-->

Persekusi, Ironi Negara Demokrasi

Oleh: Sri Wahyuni, S.S 
(Ibu Rumah Tangga Peduli Keluarga Perempuan dan Generasi,
Pengisi Majelis Taklim, Aktifis Dakwah Klaten)

Penamabda.com - Lagi! Jagat maya dihebohkan dengan tersebarnya video salah satu ormas yang melakukan penggerudukan pada yayasan pendidikan di Rembang Pasuruan. Penggerudukan terjadi disebabkan yayasan pendidikan diduga menyebarkan paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila seperti yang dituduhkan ormas tersebut. Dalam video yang viral terlihat bagaimana sikap ketua ormas yang mengaku sebagai ketua Banser sekaligus anggota DPRD Pasuruan yang tidak menunjukkan kesopanan terhadap Kyai.

Kejadian tersebut mendapatkan banyak tanggapan dari berbagai kalangan. Seperti dilansir dari berita FixIndonesia.com, kebanyakan mengecam dan menyayangkan terhadap perbuatan yang dilakukan ketua ormas tersebut,  sebab di luar batas kewenangan. Namun sikap berbeda ditunjukkan oleh Menteri Agama Fahrul Razi. Menag justru mengapresiasi atas tindakan tersebut dan menganggap bahwa cara yang mereka lakukan sudah tepat  karena mengedepankan cara yang penuh damai dengan langkah tabayyun (22/8/2020).

Khilafah, Ajaran Islam Yang Dipersoalkan

Sebenarnya apa yang dipersoalkan Banser tersebut adalah ajaran khilafah yang mereka anggap sebagai ideologi terlarang. Padahal khilafah adalah bagian dari ajaran Islam yang  sudah dikenal di Indonesia karena ada di kitab-kitab fikih dan diajarkan di madrasah. Memperjuangkannya merupakan fardu kifayah. Seperti yang disampaikan Ustadz Ismail Yusanto dalam acara Indonesia Malam di TV One, siapa saja yang menyatakan khilafah sesat dan bukan ajaran Islam maka akan berhadapan dengan pemilik ajaran itu, Allah SWT.

Di dalam kitab para ulama 4 mahdzab dijelaskan bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Sedangkan Prof. Suteki menyampaikan konsep khilafah ajaran Islam atau setidaknya sebagai sistem pemerintahan Islam yang pernah di kenal dan dipraktekkan selama 1300 tahun maka umat Islam tetap diperbolehkan mendakwahkan khilafah tanpa pemaksaan dan kekerasan. Seharusnya dunia pendidikan di negeri ini juga mengajarkan khilafah di samping mengajarkan tentang sistem pemerintahan demokrasi, monarki, kesultanan, diktator, teokrasi dan sebagainya. Mengapa hanya khilafah yang dipersoalkan dan dilarang untuk didakwahkan dan diajarkan?

Ironi Demokrasi

Maraknya persekusi di negeri ini tidak bisa dilepaskan dengan diberlakukannya sistem demokrasi. Salah satu asas demokrasi adalah adanya kebebasan berpendapat di muka umum. Hal itu dijamin dalam pasal 28 UUD 45, bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, memyebarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang. Kebebasan berpendapat juga diatur dalam pasal 9 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan atau mencari, menerima dan menyampaikan keterangan  dan pendapat dengan cara apapun dan dengan tidak memandang batas-batas.

Berpijak pada Undang-Undang tersebut maka bisa kita lihat wajah buruk demokrasi. Demokrasi yang diterapkan di negeri ini tidak lebih sebagai alat penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Di satu sisi menjamin kebebasan berpendapat, di sisi yang lain membiarkan adanya persekusi. Adapun persekusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah orang yang disakiti, dipersusah atau ditumpas. Dapat juga dikatakan sebagai main hakim sendiri dengan tindakan intimidasi, penculikan bahkan kekerasan. Hal senada disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Opini(IPO), Dedy Kurnia Syah bahwa memaksa seseorang mengakui aktivitas yang tidak terbukti di muka umum adalah persekusi.(Tagar.id 22/8/2020).

Dalam demokrasi ruang kebebasan hanya diberikan kepada mereka yang mendukung penguasa walaupun penyimpangan dan kesesatan yang disuarakan. Sementara pembawa kebenaran yang mendakwahkan khilafah selalu mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Mereka selalu dihalangi hingga berakhir di jeruji besi. Padahal semua yang mereka sampaikan untuk kebaikan negeri. 

Sedangkan Islam lebih mengedepankan sikap tabayyun dalam menyelesaikan segala persoalan yang belum jelas kebenarannya. Tabayyun menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut bisa dilihat dalam surat Al Hujarat : 6, "jika ada seorang fasiq datang kepada kalian  dengan membawa suatu berita penting maka tabayyunlah(telitilah dulu),, agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyerah atas perilaku kalian."

Sikap tabayyun seharusnya ditunjukkan dengan sikap santun, tidak membentak atau mengancam tetapi duduk tenang membicarakan dengan kepala dingin.
Hal senada juga disampaikan oleh Rektor Universitas Ibnu Khaldun, Prof Musni Umar bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan dan intimidasi kepada ulama atau kepada siapapun.(Musni Umar melalui akun twitternya @musniumar).

Sungguh makin jelas perbedaan antara Islam dan demokrasi. Maka sudah saatnya kaum muslimin mencampakkan demokrasi dan menggantinya dengan aturan dari Illahi Robbi. Seperti firman Allah, "Apakah hukum jahiliyah yang meraka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin".(Q.S. Al Maidah:50).

Allahu'alam bishawab.