-->

UN Diganti Asesmen Nasional, Perlukah?

Oleh: Ummu Athifa
(Ibu Rumah Tangga dan Penulis)

Penamabda.com - Ujian Nasional merupakan salah satu ujian yang mengharuskan diikuti seluruh siswa/siswi tingkat mayor (6 SD, 3 SMP, dan 3 SMA). Dari UN inilah kelulusan siswa/siswi dipertaruhkan. Jika nilai tidak memenuhi standar KKM, maka dianggap tidak lulus sekolah. Mata pelajaran yang biasa diujiankan, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. 

Adanya UN telah berlangsung lama, namun belum memperlihatkan arah pendidikan Indonesia yang sebenarnya. Visi untuk mencerdaskan anak bangsa nyatanya belum tercapai sepenuhnya. Masih banyak keluhan atas pelaksanaan UN dari beberapa siswa/siswi, dikarenakan kelulusan mereka hanya ditentukan dengan beberapa mata pelajaran saja. Padahal, perjuangan untuk bersekolah selama 3 tahun tidaklah mudah. 

Maka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud, Nadiem Makarim menawarkan untuk menghapus Ujian Nasional (UN). Keputusan ini diambil usai melalui berbagai pertimbangan yang matang. UN akan diubah menjadi Asesmen Nasional. Dimana didalam Asesmen Nasional tidak lagi mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, akan tetapi mengevaluasi serta memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil. 

Asesmen Nasional terdiri dari tiga bagian, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. AKM dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif, yaitu literasi dan numerasi. Survei karakter dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar sosial-emosional berupa pilar karakter untuk mencetak profil pelajar Pancasila. Terakhir, survei lingkungan belajar dirancang untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah
(portaljember.com, 19/10/20). 

Hakikatnya ujian tidak diperlukan untuk menentukan kelulusan siswa. Pemerintah perlu fokus pada pemberian pembelajaran yang bermutu dan berkualitas dengan dukungan fasilitas sarana dan prasaran memadai. Namun, saat ini sudah banyak sekali perubahan kurikulum yang membuat siswa hanya fokus pada kegiatan belajar mengajar, bukan pembentukan karakter. 

Sehingga, wajar saja masih banyak siswa yang dinyatakan lulus dengan nilai baik, namun masih minim karakternya. Hal lain yang kurang diperhatikan yaitu pemahaman tsaqafah Islam. Inilah konsekuensi ketika sistem pendidikan tidak sesuai Islam. Hal yang paling mendasar dan penting dalam pendidikan justru diabaikan.

Akhirnya, walaupun UN dihapus dan diganti dengan Asesemen Nasional tidaklah memengaruhi target visi pendidikan Indonesia. Perlu ada perombakan kurikulum seacara menyeluruh, mulai dari konsep dasar hingga tata cara pembelajarannya. Seperti yang dicontokan dalam Islam, terdapat empat poin yang menentukan kesuksesan dalam bidang pendidikan.
 
Pertama, menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam sistem pendidikan. Hal ini karena Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menggunakan akalnya dalam memahami hakikat alam semesta, sehingga menjadikan insan yang bertakwa. Kedua, negara memberikan support penuh berupa anggaran hingga fasilitas untuk pengembangan ilmu dan teknologi. Ketiga, negara harus bersungguh-sungguh memberikan pelayanan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Keempat, negara menerapkan sistem politik dan ekonomi sesuai syariat. Hal ini akan menjamin stabilitas politik dan ekonomi negara. Kondisi ini sangat mendorong keberhasilan pendidikan tinggi yang memadukan iptek dan takwa bagi kemajuan Islam dan kaum muslim. 

Allah Swt. berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (TQS Ali Imran:102). 

Maka, sudah seyogianya pemerintah mengembalikan sistem pendidikan kepada sistem Islam. Sehingga visi pendidikan akan tercapai dengan memiliki karakter siswa yang luar biasa. 

Wallahu'alam bi shawab.