-->

Opsi Karantina Wabah Mustahil dalam Sistem Demokrasi

Oleh : Amey Bunda Hafidz

Penamabda.com - Enam bulan berlalu, wabah corona nampaknya belum juga mereda. Berbagai macam upaya seolah sudah dilakukan. Dan kini wajah duka masih menyelimuti ibu pertiwi. Seratus  dokter sudah menjadi pahlawan, karena beliau semua berjuang melawan makhluk yang tak kasat mata, demi menyelamatkan nyawa manusia. Berbagai macam kebijakan dikeluarkan agar bisa segera menghentikan laju penularan akibat covid-19. Seperti salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta yang kini tengah menggodok regulasi untuk menghapus isolasi mandiri. Menurut Anis Baswedan, semua pasien covid-19 baik yang dengan gejala ringan ataupun tanpa gejala harus menjalani isolasi di tempat yang telah disediakan oleh pemerintah. 

”Sedang disiapkan regulasinya bahwa isolasi mandiri itu dikelola oleh pemerintah sehingga lebih efektif dalam memutus mata rantai Covid-19," kata Anies dalam rekaman suara yang diberikan Humas DKI, Selasa, 1 September 2020 (Fokus.tempo.co, 5 September 2020).

Menurut Anis Baswedan, pasien covid-19 tatkala diberlakukan isolasi mandiri dan tanpa adanya pengawasan yang ketat belum tentu semuanya bisa terus berdiam diri di rumah. Dan juga masih ada sedikit keraguan jika seluruh pasien covid-19 mempunyai pengetahuan yang cukup serta pelaksanaan protocol Kesehatan yang benar secara disiplin. 

Namun kebijakan ini nyatanya tak selalu dianggap baik. Pro kontra muncul dari kalangan masyarakat. Ayu misalnya, seorang pemilik toko bahan pangan ini tak yakin pemerintah DKI bisa menjamin semua keperluan pasien. Kalaupun ada tunjangan, kebutuhan tiap orang berbeda-beda. "Banyak yang mesti diurus di rumah.” Sehingga ayu mengatakan lebih baik pemerintah tetap memberikan opsi kepada pasien covid-19 untuk memilih isolasi di rumah atau di tempat yang sudah ditentukan oleh pemerintah (Fokus.tempo.co, 5 September 2020).

Demikian halnya dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, Mohamad Taufik, tak setuju dengan rencana Anies ini. Alasannya akan menambah beban fasilitas kesehatan. Sampai akhir Agustus 2020 saja, 70 persen tempat tidur isolasi dan ruang ICU di rumah sakit rujukan Covid-19 Jakarta sudah terisi.

Ditambah lagi Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak  juga mengecam kebijakan larangan isolasi mandiri. Menurutnya langkah Pemprov DKI gegabah dan hanya menambah beban tenaga medis yang sudah selama enam bulan menjadi garda terdepan melawan Covid-19.

"Mengatakan isolasi mandiri tidak efektif lalu akan mengisolasi penderita Covid-19 di RS adalah tidak tepat. Selain secara ilmiah tidak tepat karena banyak yang OTG (orang tanpa gejala) atau suspek, dan sebagian sakitnya ringan dan tidak butuh perawatan, beban tenaga medis menjadi sangat berat," kata Gilbert (Akurat.co, 4 September 2020)

Memang benar, sangat bisa dibayangkan bagaimana posisi sulit tenaga medis saat ini. Pandemic masih mewabah, tidak adanya lockdown syar’ie, buruknya riayah negara, ditambah obat yang belum ada. Pasti akan menjadi beban yang sangat berat untuk diembannya.

Maka tak heran jika masih banyak yang ragu akan kebijakan ini, karena semua masyarakat telah melihat realita bagaimana penanganan covid-19 selama 6 bulan berlalu. Faktanya yang terjadi adalah pemerintah gagal dalam menyiapkan tenaga medis, anggaran dan fasilitas Kesehatan, sehingga pemerintah gagal mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. 

Padahal secara logis, karantina wabah ini adalah pilihan terbaik yang harus diambil pemerintah sejak awal munculnya virus. Dan dari fakta 6 bulan penanganan wabah, pemerintah nyatanya gagal mengintervensi penanganan pandemi covid-19. Hal ini bukan semata persoalan teknis, akan tetapi merupakan buah dari diterapkannya system politik demokrasi dengan ekonomi kapitalismenya. Dimana keuntungan materi yang akan terus dikejar dalam kondisi apapun. Dan nyawa manusia mungkin tak lagi menjadi prioritas utamanya.

Tidak ada perdebatan pendapat bahwa mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Sehingga perlu ada upaya preventif yang serius. Hanya saja bila upaya preventif dicukupkan pada tataran individu dan keluarga, sementara berbagai kebijakan yang destruktif terhadap upaya preventif tersebut dibiarkan, dapat dipastikan upaya ini tidak akan memberi manfaat.

Misal, isolasi mandiri bagi pasien covid-19 yang digadang sebagai upaya preventif penularan covid-19 akan menjadi sesuatu yang tidak bermanfaat tatkala pemerintah mengeluarkan kebijakan tetap dibukanya jalur transportasi udara dari negara manapun karena ekonomi bakal jeblok jika penerbangan ditutup. Apalagi negara pertama yang menjadi tempat bermulanya wabah masih tetap diizinkan untuk keluar masuk ke negeri ini. Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa angka kesakitan tetap tinggi, bahkan dapat lebih parah lagi. Inilah fakta bahwa system politik demokrasi dengan ekonomi kapitalismenya tidak akan pernah mampu melaksanakan karantina wabah covid-19.

Padahal Kesehatan adalah sesuatu yang sudah ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok public. Dan pemerintah telah diperintahkan oleh Allah SWT sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung dalam pemenuhan pelayanan Kesehatan. Hal ini ditunjukkan oleh perbuatan Rasulullah SAW. Yaitu Ketika beliau dihadiahi seorang dokter, dan dokter tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin.

Dari sini Nampak jelas bahwa pelayanan Kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai jasa  social secara totalitas. Yaitu mulai jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana prasarana yang dibutuhkan untuk pekayanan Kesehatan yang berkualitas sesuai prinsip etik yang islami. Tidak boleh dikomersialkan, walaupun hanya secuil kapas, apapun alasanya. Begitu pula dengan kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintahpun harus dikembalikan lagi kepada tanggung jawab ini dan tidak boleh dikomesialkan. Jika kebijakan tersebut justru menghancurkan pilar penopang system Kesehatan maka kebijakan tersebut tidak boleh dilanjutkan.

Oleh karena besarnya tanggung jawab pemerintah pada terwujudnya pelayanan Kesehatan yang maximal dan totalitas, maka sudah pasti anggaran yang akan dikeluarkan pun juga besar. Namun tak menjadi kekhawatiran karena sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan Kesehatan, sesungguhnya telah di desain Allah sedemikian hingga memadai untuk pembiayaanya. Yang salah satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah. Yaitu mulai dari batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya yang jumlahnya berlimpah. Anggaran pendapatan belanja negara islam, dimana tidak sepeserpun harta yang masuk dan keluar kecuali dengan ketentuan syariat islam, meniscayakan negara memadai untuk memliki  kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya. Namun saat ini tidak  ada yang bisa kita harapkan kecuali islam diterapkan secara seratus persen. Agar semua fungsi dan peran negara dapat terwujud secara sempurna.