan akidah Islam dan ketakwaan kepada Allah.

Faktor akidah dan ketakwaan kepada Allah ini terbukti telah membentuk self control, yang menjadikan para pejabat tidak bisa disuap meski tak seorang pun mengawasi mereka. Karena ada Allah yang Maha Melihat dan Mendengarkan tingkah laku mereka.

Selama demokrasi masih menancap kuat, maka yakinlah, semua penyimpangan dan pengkhianatan tak mungkin bisa dieliminasi apalagi dihapuskan. Semua kerusakan  juga pengkhianatan ini hanya mungkin hilang jika Islam ditegakkan. 

Yakni saat Islam kaffah yang penuh berkah diterapkan dalam institusi Khilafah sebagai wujud keimanan. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)

Islam memosisikan negara sebagai institusi pengurus urusan rakyat dan pelindung rakyat dari setiap ancaman. Negara hadir untuk memberi ketenangan bagi rakyatnya.

Ketika semua masalah mendapat solusi yang benar sesuai syariat, kebutuhan rakyat berupa papan, sandang, pangan, kesehatan, pendidikan, keamanan, akan terpenuhi secara layak dan manusiawi. Kehidupan akan menjadi tenang, tenteram, dan sejahtera. 

Wallahu'alam bishawab.